18. Koushi dan Seorang Anak

40 6 2
                                    

Lamaran telah diterima, pesta pernikahan pun digelar meriah di kediaman mempelai wanita. Tamu-tamu yang hadir pun kini telah beranjak kembali karena telah usai sudah acaranya.

Saat ini, Koushi berdiri di depan kedua orangtuanya, memeluk mereka dengan tangis haru "ayah, ibu, terima kasih telah menjaga dan merawatku seperti anak kalian sendiri. Aku akan sangat berhutang pada kalian" ucapnya.

Sang ibu mengelus surai kelabu itu "sudahlah nak, tidak perlu kau berterima kasih, kau adalah putri keluarga ini, kau bagian dari keluarga ini nak"

Dilepas pelukan itu. Sepasang netra kelabu itu menatap kedua orangtua angkatnya dengan air mata yang jatuh ke pipinya. Tangan sang ayah terulur untuk mrnghapuskan jejak-jejak yang tertinggal dari air mata itu.

"Jangan menangis nak. Ini adalah hari yang bahagia, tidak boleh kau menangis" ucap sang ayah lalu menarik tangan seorang pria paruh baya untuk mendekat "ini adalah ayah kandungmu, mintalah izin darinya lalu ikutlah bersama suamimu"

"Aku sudah memberikanmu izin dan merestuimu, putriku. Aku mungkin adalah ayah kandungmu, tetapi dia" ujar sang ayah kandung menunjuk pada ayah angkat putrinya "dia adalah orang yang mulia yang rela memberikan kasih sayangnya pada anak orang lain"

"Mintalah doa darinya, setelah itu kau boleh melanjutkan perjalananmu" sambungnya.

"Yang dikatakan ayah memang benar" ucap Daichi menyela pembicaraan itu sembari tersenyum "orangtua adalah pelita bagi setiap anaknya, jika orangtua itu meninggalkan anaknya dan anaknya pun dirawat oleh orang lain, maka orang tersebutlah yang mendapatkan pahala atas kebaikannya"

Mendengar itu Koushi tersenyum getir. Dirinya merasa telah gagal menjadi seorang ibu yang tega membuang anaknya, dan lihatlah sekarang, ia malah membohongi suaminya.

"Suamimu benar-benar orang yang baik nak. Aku merasa lega telah melepaskanmu"

*****

Sebuah mobil mewah yang dihias bagaikan mobil pengantin itu sudah tiba di depan gerbang mansion kediaman mempelai laki-laki. Para pelayan menyambut kedatangan pasangan baru itu dan memberikan hadiah.

Keluarlah kedua insan yang baru saja mengucapkan ikrar pernikahan itu dari mobilnya dan berjalan diatas karpet merah yang telah disediakan. Sepertinya para pelayan, karyawan, serta anggota keluarga telah sangat menantikan mereka.

"Penyambutan yang mewah sekali, tuanku" ucap Koushi tersenyum. Dirinya menatap lekat sang suami yang telah ia temui saat di rumah sakit. Tak menyangka jika pemuda itu akan menjadi pendamping hidupnya.

"Aku juga merasakan hal yang sama" balas Daichi menatap balik wajah indah bagaikan gula milik sang istri.

Dilain sisi, supir yang baru saja mengendarai mobil pengantin pun keluar atas perintah dari Keishin. Ia segera menepi agar tak mengganggu penyambutan sang tuan dan istrinya di rumah ini.

Pria paruh baya itu berjalan menghampiri istrinya, yang juga tinggal di kediaman yang mewah itu, dengan ekspresi yang tak biasa "dimana Suguru?" tanyanya.

"Kenapa kau terlihat marah, suamiku?" balas sang istri tersenyum "putramu itu katanya sedang mempersiapkan penyambutan untuk sang tuan dan istrinya"

"Kenapa kau membiarkannya?!" balas pria itu kesal "dimana dia?"

.

.

.

.

.

Langkahan kaki mungil seorang anak berusia 5 tahun berlaju cepat. Tak lupa dengan panah beserta anak panah yang selalu ia bawa kemana-mana. Dirinya melompat dan menunggangi seekor kuda milik salah seorang anggota keluarga di mansion itu yang sudah ia rawat sejak kecil.

Kuda itu dilajukan dan berkali-kali pula anak itu melayangkan anak panah pada sekumpulan bunga teratai yang mengambang pada kolam milik mansion mendiang Ukai Ikkei. Bunga teratai itu terhempas oleh angin dan tersapu hingga mengenai kedua pengantin yang baru saja tiba itu.

Bagaikan hujan bunga, kedua pengantin itu tersenyum. Takjub dengan penyambutan yang sangat menyentuh hati ini. Jemari milik Koushi pun berhasil meraih salah satu bunga teratai yang tersapu ke arahnya. Kenangan yang begitu menyakitkan kembali mengingatkannya, dirinya tak akan pernah bisa melupakan putranya yang ia hanyutkan ke sungai. Lalu di dalamnya, putranya tertidur dengan bunga teratai disekelilingnya.

Koushi menggenggam erat bunga itu dan melirik mencari siapakah orang yang melakukan penyambutan seperti ini.

"Luar biasa! Aku takjub dengan penyambutan ini!" seru Daichi, dirinya berhasil meraih dua teratai di kedua tangannya "siapakah orang yang telah melakukannya? Aku yakin orang ini adalah seorang pemanah terhebat! Tunjukkan dirimu!"

Setelah ucapan pujian itu, langkah kecil milik anak laki-laki tadi mendekat ke arah sang tuan beserta istrinya. Dirinya saat ini tepat berada dibelakang pasangan baru itu.

Sementara Koushi, wanita itu terus mencari keberadaan dari pelaku yang melakukan ini. Hatinya bergemuruh seakan menandakan suatu pertemuan yang akan terjadi saat itu.

Saat anak itu hendak mendekat, tiba-tiba sebuah tangan besar menyeret tangan anak itu menjauh dari kerumunan. Bertepatan saat Koushi membalikkan tubuhnya, ia tak melihat siapapun disana.

"Apa yang kau lakukan, dasar anak payah!" cibir pria itu memaki anak laki-laki berusia 5 tahun itu "apa kau pikir dengan penyambutanmu itu tuan akan merasa senang?!"

"Tapi ayah, tuan kita tidak seperti itu" balas anak itu "dia sangatlah baik dan ramah pada kita. Dia juga tadi memuji bakatku. Aku harus menemuinya"

Anak itu hendak melepaskan diri dari sang ayah, namun ayahnya bersikeras menarik kembali anaknya itu "hei Maki, beri tahu anakmu ini tentang kedudukan kita disini!" ucapnya "kita hanyalah orang biasa yang bekerja untuk mereka disini. Setelah tuan tau kaulah yang melakukan semua itu, orang lain akan menghinamu bahkan ada yang akan membunuhmu!"

"Tuhan tolong jelaskan pada anak ini!" sambungnya "kau tau bukan kalau memanah dan berkuda itu hanya boleh dilakukan oleh orang kaya saja?! Kita sebagai orang miskin seadanya tak punya hak untuk itu! Sudahlah nak, hentikan ide konyolmu itu"

"Matsun, jangan berlebihan pada anakmu!" tegur sang istri.

"Tapi ayah, tuan kita tidak memandang orang dibawahnya seperti orang rendahan. Bahkan istrinya pun begitu" balas sang anak menunjuk pada wajah lugu sang nyonya baru itu "lihatlah wajahnya, sangat menggambarkan kasih sayang yang sangat kuat, bahkan dirinya sangatlah cantik ayah"

"Hentikan ocehan bodohmu itu dan masuklah ke rumah!" mau tak mau, sang ayah yang bernama Matsukawa Issei itu menyeret paksa sang anak ke dalam rumah beserta istrinya yang mengikut.

.

.

.

.

.

"Sepertinya pelakunya tak ingin menampakkan dirinya, nak" seru Keishin yang ada di belakang mereka "lanjutkan saja perjalanan kalian hingga masuk ke dalam rumah dan segeralah beristirahat"

Daichi menoleh lalu mengangguk, tersenyum getir dengan perasaan sedikit kecewa karena pelakunya tak menampakkan dirinya. Sama halnya dengan Koushi, wanita itu padahal sangat berharap dapat melihat pelaku dari penyambutan ini.

Dan akhirnya dilangkahkan kaki itu hingga memasuki mansion yang berdiri kokoh yang sangat mewah itu. Disambut oleh Tooru, Mori, Yasufumi, dan Kiyoko yang sudah berdiri disana. Seperti ada yang kurang.

"Kak Mori, dimana kakak?" tanya Daichi pada kakak iparnya "apa ia tidak mau menyambut kedatangan adiknya ini?"

Mori menunduk lalu kembali mengangkat kepalanya "dia bilang bahwa dia tidak ingin bertemu denganmu, Daichi. Tapi tidak apa-apa, aku istrinya sebagai perwakilan darinyalah yang akan menyambut kalian"

"Sampai begitunya kakak marah padaku.."





Niatnya mau munculin karakter baru, eh malah kepanjangan, yodahlah next chapter saja.

Vote dan komen!!

𝐏eace 𝐒tory || HaikyuuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang