BAB 17 | Sisi Nyata

26.6K 1.1K 38
                                    

Setelah hari itu, Rachel tersu saja merasa ada yang aneh dari suaminya. Beberapa kali, ia menangkap bahwa suaminya bertingkah selayaknya pria dewasa. Bukannya Rachel yang merawat dan mencemaskan Lucio. Terkadang sebaliknya, Lucio yang akan mengambil peran tersebut. Contohnya saja ketika Rachel terluka di dapur, Lucio akan marah dan mengobati lukanya dengan tangannya sendiri. Tentu saja hal itu ditambah dengan Lucio yang mengomelinya untuk lebih berhati-hati.

Atau ada pula kejadian di mana Rachel mencoba untuk mengganti lampu yang mati. Rachel diomeli karena ia naik ke atas kursi dan melakukan hal yang berbahaya. Lalu Lucio yang menggantikan dirinya untuk mengganti lampu yang mati. Tentunya semua itu membuat Rachel merasa bahwa Lucio tampak sperti pria dewasa pada umumnya. Sebuah kecurigaan dan rasa penasaran pun muncul di hati Rachel.

Hingga pada akhirnya, hari ini Rachel merasa perlu untuk memeriksa atau mencaritahu hal yang membuat dirinya merasa curiga dan penasaran tersebut. Rachel memancing Lucio dengan menyajikan kudapan dan teh untuk suaminya tersebut. Di saat mereka duduk bersama, Rachel pun bertanya dengan hati-hati, "Lucio, siapa nama lengkapmu?"

"Hm? Tidak tau, aku hanya selalu dipanggil Lucio sejak kecil oleh nenek, mungkin nama lengkapku adalah Lucio Andres," jawab Lucio sembari mengisi mulutnya dengan kue kering kesukaannya.

"Lalu, apa kamu tau siapa aku?" tanya Rachel.

Lucio mengangguk. "Tentu saja, kamu Rachel. Kamu istriku. Istriku tersayang," ucap Lucio dengan nada manis yang membuat Rachel hampir kehilangan fokus. Pipinya agak memanas ketika mendengar perkataan Lucio yang menyebutnya sebagai istri kesayangannya.

"Apakah kamu mengerti apa itu arti istri?" tanya Rachel lagi.

"Apakah ini kuis? Jika iya, aku akan menjawab pertanyaannya dengan benar. Bukankah aku akan mendapatkan hadiah jika menjawabnya dengan benar? Aku akan menjawabnya, agar aku bisa mendapatkan hadiah," ucap Lucio tampak bersemangat.

Lalu setelah itu Lucio memasang ekspresi serius dan menjawab, "Istri itu pasangannya suami. Mereka hidup bersama hingga kakek nenek, dan memiliki banyak anak. Jawabanku benar, bukan?"

Rachel berusaha untuk mengendalikan ekspresinya. Apa yang dikatakan oleh Lucio memang tidaklah salah. Hanya saja, itu jawaban yang sangat Lucio sekali. Itu adalah jawaban yang biasanya diberikan oleh Lucio yang biasanya, bukanlah jawaban yang akan cocok dengan sosok Lucio yang memiliki sisi dewasa. Belum juga Rachel sempat menanyakan pertanyaan lain, fokus Lucio sudah lebih dulu teralihkan.

"Wah kupu-kupu! Aku mau menangkapnya!" seru Lucio sembari bergegas mengambil jaring dan berlari meninggalkan rumah.

Rachel pun berseru, "Jangan bermain terlalu jauh. Pulanglah sebelum waktunya makan siang!"

"Baik!" balas Lucio sembari berlarian dengan girangnya mengejar kupu-kupu yang memang menarik perhatiannya.

Rachel menghela napas panjang saat melihat kepergian suaminya tersebut. Rasanya Rachel memang terlalu berpikiran macam-macam. Padahal jelas-jelas tidak ada yang aneh pada suaminya. "Aku terlalu curiga. Padahal suamiku tidak menyembunyikan apa pun," ucap Rachel lalu berniat untuk merapikan meja.

Namun, telepon rumah sudah berbunyi, tanda bahwa orang dari kediaman utama menghubungi. Rachel pun berbincang dengan Edith yang memang menanyakan kabar serta kebutuhan tambahan yang mungkin saja dibutuhkan oleh Rachel atau Lucio. Di saat yang sama, saat ini Lucio tengah berjongkok dan menempelkan keningnya pada batang pohon berdaun rindang. Ia saat ini hampir menangis karena rasa frustasi yang ia rasakan.

"Sial, makin hari, rasanya makin sulit bagiku untuk melakukan hal ini. Bersandiwara dan bertingkah seperti idiot terlalu melelahkan sekaligus melukai harga diriku," gumam Lucio tampak berusaha untuk mengendalikan dirinya sendiri agar tidak melakukan kesalahan yang bisa membuat Rachel semakin menaruh curiga padanya.




***




Malamnya, Rachel yang telah tidur dengan nyenyak tampak bergeser sedikit karena merasa dingin. Ia meringkuk untuk mencari kehangatan dari tubuh suaminya. Namun, Rachel tidak mendapatkan apa yang ia inginkan hingga dirinya pun membuka matanya secara perlahan. Rachel mengernyitkan keningnya karena tidak menemukan keberadaan suaminya di sana. "Lucio?" panggil Rachel dengan suaranya yang serak.

Rachel meraba bagian ranjang yang seharusnya ditempati oleh suaminya, dan merasakan bahwa bagian tersebut terasa dingin. Tanda bahwa suaminya sudah meninggalkan tempat tersebut dalam waktu yang cukup lama. Merasa gelisah, Rachel turun dari ranjang dan memeriksa kamar mandi. "Suamiku? Kamu di dalam?" tanya Rachel sembari mengetuk pintu kamar mandi.

Namun saat dirinya membuka pintu kamar mandi, dirinya tidak menemukan keberadaan Lucio. Rasa cemas segera menyerang Rachel. Ia pun bergegas untuk mencari keberadaan suaminya yang telah menghilang tersebut. Rachel ke luar dari kamar dan mencari ke dapur, berpikir bahwa suaminya bisa saja ada di dapur untuk mencari kudapan. Hanya saja, ia masih tak menemukan Lucio di sana.

"Astaga, ia pergi kemana?" tanya Rachel merasa begitu gelisah.

Di tengah itu semua, Rachel pun pada akhirnya berniat untuk mencari Lucio di luar pondok. Namun, langkah Rachel terhenti ketika dirinya samar-samar mendengar suara dari area belakang pondok, di susul dengan aroma rokok yang tercium. Hal itu membuat Rachel segera melangkah menuju area belakang pondok dengan perasaan gelisah yang semakin menjadi. Namun, saat dirinya mencapai area belakang pondok, langkah Rachel terhenti.

Rachel tampak tidak bisa mengendalikan ekspresinya yang terlihat begitu terkejut, saat dirinya melihat Lucio yang sangat berbeda. Lucio kini tampak tengah berbicara dengan kasar dengan seseorang di sambungan telepon. Itu pun dengan keadaan Lucio yang menikmati sebatang rokok. "Sialan, jadi mereka masih tidak menyadari kesalahan mereka? Lalu sekarang mereka berusaha untuk berbuat culas padaku dan memanfaatkan istriku lagi?"

Rachel yang terlalu terkejut tidak bisa menahan diri untuk cegukkan. Dan hal itu pun sukses membuat keberadaan Rachel disadari oleh Lucio yang juga tampaknya terkejut dengan kehadiran sang istri di sana. Bahkan karena terlalu terkejut, ia menjatuhkan batang rokok yang sejak tadi dirinya nikmati. Mereka bertatapan selama beberapa detik, sebelum Lucio mengumpat, "Sialan."

Umpatan yang dikatakan oleh Lucio sembari menatap tepat pada mata Rachel rupanya sukses membuat Rachel merasa sedih dan agak ketakutan. Tentu saja Rachel takut, karena Lucio saat ini sungguh berbeda dengan Lucio yang ia kenal selama ini. Suasana dan aura yang melingkupi Lucio benar-benar sangat berbeda hingga membuat Rachel meragukan apakah dirinya memang mengenal Lucio. Tanpa sadar, Rachel pun mulai meneteskan air matanya.

Melihat Rachel yang menangis, Lucio mau tidak mau merasa panik sendiri. Dengan cemas ia mendekat pada Rachel dan bertanya, "Ada apa? Astaga, sial. Aku tidak berniat untuk membentakmu. Sekarang tenanglah, kamu bisa melakukannya, bukan?"

Sayangnya Rachel tidak mampu untuk memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut. Ia terlalu takut hingga ia jatuh terduduk dan kembali melanjutkan tangisannya yang semakin keras. Lucio mengacak rambutnya dan berjongkok sebelum berkata dengan suara rendahnya yang membuat Rachel mematung, "Berhenti menangis, Rachel. Jika tidak, kamu akan melihat apa yang belum pernah kulakukan sebelumnya."

Rachel yang mendengar hal tersebut jelas merasa takut. Namun, ia bergegas untuk menutup mulutnya dan menahan tangisannya. Dan di mata Lucio, apa yang dilakukan oleh Rachel tersebut sangatlah manis. Terlalu manis baginya hingga rasa frustasi datang menyerangnya dan Lucio pun kembali mengumpat, "Sial, kenapa kamu membuatku frustasi seperti ini?!"

Gairah Membara Sang Pewaris (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang