How your day guys??
Sharing dulu ga sie
🚲🚲🚲Mobil mewah dengan sopir yang mengendarai dan seorang pria paruh baya turun lalu masuk ke dalam rumah bernuansa putih itu. Jas nya yang rapih dan postur tubuh gagahnya mencerminkan jelas sosok kedua putranya.
"Silahkan Pak, sebentar lagi mungkin Mas Wangsa sama Mas Cakra pulang."
Pria itu mengangguk dan mulai menikmati secangkir kopi panas dengan aroma khas nya. Ia kemudian berjalan naik ke arah kamar Wangsa dan Cakra. Melihat sekeliling dan hanya menemukan tumpukan buku di kamar Cakra dan tumpukan poster video game di kamar Wangsa.
Raut wajahnya berubah drastis usai mendapati nilai Wangsa di bawah 90. Laki-laki itu menggeleng pelan dan berdecak.
"Ga ada bedanya sama ibunya, sama-sama bodoh!" Gertaknya menyobek buku itu. "Anak kayak gini ga perlu diatur lebih rapi, emang cocoknya nerima apa adanya aja."
Dari bawah terdengar tawa mereka berdua, membuat laki-laki itu bergegas ingin turun dan perlahan berjalan seraya melihat mereka. Sontak keduanya terdiam, terutama Wangsa yang langsung menunduk dan Cakra yang terus menatap.
"Dari mana kalian?" Tanyanya dengan nada tegas. "Cowok jangan banyak cengengesan, Papah gak suka." Wangsa mengangguk.
"Papah cuma mau pastiin kalian aman dan sehat selama hidup sendiri, oh iya, lusa akan ada pesta penyambutan di perusahaan teman Papah. Kalian harus ikut," titahnya seraya menunjuk mereka berdua.
"Iya Pah."
Papah memegang bahu mereka berdua, melihat Cakra lebih dahulu. "Les kamu harus dipercepat, kamu harus bisa menjadi yang terbaik." Lalu ia melihat Wangsa. "Sekali lagi Papah liat nilai di bawah 90, game di kamar kamu bakal Papah buang, coba berubah menjadi yang lebih baik, bukan yang lebih buruk. Ingat itu!" Tekannya tepat di tengah-tengah mereka.
Papah berjalan melewati mereka berdua ke arah pintu keluar, tapi belum sampai setengahnya Cakra lebih dulu menghentikan langkahnya. Ia berjalan mendekati ayahnya seraya memintanya untuk duduk sebentar di dalam ataupun di kursi taman.
"Taman depan aja, biar sekalian Papah nanti langsung pulang." Cakra mengangguk pelan, ia berjalan di belakang ayahnya. "Sekarang bilang, apa yang kamu perlu?"
"Ada teman Cakra yang pengen orang tuanya kerja sama bareng perusahaan Papah," ujar Cakra ketakutan.
Dari dalam Wangsa sudah tahu apa yang akan dibicarakan Cakra dengan ayahnya, ia langsung berlari menyusul keduanya di kursi depan. Mulai melangkah pelan usai melihat Cakra terdiam dan ekspresi ayah yang sedikit serius.
"Papah minta profil perusahaan dan ketemu sama Papah langsung, buat jadwalnya nanti sekertaris Papah yang atur." Sontak ia berdiri dan berjalan menuju mobilnya. "Buat kalian berdua, Papah berharap banyak sama kalian," ucapnya.
Cakra dan Wangsa mendadak jadi pengecut? Kenapa itu bisa terjadi?
Tentu saja, mereka sadar bahwa yang memiliki kekuasaan tertinggi di antara mereka adalah ayahnya. Sekali beliau bertindak, semua akan hancur. Bagaimanapun mereka berdua masih membutuhkan suntikan dana untuk hidupnya yang mewah."Sebenarnya temen lo yang mana si?" Tanya Cakra memicing. "David Daffin keknya hidupnya tentram tuh, keluarganya juga tajir melintir."
Wangsa celingukan, ia mendadak gugup dan langsung meninggalkan Cakra tanpa menjawab pertanyaannya. Rasanya wangsa ingin mengatakan semuanya, tapi wangsa hanya takut Cakra akan semakin marah dan membatalkan pertemuan perusahaan yang ia minta.
Wangsa mengetikkan sesuatu di ponselnya.
Wangsa|
Bokap minta ketemu sama nyokap lo
Papah tipe orang yang sekali liat langsung oke, jadi usahain jadi pertemuan yang terbaik.

KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRASA
Fiksi Remaja"Kita emang sedarah, tapi bukan berarti apa yang kita punya itu selalu sama!" Ucap Cakra dengan tatapan tajam. "Dan kita liat, buat kali ini siapa yang bakal nempatin posisi itu," balas Wangsa. Cakrawala dan Cakrawangsa Adinata Pramana. Laki-laki...