Pagi-pagi sekali Kinan harus mengayuh sepeda ke cafe, menggunakan topi dan pakaian simple seperti biasanya. Kinan menyusuri jalan kecil di perkampungan untuk tiba lebih cepat, biasanya cafe tidak buka secepat ini. Tapi entah kenapa pemilik cafe mendadak ingin membukanya lebih cepat hari ini.
Kinan berhenti di tepi rumah warga dan sedikit minggir untuk memberi jalan gerobak cilok yang berpapasan dengannya.
"Selamat ulang tahun kami ucapkan, selamat panjang umur kita kan doakan, selamat sejahtera sehat sentosa, selamat panjang umur dan bahagia."
"Selamat ulang tahun anak Ibu, semoga kamu memiliki kehidupan yang indah dan dipermudahkan segala urusannya."
Kinan refleks ikut mengamini doa dari seorang ibu yang rumahnya terbuka itu, menunjukkan mereka yang sedang merayakan ulang tahun dengan kue sederhana dan jajaran hadiah. Kinan tersenyum dan tetap berdiri di depan teras seraya masih menaiki sepedanya.
"Mbak jadi maju apa engga? Saya susah nih lewatnya," tegur laki-laki paruh baya seraya mendorong motornya.
"I-iya pak maaf." Kinan terpaksa mengayuh sepedanya, dengan momen yang membuatnya terharu, sepanjang jalan mata Kinan berlinang.
Mungkin jika kita bertanya pada Kinan soal "kapan ulang tahun terakhir mu dirayakan?" Kita tidak akan mendapat jawabannya, malah justru melihat air matanya berlinang deras.
Ulang tahun terakhir Kinan sangat lama, sebelum kedua orang tuanya meninggal ia sempat merayakannya satu kali. Setelah itu, tidak ada ulang tahun lagi karena keluarga Kinan tak memiliki banyak uang untuk membeli seloyang kue dengan lilin yang ada di tengah.
Kinan tiba di cafe, toko yang masih tertutup bahkan terkunci, apa gunanya ia datang sangat pagi tadi. Kinan berkacak pinggang seraya menggeleng tak habis pikir dengan kedua partner kerja nya itu. Ia mencoba menelfon Arya berkali-kali, begitupun dengan Della, tapi sayangnya tidak ada balasan dari mereka.
"Shit."
Sontak Arya datang, wajahnya dipenuhi dengan luka lebam dan ia sama sekali tak berbicara apapun pada kinan. Ia justru hanya menghela, membuat Kinan tertarik dan memegang tangannya, wajah Kinan dipenuhi rasa khawatir usai memegang beberapa luka di wajah Arya.
"Lo kenapa? Berantem sama siapa?" Tanya Kinan yang tak dijawab.
Arya mengajaknya masuk ke dalam, melihat kondisi cafe yang sangat gelap membuat Kinan harus berusaha payah mengobati luka Arya. Kinan mengambil tissue dan membeli minuman dingin dari toko sebelah, mengingat cafe yang gelap ia tak mungkin harus masuk ke dapur.
Perlahan Kinan mengusapkan tissue basah di dahi Arya seraya meniup nya perlahan.
Mata Kinan memicing."Kok luntur si lukanya?" Gumamnya.
"Hah kenapa Nan? Pelan-pelan dong sakit nih," rintihnya kesakitan.
Kinan mendengus, ia semakin menguatkan tekanannya pada luka Arya, semakin Arya teriak dan semakin kasar Kinan mengusap wajahnya.
"Hah, lo ngeprank gue ya Ar? Liat nih masa ada luka luntur kalo di usap pake air, tai lo," cerewetnya seraya melemparkan tissue nya pada Arya.
Dan tap, lampu cafe menyala dan sosok Cakra tersenyum seraya membawa kue ulang tahun diikuti dengan Della dan Tante Cakra. Mereka bertepuk tangan seraya bernyanyi menyambut Kinan.
"Selamat panjang umur."
Cakra mendekatkan lilinnya di depan Kinan. Mata Kinan berkaca-kaca, ia mulai meniup lilinnya dan ikut bertepuk tangan seraya mengusap air matanya yang hampir jatuh.
"Potong kuenya potong kuenya," seru Arya lantang usai melihat kue cantik itu.
"Selamat ulang tahun ya Kinan, semoga apa yang kamu harapkan bisa terkabul, langgeng terus ya hubungan mu sama ponakan Tante," sindirnya melirik Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRASA
Teen Fiction"Kita emang sedarah, tapi bukan berarti apa yang kita punya itu selalu sama!" Ucap Cakra dengan tatapan tajam. "Dan kita liat, buat kali ini siapa yang bakal nempatin posisi itu," balas Wangsa. Cakrawala dan Cakrawangsa Adinata Pramana. Laki-laki...