Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Irene mengerjap terbangun. Matanya langsung menyapu terkejut melihat ia ada di sebuah ruangan.
"Anaku...dimana anak ku?" Ucapnya khawatir.
Muncul seorang wanita paruh baya di balik pintu.
"Ah syukurlah kau sudah sadar nak" ucapnya.
"Dimana aku?" Tanya Irene
Wanita paruh baya itu tersenyum.
"Kau berada dirumahku, aku dan suamiku menemukanmu pingsan di perkebunan kami" Jawabnya sambil menghampiri Irene.
Irene langsung mengingat-ngingat kejadian sebelumnya, bagaimana ia menusukkan pisau pada perut Thom dan langsung kabur sekencang-kencangnya dengan sisa energinya, hingga ia akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.
"Dimana anakku?" Tanyanya lagi
Wanita paruh baya itu mengarahkan wajahnya pada sebuah box bayi tua.
Irene mengikuti arah pandangannya, ia beranjak dan terburu-buru untuk mengeceknya.
Syukurlah, ia bisa bernafas lega jika anaknya dalam keadaan baik-baik saja.
"Biarkan dia tidur, dan lebih baik kau sekarang membersihkan diri, setelah itu kita makan bersama"
Irene pun mengikuti apa yang dikatakan tuan rumahnya itu. Betapa segarnya tubuhnya saat ia membersihkan diri, Irene pun diberi pakaian ganti untuknya.
Wanita paruh baya dan suaminya sedikit terkejut mendapati Irene yang bergabung ke meja makan mereka. Mereka kagum akan mendapati tenyata Irene mempunyai wajah yang cantik.
Irene pun berjalan ragu untuk bergabung pada meja makan itu, namun dengan hangat pasangan suami istri menyambutnya dengan baik.
Sepasang suami itu memperkenalkan nama mereka. Sang istri bernama Mortha dan sang suami bernama Seridur. Begitupun dengan Irene yang memperkenalkan dirinya juga.
Mortha dan Seridur bercerita jika mereka dahulu mempunyai anak perempuan, namun sayang ia tak berumur panjang. Jika masih ada mungkin anak mereka sudah seusia dengan Irene.
Irene menyimak dengan baik cerita sepasang suami istri itu. Sedangkan Irene masih belum berani bercerita jujur pada mereka apa yang terjadi padanya, kejadian kemarin membuat ia trauma, dan sulit percaya pada orang. Namun Irene tak lupa mengucapkan terimakasih pada mereka karena sudah menolongnya.
Setelah sarapan pagi itu, Mortha dan Seridur pun langsung menyusun sayuran hasil panen mereka pada mobil pick up yang sudah sangat tua. Sedangkan Irene hanya melihat memperhatikan mereka sambil menggendong anakknya.
"Bibi Mortha, kalau boleh aku tahu sayuran-sayuran ini akan kirimkan kemana?" Tanya Irene