"Bajingan! Lo jahat banget tau gak!!" Teriak Ella histeris memukul Cakra berkali-kali. "Gue tau lo benci sama gue, tapi kenapa lo bisa setega ini sama gue si," rengeknya melemah di pelukan Cakra. Ia menangis di dada Cakra dengan rambut yang tak kakaruan.
Mau tidak mau tangan Cakra mulai mendekap tubuh Ella, kali ini ia hanya ingin berbuat baik padanya. Menepuk punggung gadis itu perlahan. Cakra paham soal apa yang sudah Adi lakukan padanya. Tak ada pilihan lain selain menenangkan saat ini, mustahil kalau Cakra tiba-tiba menyuruhnya pulang.
"M-maafin bokap gue ya," ucap Cakra terbata-bata. "G-gue gak tau kalo sampe kena lo juga, gue kira cuma Kinan."
"Nyokap gue marah banget, semalem dia lempar vas ke kepala gue, tapi untungnya tangan gue yg kena," rintih Ella menunjukkan tangannya yang dibalut sapu tangan. "Gue ga berani pulang Ra." Ella menunjukkan matanya yang berkaca-kaca.
Cakra menghela, ia merangkul Ella dan membawanya ke dalam. Tapi belum setengah langkahnya masuk ke dalam, sosok gadis dengan cardigan lusuh berdiri tepat di belakang mereka berdua.
"Cakra," panggilnya sontak membuat laki-laki itu menoleh.
Cakra memberi alih Wangsa untuk mengurus Ella, ia mulai mendekat usai melihat wajah Kinan yang pucat dengan Zahwa yang merangkulnya.
"Kamu udah sembuh?" Tanyanya khawatir melihat seluruh bagian tubuh Kinan dari atas sampai bawah. "Kamu kenapa?" Cakra memeluk Kinan, membuat gadis itu menempelkan dagunya di bahu Cakra.
"A-aku mau pulang, anterin aku sama Zahwa ke rumah." Kinan menjauhkan tubuh Cakra. "Sekarang Ra, aku cape." Pandangan Kinan terlihat bingung, ia sama sekali tidak berani menatap mata kekasihnya itu.
Gak jelas? Iya, itu yang ada dipikiran Cakra saat ini. Entah apa yang dirasakan Kinan ia sama sekali tak merasakannya, pikiran Cakra terlalu penuh dengan urusannya sendiri dan mustahil ia menambah satu masalah lagi. Saat ini ia hanya pasrah.
Egois? Itu yang Cakra rasakan saat ini, tapi selain memikirkan orang lain, ia juga harus memikirkan dirinya sendiri terlebih dahulu.
"Lo mau kemana?" Cegah Wangsa memegang tangan Cakra yang tengah meraih kunci mobil. "Biar gue aja." Wangsa merebut kuncinya dari Cakra tanpa bantahan. Cakra mengangguk pelan, memberikan kunci itu pada Wangsa.
Wangsa menyetir mobil, melihat Kinan dan Zahwa dari kaca. Kondisi Kinan sangat tidak terlihat baik saat ini, ditambah lagi Cakra terlihat sangat tidak peduli pada gadis di kursi belakang ini.
"Nan, gue minta maaf sama apa yang terjadi sama lo, gue bakal beresin semua," celetuk Wangsa berusaha menenangkan.
"Gue mau putus sama Cakra, di depan mata gue banget dia ngerangkul Ella."
"Nan, gue tau kalo hubungan kalian itu gak ada yang dukung sama sekali, papah minta Cakra buat fokus dan ga pacaran sama siapapun. Tolong lo ngertiin dia Nan."
"Kalo gue harus ngertiin dia, terus yang ngerti gue siapa?!" Sewot Kinan membuat Wangsa kalah. "Jadi cowok jangan maunya dingertiin, kalian mikir gak kondisi gue?" Kinan semakin meninggikan nada bicaranya tak terima.
"Gue!" Wangsa menatap ke arah cermin, "gue bakal ngertiin lo, apapun keadaannya!" Tegas Wangsa. "Gue cuma minta tolong, kasih waktu Cakra buat selesaikan semua urusannya, jangan ganggu dia apalagi lo minta putus, please."
"Iya."
Wangsa tau apa yang dirasakan Kinan saat ini, jika ia ada di posisi Kinan juga Wangsa akan mengoceh dan memojokkan Cakra.
***
"Ikut gue sekarang." Cakra memberikan hoodie oversize pada Ella. "Gue tunggu di depan, pake helm yang ada di meja depan," titahnya langsung disetujui.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRASA
Novela Juvenil"Kita emang sedarah, tapi bukan berarti apa yang kita punya itu selalu sama!" Ucap Cakra dengan tatapan tajam. "Dan kita liat, buat kali ini siapa yang bakal nempatin posisi itu," balas Wangsa. Cakrawala dan Cakrawangsa Adinata Pramana. Laki-laki...