'Sampah bagimu, emas bagiku'
Kinan.
🚲🚲🚲Tidak jauh dari rumah, Kinan turun dari sepedanya, mulai mendorongnya seraya sesekali tersenyum kecil. Dua hal yang membuatnya tersenyum, Kenzie atau sepeda yang ia dorong saat ini, karena pandangannya terus mengarah pada sepeda pink baru yang saat ini ia gunakan.
"Anggap saja sepeda ini hadiah dari Pak Tarno karena kamu bisa masuk sekolah impian mu, apalagi beasiswa."
"Tapi pak..."
"Kalau kamu nolak, kamu ga perlu datang ke sini, Bapak paling benci sama orang yang ga menghargai pemberian orang."
Mengingat beberapa hari lalu membuat Kinan tersenyum, ia mengelus-elus setir sepedanya. Sepanjang jalan bersenandung dan terkadang tersenyum. Hingga sampai di rumah, ia menemukan sosok Wangsa yang tengah bersandar di mobilnya dengan jaket hitam nya. Keren..... Mata Kinan seakan mengatakan itu.
"Kemana aja lo, anak gadis jam segini baru pulang!" Oceh Wangsa layaknya bapak-bapak. "Tamu nehhh, bisa ya gue ga lo suruh masuk gini."
Wangsa berkacak pinggang melotot ke arah Kinan yang mengekeh kecil, ia menggeleng melihat tingkah Wangsa, lebih herannya lagi Kinan mengikuti gayanya.
"Aku udah besar Papah." Kinan tertawa. Ia membuka gerbang seraya meminta Wangsa untuk masuk.
Terlihat sosok laki-laki itu saat ini tengah sibuk dengan totebag putihnya, menyampirkan tas itu pada lengannya seraya memanggil Kinan lalu berlenggak-lenggok.
"Ehh jeng, tungguin aku dong," gurau Wangsa.
"Najis lo," seru Kinan. "Bawa apasi?"
Wangsa mulai rumah sederhana itu, terlihat indah dan baru memang. Matanya berputar mengitari foto-foto di dinding, salah satunya foto seorang laki-laki yang merangkul anak perempuan dengan latar coretan dinding.
Wangsa mengeluarkan foto itu dari bingkai, mengamatinya lebih dalam dan mencari posisi persis di mana gambar itu dibuat.
"Tas apa sih ini?" Kinan membuka tas putih yang di bawa Wangsa, menemukan dua kotak krayon dan satu set pensil warna. "For what?"
Wangsa tersenyum, mengacungkan foto yang ia ambil. "Kita buat ini lagi, ya walaupun ga real, tapi setidaknya sekarang ada coretan hasil gue," ucapnya lagi-lagi tersenyum tanpa dosa.
"Ck, apa lagi si Sa, gak perlu kayak gini juga."
Wangsa menyingkirkan tangan Kinan dari punggungnya, menggeleng dan meminta untuk tetap melakukan itu, membuat gambar persis seperti yang ada di foto.
Wangsa mengeluarkan solasi di tasnya, menempelkan fot itu tepat di atas ia berjongkok di depan dinding putih yang bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRASA
Teen Fiction"Kita emang sedarah, tapi bukan berarti apa yang kita punya itu selalu sama!" Ucap Cakra dengan tatapan tajam. "Dan kita liat, buat kali ini siapa yang bakal nempatin posisi itu," balas Wangsa. Cakrawala dan Cakrawangsa Adinata Pramana. Laki-laki...