Berjalan dengan hati-hati menyusuri koridor mansion mewah yang sekarang menjadi rumahnya. Koridor itu baru saja habis terbakar karena gorden yang menggantung disana terkena lilin yang sengaja dinyalakan.
Para pelayan sibuk membersihkan segala kekacauan yang tadi saat itu juga. Saat ini, Mori sedang menatapi satu persatu gorden yang hangus terbakar. Benar-benar tak bersisa.
"Pelayan, maaf, siapa yang melakukan ini?" tanya nya berhati-hati. Masih ditatapnya koridor itu yang masih mengepulkan asap "siapa orang yang sudah membakar habis koridor ini? Apakah paman mengetahuinya?"
Salah satu pelayan membungkuk hormat "maaf nyonya, tapi tuan Tetsu lah yang membakar semua ini" jawab pelayan itu "tuan besar Keishin belum mengetahui hal ini, nyonya, kami takut akan berkata apa jika ia bertanya"
"Tuan Tetsu.." gumam Mori menunduk sembari memegang dada sebelah kirinya "aku yang akan mengatakannya pada paman, kalian tak perlu khawatir, lakukan saja tugas kalian, serahkan saja padaku"
"Terima kasih banyak, nyonya, kami merasa sangat terbantu" pelayan itu membungkuk kembali dan dibalas senyuman oleh Mori dan berjalan meninggalkan mereka
"Oh, maafkan aku, apakah kalian tahu dimana tuan Tetsu sekarang?" tanya Mori kemudian berbalik badan.
"Tuan Tetsu sedang ada di ruang bawah tanah, nyonya" jawab pelayan itu "tapi untuk sekarang anda jangan kesana dulu"
Dengan wajah bingung, Mori menghampiri pelayan itu "kenapa? Kenapa aku tidak boleh menemui suamiku sendiri?" tanyanya "saat ini dia sedang merasakan ketidakadilan yang begitu besar. Aku istrinya, aku harus bisa membagi kesedihannya itu pada diriku"
"Sebaiknya jangan, nyonya. Tuan Tetsu kalau sedang marah, dia tak peduli siapa yang menjadi lawan bicaranya" balas pelayan itu lagi.
"Itu tidak akan terjadi. Ia harus mendengarkan perkataan dari istrinya ini"
.
.
.
.
.
Sebuah dinding batu saat ini menjadi samsak tinju kekesalan bagi seorang Kuroo Tetsuro. Melepas segala kekesalan yang ada pada dirinya dan membuat dirinya mengurung diri di ruang bawah tanah milik keluarganya.
Disaat yang sama pula, Mori tiba disana. Dapat dilihatnya bahwa suaminya itu sedang melayangkan pukulan yang sangat keras pada sebuah tembok yang sangat keras hingga dari pukulan itu jatuhlah darah segar disana.
Tetsu dapat merasakan keberadaan Mori yang berdiri menatapnya. Ia mengepalkan tangannya erat-erat "kenapa kau kesini?! Setelah melihat suamimu dipermalukan dihadapan semua orang, sekarang kau ingin melihatku menjadi seorang pecundang?! Aku tidak selemah itu. Pergilah! Jangan sampai api kemarahanku ini membakar habis diriku"
Bukannya pergi, Mori justru menghampirinya agar bisa lebih dekat dengannya. Diraihlah tangan besar Tetsu yang mengeluarkan darah itu lalu dengan segera ia membersihkannya.
Namun, belum sempat ia membersihkan darah itu, Tetsu sudah lebih dulu menepis tangannya "berani sekali kau menyentuhku!" ucapnya marah.
"Aku hanya ingin membersihkan darahmu, tuan" jawab Mori berusaha kembali meraih tangan Tetsu.
"Diamlah kau!!" sekarang tangan besar Tetsu itu menepis seluruh peralatan obat yang dipegang oleh Mori. Semuanya jatuh berantakan dilantai. Mori sangat terkejut dengan sikapnya.
"Tidak perlu kau bersikap baik padaku!" ujar Tetsu membalikkan badan "aku memang terlahir buta, tapi aku sudah lebih dari cukup kuat daripada seseorang yang sudah cacat sedari lahir! Aku tak butuh simpatimu, buang saja sikapmu itu dan pulanglah ke rumahmu. Disini kau tak akan pernah bisa mendapatkan cinta dariku"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏eace 𝐒tory || Haikyuu
Teen FictionAwal kisah dari sebuah ketamakan akan kedudukan dan rasa iri hati membakar diri seorang wanita yang tak ingin menjadi nomor dua suaminya. Hingga akhirnya sang suami menceraikan istri pertamanya demi memprioritaskan istri keduanya. Putra istri pertam...