Usai mendapatkan kabar mengenai kehamilan dari istri tertua, Shimizu Kiyoko, 4 bulan kemudian sang istri termuda pun ikut mengandung anak kedua. Lagi dan lagi kabar baik tersebar di seluruh Tokyo, tak lupa juga dengan sedekah dan donasi untuk anak-anak panti asuhan.
Namun diatas segala kebahagiaan itu, seorang pemuda kini tengah terkulai lemah, berbaring dengan wajah yang sangat pucat, seakan tak ada aliran darah yang mengalir disana. Hidung yang terus menerus mengeluarkan darah, tak lupa dengan suhu tubuh yang tinggi sehingga dapat membuatnya kejang-kejang kapan saja.
"Bibi, tolong ganti air kompresnya" ucap Kiyoko menyuruh pelayan senior mansion itu "dan tolong ambilkan kain yang baru juga"
Sementara wanita lain, Mai, wanita itu sedang menyumbat darah yang terus mengalir dari hidung suaminya itu, berharap semuanya membaik seperti sedia kala "cepatlah sembuh suamiku, sekarang kau tidak hanya menantikan anak pertamamu, tapi anak keduamu juga"
Dari tangannya yang menyumbat hidung kini sebelah tangannya beralih untuk membelai rambut sang suami "tahun depan kau akan mendapatkan 2 anak sekaligus suamiku, berjuanglah, anak-anakmu sedang menantimu untuk sembuh" Sambungnya.
Air beserta kain kompres tadi sudah diganti, dan kini Kiyoko duduk diujung kasur milik suaminya dengan menggenggam erat jemari-jemari yang sudah lemah itu "suamiku, apa kau tidak mau bertanya kami ingin apa? Biasanya pada kehamilan muda ini para istri banyak maunya"
Yasufumi, wanita paruh baya itu mendengar dari ujung pintu masuk kamar, sengaja tak ingin mengganggu momen dimana anaknya sedang dirawat oleh kedua istrinya sambil meluapkan isi hati mereka.
"Dan kau tau suamiku? Aku dan Mai hanya ingin dirimu. Hanya itu. Jadi ku mohon berjuanglah, demi anak-anakmu" sambung Kiyoko.
Mata terpejam itu rasanya tampak sulit sekali untuk terbuka, padahal dirinya mendengar seluruh isi hati kedua istrinya sedaritadi. Kepada siapa ia harus mengutarakan isi hatinya jika dirinya sendiri tidak dapat membuka mata bahkan mengeluarkan sepatah apapun?
"Kakak" panggil Mai, Kiyoko menoleh "apa suami kita akan kembali seperti sebelumnya? Apakah dia bisa melihat kelahiran dari anak-anaknya? Aku takut kak" ucapnya.
Yasufumi seolah hatinya teriris, sedikit bersalah karena telah menikahkan putranya yang penyakitan dengan 2 wanita yang cantik yang rela berkorban banyak demi dirinya. Perlahan ia masuk dan menghampiri Mai lalu meraih pundaknya.
"Anabara pasti akan sembuh. Aku yakin, percayalah pada dirinya. Dia akan melihat saat anak-anaknya dilahirkan. Dia juga pasti bisa memangku dan menimang anak-anaknya. Aku yakin dan percaya itu" ucap Yasufumi "ku mohon bersabarlah, dan maafkan aku–"
"Tidak ibu, ibu jangan meminta maaf" sela Kiyoko, kini ditatapnya kedua pasang mata yang sama itu "ibu tidak salah disini, kami juga ikhlas dan tulus merawatnya. Tapi yang kami khawatirkan adalah masa depan anak-anaknya jika ia tidak ada"
Yasufumi menggeleng cepat "tidak! Anabara pasti akan selamat. Aku ibunya dan aku yakin"
Sementara Mai, wanita itu menangis di ujung kasur sembari mengelus perutnya yang belum membesar seperti perut kakaknya. Ia khawatir dan memikirkan banyak hal. Ia mencemaskan suami dan anaknya.
*****
Tepat sudah 1 bulan kemudian, Anabara wafat diusianya yang baru menginjak 18 tahun. Hampir seluruh orang di kota Tokyo mengunjungi pemakaman terakhir dirinya. Bahkan ibu panti pun ikut datang dan menangis setelah mendengar kabar itu.
Keishin menatap wajah adiknya pada peti mati untuk terakhir kalinya. Wajah yang selalu mengingatkannya pada ayahnya, dan kenangan-kenangan kecil saat merawat dirinya dari kecil hingga sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏eace 𝐒tory || Haikyuu
Novela JuvenilAwal kisah dari sebuah ketamakan akan kedudukan dan rasa iri hati membakar diri seorang wanita yang tak ingin menjadi nomor dua suaminya. Hingga akhirnya sang suami menceraikan istri pertamanya demi memprioritaskan istri keduanya. Putra istri pertam...