Jadilah Bulan di setiap bab yang kalian bacaBulan berkali-kali membasahi kerongkongannya dan meremas jari-jari tangannya sendiri. Gadis itu sejak tadi sudah merasa gelisah.
Berkali-kali ia melirik-lirik ke arah ibunya yang duduk tepat di hadapannya dengan ditemani oleh Ika.
"Jadi?" Tanya Ummi dengan tangan yang terlipat di depan dada.
"Hm, Bu a-"
"Saya kesini menemui ibu dan mbak Ika ingin meminta izin dari kalian" potong Fajar cepat sebelum Bulan menyelesaikan kalimatnya.
Bulan langsung menoleh ke arah Fajar.
"Kak" tegurnya pelan.Fajar ikut menolehkan kepalanya ke arah Bulan dan tersenyum kecil sebelum menganggukkan kepalanya, seolah meyakinkan Bulan jika semuanya akan baik-baik saja.
"Maaf jika kedatangan saya terkesan mendadak. Tapi justru saya ingin segera memberitahu niat baik saya ini untuk menjadikan Bulan sebagai istri saya" lanjut Fajar dengan suara yang terdengar yakin.
Bulan hanya bisa terdiam pasrah. Sampai saat ini pun, Bulan masih terkejut dengan kedatangan Fajar yang tiba-tiba.
Ia memang belum memberitahu Ummi perihal niat Fajar yang ingin berkunjung ke rumah mereka, Bulan sudah memberitahu pada Fajar untuk bersabar sebentar. Namun sepertinya laki-laki itu sudah tidak sabar. Jadilah sekarang Ummi, Ika termasuk Bulan ikut terkejut dengan kedatangan Fajar yang tiba-tiba.
"Sudah berapa lama kalian pacaran?" Tanya Ummi yang akhirnya bersuara setelah beberapa saat hanya terdiam.
"Bu-"
"Kami memang belum lama berpacaran Bu, tapi baik saya ataupun Bulan, kami sudah mengenal sejak lama" lagi-lagi Fajar memotong kalimat Bulan.
"Apa yang membuat kamu yakin dengan anak saya?"
"Tidak ada hal di dunia ini yang bisa membuat saya meragukan putri ibu! Saya yakin, sangat yakin jika Bulan adalah gadis yang tepat untuk menemani hari-hari saya"
Bulan memandang lama wajah Fajar. Meski dari samping, namun Bulan bisa merasakan kesungguhan yang terpancar dari kedua mata Fajar.
Gadis itu tersenyum haru. Tak menyangka jika Fajar mengatakan hal yang menurutnya sangat menyentuh itu.
"Bulan bukan berasal dari keluarga atas seperti kamu. Dia hanya anak dari keluarga sederhana yang sudah kehilangan ayahnya. Apa kamu yakin? Apa keluarga kamu bisa menerima kondisi sosial Bulan?"
Bulan beralih menatap ibunya. Ia tau kekhawatiran yang ibunya rasakan. Mengingat perbedaan yang sangat jauh antara dirinya dan juga Fajar pasti membuat hati ibunya tak tenang.
"Kedua orang tua saya sangat menerima Bulan dengan segenap hati mereka. Justru kedatangan saya kesini, sangat didukung penuh oleh mereka. Mereka menantikan hari dimana mereka juga bisa berkunjung bertemu dengan ibu dan mbak Ika"
Ummi menghela nafas panjang. Kedua tangan yang dari tadi terlipat di depan dada, mulai ia turunkan.
Pandangannya ia alihkan ke arah putri kecilnya. Putri kecil yang dulu selalu ia timang, ia antarkan sekolah, ia didik hingga menjadi gadis yang kuat, kini sudah dipersunting oleh seseorang.
Ummi tau, hari ini cepat atau lambat pasti akan tiba. Hari dimana laki-laki asing datang ke hadapannya untuk melamar Bulan dan hari dimana nantinya ia yang akan mengantarkan putri bungsunya untuk memilih jalan hidupnya.
"Kamu yakin bisa membahagiakan adik saya?" Kini giliran Ika yang bersuara.
"Bulan itu adik satu-satunya yang saya miliki. Baik saya, ibu ataupun almarhum ayah selalu mengusahakan yang terbaik untuk Bulan! Kami selalu berusaha untuk membahagiakan dia. Kami gak mau Bulan nantinya hidup bersama dengan seseorang yang akan menyakiti nya-" kalimat Ika terhenti. Wanita itu tertunduk sejenak untuk mengatur emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT
Teen Fiction" Kak, kamu tau kenapa aku suka sekali dengan langit? " " karena dia indah? " " betul! salah satunya itu. Tapi selain indah ada satu yang aku pelajari dari filosofi langit " Bulan mengentikan sebentar kalimatnya. " langit itu kamu! langit mengajarka...