CKRS|25

10 7 0
                                    

Wangsa bergegas turun ke meja makan dan meminta roti selai pada bibi. Ia melihat piring yang sudah digunakan sebelumnya. Wangsa mendongak ke lantai atas, melihat kamar Cakra yang masih tertutup rapat.

"Cakra udah sarapan Bi?" Tanya Wangsa seraya mengoles rotinya dengan selai. "Kesiangan ya? Minta tolong bangunin ya Bi."

"Mas Cakra sudah berangkat dari subuh tadi Mas."

Wangsa mengerutkan dahinya, melihat jam tangan yang masih menunjukkan pukul enam kurang dua menit. Mungkin Cakra ada urusan OSIS di sekolah, jadi ia harus berangkat lebih awal.

Wangsa menyampirkan tasnya di bahu seraya menggigit roti yang lumayan utuh, ia berteriak pada bibi dan mbak Dini bahwa ia akan berangkat. Lagi-lagi Wangsa dibuat heran dengan Cakra, laki-laki itu pergi dengan apa ke sekolah?
Motor dan mobilnya masih terparkir rapih di garasi.

"Pak, Cakra ke sekolah dijemput siapa? Ini motor sama mobilnya masih di sini," tanya Wangsa pada satpam rumah.

"Naik sepeda Mas, tadi saya liat Mas Cakra keluarin sepeda dari gudang."

"Makin ke sini makin ga bisa ditebak ni anak," batinnya.

Wangsa kembali ke dalam, menukar kunci mobilnya dengan kunci motor Cakra, sesekali ia mencoba motor itu. Wangsa memakai helm dan mengangguk pada pak satpam.

"Hati-hati Mas."

🚲🚲🚲

Sosok gadis berseragam yang sudah siap untuk berangkat kini masih sibuk dengan kotak makan di dapur, tersenyum seolah-olah ada hal manis di dalamnya. Kinan memasukkan kotak makannya ke dalam tas, mematikan satu per satu lampu dan mulai keluar dari rumah. Kinan mengunci pintu, menghampiri sepeda merah muda dan mulai menaikinya.

"Kinan."

Sontak Kinan langsung menoleh ke arah pemilik suara itu, sosok Cakra dengan sepeda hitam dan wajah berkeringat nya. Napasnya tersengal-sengal seperti ia habis ikut lomba bersepeda. Kinan menghela, menggeleng pelan melihat penampilan Cakra yang sudah tidak berbentuk.

"Kok naik sepeda sih." Kinan mendekat seraya mengusap Cakra dengan dasinya sendiri. "Ya ampun kok bisa gini si." Mirisnya melihat rupa laki-laki itu.

"Kenapa? Olah...raga."

Kinan berlari masuk ke dalam rumah, mengambil tissue dan mengusapkannya di seluruh wajah Cakra.

"Lain kali jangan naik sepeda gini, berangkat sekolah bukannya rapi malah lusuh," ocehnya seraya sibuk merapikan penampilan Cakra.

Laki-laki itu mengulum bibir."Suka deh kalo diperhatiin gini, besok bawa sepeda ah biar diurus gini."

"Ih." Kinan memberikan semua tissuenya pada Cakra. "Bersihin sendiri, nyebelin banget," sewot Kinan langsung meninggalkan Cakra.

Pagi yang indah dan udara yang segar seharusnya selalu menjadi momen favorit bagi Kinan. Tapi tidak dengan laki-laki yang terus mengeluh di belakang Kinan, ia seperti tak mampu mengayuh dan terus saja berseru meminta Kinan untuk beristirahat dulu.

"Aku cape!"

Ketua osis yang tampangnya sangat segar dan aura wibawanya sangat kental kini sudah tak lagi ada, entah hanya saat ini atau seterusnya. Cakra dan Kinan meletakkan sepeda nya di parkiran biasanya.

"Hai Kenzie," sapa Kinan manis.

Kenzie tersenyum, melihat sosok Cakra dengan wajah licin seperti sudah melewati banyak kegiatan di sekolah hari ini. Ia terus mengusap wajahnya dengan tissue.

CAKRASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang