"Tidak mau," ucap Lucio membuat Rachel yang mendengarnya segera menatap suaminya dengan mata memicing.
"Jangan memilih makanan seperti itu. Kau juga harus makan sayur. Bukankah kita sudah berjanji untuk menjaga satu sama lain? Jika kau tidak makan sayur dengan benar, maka kau akan jatuh sakit," ucap Rachel menakut-nakuti Lucio.
Tentu Rachel memperhatikan Lucio dengan baik, termasuk di setiap waktu makan mereka. Karena terkadang Lucio menjadi pemilih dan tidak mau memakan sayur pada makanannya. Edith sudah meminta Rachel untuk memastikan bahwa ia memperhatikan kesehatan Lucio, termasuk memastikan bahwa Lucio makan dengan baik. Karena selera makan Lucio sering kali menjadi seperti anak kecil, maka Rachel harus memastikan asupan serat dan nutrisinya agar terpenuhi dengan baik.
Rupanya usaha Rachel itu cukup membuat Lucio terpecut semangatnya untuk menghabiskan sayuran yang ada di piring makannya. Lalu dengan mulut penuh makanan Lucio berkata, "Aku harus menjadi kuat, aku tidak boleh sakit. Karena aku suami, aku harus menjagamu dengan baik. Jika ingin menjadi Rachel, aku harus menjadi kuat."
Rachel terkekeh mendengarnya. Lalu dengan lembut dirinya menyeka sudut bibir Lucio yang dihiasi noda makanan sembari berkata, "Aku mengerti, tapi makanlah secara perlahan. Jangan terburu-buru, dan kunyah makananmu dengan baik sebelum menelannya. Jangan sampai tersedak ya."
"Baik," ucap Lucio sembari mengangguk.
Singkat cerita, kini keduanya sudah menyelesaikan makan malam mereka. Rachel dibantu oleh Lucio untuk membereskan sisa makan malam mereka hingga mencuci piring. Setelah itu, Lucio meminta susu hangat. Jadi, Rachel bergerak untuk menghangatkan susu untuk sang suami. Tidak hanya untuk Lucio, Rachel juga menyiapkan segelas susu hangat untuk dirinya sendiri.
Setelah mendapatkan masing-masing satu gelas susu hangat, keduanya duduk di kursi santai di depan jendela pondok. Keduanya menikmati susu hangat sembari menikmati pemandangan langit yang indah. "Wah langitnya berkilauan," ucap Lucio tampak sangat takjub.
Rachel tersenyum sembari meralat perkataan Lucio. "Benda yang berkilauan itu bukan langit, tapi bintang. Lalu benda gelap yang terhampar luas adalah langit. Jangan sampai salah lagi ya," ucap Rachel sembari menatap Lucio yang tampak mengangguk.
Lucio tiba-tiba bertanya, "Apa Rachel rindu keluarga Rachel?"
Itu jelas bukanlah pertanyaan yang ia duga akan ia dapatkan dari Lucio. Untuk sesaat ia menjadi kebingungan sebelum menjawab, "Kenapa aku harus merindukan orang yang ada di depan mataku sendiri? Bagiku, sekarang hanya Lucio satu-satunya keluarga yang kumiliki."
Lucio tersenyum senang ketika berkata, "Wah senangnya! Aku satu-satunya yang memiliki Rachel!"
Tentunya seruan itu membuat Rachel tersenyum. Ia mengangguk dan membalas, "Ya, aku juga bahagia karena memiliki kamu sebagai keluargaku. Aku sangat senang karena setidaknya kini memiliki seseorang yang menganggap diriku sebagai keluarganya. Tanpa sadar, rupanya selama ini aku merasa sangat kesepian karena tidak memiliki siapa pun."
Lucio tampak bingung sebelum bertanya, "Bukannya Rachel juga punya ayah dan ibu? Mereka keluarga Rachel, kan?"
"Ibuku sudah meninggal sejak lama. Tapi, aku masih memiliki ayah. Hanya saja, dia tidak pernah menjadi ayah bagiku. Dia memiliki keluarga, seorang istri dan seorang putri yang cantik. Aku tidak pernah menjadi bagian dalam keluarga tersebut. Tidak ada tempat yang menerimaku dengan hangat," ucap Rachel tanpa sadar mulai menumpahkan isi hatinya dan menangis di hadapan Lucio.
Mungkin Rachel bisa menjadi sangat jujur seperti itu karena ia berpikir bahwa Lucio tidak akan mengerti apa yang ia katakan. Lucio sendiri tampak memasang ekspresi sedih ketika melihat Rachel yang menangis. Lalu Lucio menyeka air mata Rachel dengan begitu hati-hati. Setelah itu, Lucio memeluk Rachel sembari berkata, "Sekarang ada aku. Aku akan memeluk Rachel dengan hangat. Jadi, jangan sedih lagi. Jangan menangis."
**
Sarah tengah berkumpul bersama dengan teman-temannya. Ia menjadi satu-satunya orang dari kelompok pertemanannya yang masih belum memiliki pekerjaan. Padahal ia sudah lebih dari dua tahun lulus kuliah. Sarah memang sengaja untuk tidak bekerja. Jika ingin bekerja, tentunya ia akan memilih untuk bekerja dan mendapatkan posisi di perusahaan ayahnya sendiri.
Namun, alih-alih bekerja, Sarah lebih memilih untuk mengambil kelas untuk menjadi istri yang baik. Dimulai kelas memasak hingga kelas merangkai bunga. Sarah juga lebih memilih untuk melakukan pekerjaan amal. Tentunya bukan karena Sarah memiliki jiwa malaikat yang murni ingin membantu orang lain. Sebaliknya, Sarah memanfaatkan pekerjaan amal tersebut untuk menciptakan relasi dan citra baik sebagai calon istri yang luar biasa.
"Apa kau akan kembali hadir dalam acara amal akhir pekan ini?" tanya salah satu teman wanita Sarah.
"Tentu saja. Itu menjadi salah satu acara amal yang wajib aku hadiri setiap bulannya," balas Sarah lalu dengan anggun mulai menikmati teh hangat yang ia pesan.
Lalu salah satu teman pria Sarah bertanya, "Apa kali ini kau akan mengajak adikmu itu?"
Sarah tampak kesal hingga meletakkan cangkir tehnya dengan cara yang sangat kasar dan balik bertanya, "Siapa yang kau maksud dengan adikku? Apa itu adalah pelayan wanita di rumahku yang memang kau sukai dan tidak berhasil kau goda?"
Teman prianya yang bernama Daniel itu pun mendengkus dan membalas, "Ayolah, jangan berbicara dengan cara sarkasme seperti itu. Aku tau bahwa dia adalah adikmu, walau faktanya dia memang terlahir dari ibu yang berbeda. Namun, ia tetap adikmu."
Kekesalan Sarah memuncak. Memang fakta bahwa Sarah dan Rachel adalah kakak beradik beda ibu sudah diketahui oleh banyak orang. Namun, hal itu adalah masalah tabu yang tidak boleh dibahas di hadapan oleh Sarah yang memang lebih suka menganggap Rachel sebagai pelayan di rumahnya karena perbedaan status mereka. Sarah pun menatap Daniel dan berkata, "Lupakan saja wanita yang sudah menolakmu itu, karena faktanya ia sudah menikah. Ia sudah pergi jauh dan tidak mungkin muncul lagi di depan matamu."
Situasi yang tegang dan canggung tersebut segera berusaha untuk diperbaiki oleh teman-teman yang lain. Mereka kembali membahas masalah acara amal. Hingga salah satu topik yang dibahas adalah donasi terbesar yang lagi-lagi diberikan oleh keluarga Andreas. "Walau sangat tertutup hingga tidak bisa diketahui sebenarnya siapa inti dari keluarga Andreas itu, tetapi keluarga itu benar-benar luar biasa," ucap salah seorang wanita mmebuat Sarah tertarik.
Sarah pun bertanya. "Apa tidak ada satu pun dari kalian yang pernah melihat pewaris dari keluarga Andreas yang sesungguhnya?" tanya Sarah.
"Selama ini keluarga Andreas selalu diwakiliki oleh kerabat jauh atau sekretaris kepercayaannya. Dari generasi ke generasi, pewaris sesungguhnya tidak pernah terekspose demi menjaga privasi mereka. Selain nama dan tanggal lahir, tidak ada hal lain yang bisa ditemukan di internet mengenai pewaris mereka. Sepertinya ini serupa dengan tradisi yang berlaku di keluarga tersebut," jelas Daniel yang memang mengetahui banyak informasi mengingat perusahaan keluarganya berjalan di bidang media informasi.
Sarah menggigit bibirnya lalu bertanya, "Lalu apakah kau tau mengenai informasi pewaris keluarga Andreas untuk generasi ini? Apakah dia benar-benar ... idiot?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Membara Sang Pewaris (21+)
Romansa[Mengandung konten dewasa! Sudah TAMAT. Follow akun ini untuk membaca part secara lengkap😉] Ini kisah tentang Para Pewaris yang mengejar cinta dan gairah mereka yang membara.