33. Bertahun Tanpamu

905 125 27
                                    

Why do birds suddenly appear
Every time you are near?
Just like me, they long to be
Close to you
.
.
Carpenters - Close to You
.
.
.
.
.
.
.
.

Rumah sakit dengan aroma yang khas, ranjang khusus, tiang infus, selang oksigen, suara tangis, gerak cepat, dan segala hal yang ada di dalamnya sudah menjadi pemandanganku sehari-hari. Mungkin nyaris seumur hidup? Terlahir dari dua dokter hebat, aku sudah familiar dengan suasana rumah sakit yang juga merupakan bisnis milik keluarga besarku. Mami dan Papi beberapa kali membawaku ke sana, baik untuk berobat, cek kesehatan, atau sekedar menunggu mereka bekerja karena tidak ada yang menjagaku di rumah. Lalu ketika aku mengikuti jejak mereka menjadi dokter, aku mulai melihat suasana rumah sakit yang lebih beragam. Aku baru tahu kalau ada rumah sakit yang begitu penuh sesak dengan antrian pasien di dalamnya, membuatku sempat bertanya-tanya, kenapa mereka tidak datang ke rumah sakit keluarga kami yang begitu nyaman?

Mengingat itu, bukannya merutuki diriku yang begitu naif, tapi aku malah rindu sekali dengan segala bentuk kesederhanaan hidup di waktu itu. Aku berterima kasih kepada orang tuaku yang memberikan kenyamanan sepanjang masa mudaku, hingga aku sama sekali tidak mengenal apa itu beban hidup. Seperti kata Tulus, cobaan terberatku saat itu hanya matematika. Atau bahkan, tidak juga. Karena aku termasuk siswi berprestasi yang bisa menaklukan semua pelajaran dengan mudah. Rasanya, tidak ada cobaan yang benar-benar berarti.

Yang baru aku sadari, hidup dengan pemikiran sederhana itu adalah hasil kerja keras orang tuaku. Mami, dengan segala kerumitan hidupnya di masa lalu, berusaha sekeras yang dia bisa untuk menjadi istri dan ibu yang hebat. Dan Papi, meski sempat membuatku merasa iri dengan cintanya pada Mami, sudah berhasil membuat aku menemukan cinta yang sama. Yang sama keras kepalanya seperti cinta Papi pada Mami. Yang memberikan hampir seumur hidupnya untukku. Meski seumur hidupnya itu ternyata tidak lama.

Dan sekarang, aku baru merasakan beratnya menjadi orang tua. Dimana harus mengusahakan kenyamanan anak-anak di saat jiwanya sendiri berantakan. Aku harus mendahulukan perasaan anak-anakku, di saat perasaanku sendiri tidak bisa didefinisikan. Ini bukan tentang mengabaikan, tapi ini adalah sebuah tanggung jawab.

Lima tahun ini, itu yang aku lakukan.

Membesarkan anak-anak tanpa Yudhis, jelas tidak mudah. Aku kehilangan. Aku kebingungan. Aku berantakan. Tapi di antara perasaan yang berserak itu, aku berusaha mengumpulkan kepingan-kepingan kebahagiaan yang diberikan Yudhis padaku. Kenangan itu sangat berharga, cinta Yudhis sangat berarti, aku tidak ingin kepergiannya ikut menghilangkan keberadaannya selama ini di hidupku. Yudhis akan tetap hidup dalam diriku.

Dari sana, aku berjanji pada diriku untuk tetap membuat Danta dan Divya merasakan kehadiran Yudhis sebagai Papanya. Meski hanya lewat aku. Aku ingin mereka tetap tumbuh dengan kasih sayang yang penuh, hingga mereka bisa merasakan sederhananya hidup di masa kecilnya. Tentunya tidak mudah. Dan lagi-lagi aku bersyukur, aku tidak sendirian.

Meski lima tahun ini tumbuh tanpa kehadiran Papa, Danta dan Divya punya Oma dan Opa yang memenuhi kebutuhan kasih sayang mereka. Mami-Papi dan Mama-Papa selalu ada untuk kami. Bukan hanya mereka, kehadiran keluarga besar juga sahabatku sangat aku syukuri. Aku tidak pernah merasa berat membesarkan mereka, karena semua orang menemaniku. Kecuali kali ini.

"Mima! Tutup, Mima! Nggak boleh masuk! Aku nggak mau diperiksa!" teriakan kencang Divya memenuhi ruangan ini begitu salah satu perawat mengucapkan salam.

Aku meringis ngeri ketika Divya bergegas turun dari ranjang kemudian satu tangannya menutup tirai yang mengelilingi sedang tangan lainnya menarik tiang infus yang terhubung dengan tangannya. Aku bahkan belum sempat melihat sosok perawat yang suaranya terdengar karena posisinya masih di depan pintu.

DD/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang