Masa-masa keraguan
Usai sudah kini
Masa-masa yang kan datang
Mari bersama hadapi
.
.
Ardhito Pramono - Masa-Masa
.
.
.
.
.
.
Setelah hubunganku dengan Gandhi selesai, aku pernah menyiapkan hati bahwa mungkin aku tidak akan lagi merasakan dada yang berdebar, perut yang menggelitik, atau respon tubuh lain yang menandakan kalau aku sedang jatuh cinta. Bukan apa-apa, aku tidak ingin menaruh ekspektasi terlalu tinggi pada hubungan dengan dua orang yang berkomitmen karena kepentingan masing-masing. Walaupun mungkin hanya aku yang memiliki kepentingan, karena Yudhis bilang dia sudah lama menginginkanku.Namun hari ini, tepat ketika Papi menyerahkan tanggung jawabnya atas diriku pada Yudhis, hati dan tubuhku bereaksi sebaliknya. Untuk pertama kalinya aku menatap Yudhis dengan cara yang berbeda. Bukan hanya perasaan bahagia ketika akhirnya kami disandingkan sebagai pasangan suami-istri yang sah, lebih dari itu aku seperti baru merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Tatapan pertama kami sebagai pasangan sah, mampu mengembangkan senyum lebarku. Sentuhan pertama kami ketika aku mengecup punggung tangannya, seketika mengalirkan kehangatan ke sekujur tubuhku, hingga tanganku pun ikut bergetar. Begitu juga ketika Yudhis mengecup keningku, jantungku sontak berdegup kencang hingga mataku memejam, meresapi.
Mami pernah bilang, bahwa puncak tertinggi dari sebuah rasa cinta adalah komitmen dan janji di hadapan Tuhan. Hal yang awalnya tidak aku percaya, karena aku yakin mampu memegang janji juga komitmen tanpa rasa cinta. Namun sekarang, aku yakini bahwa aku mencintai Yudhis, suamiku.
Mungkin benar, perempuan adalah makhluk yang diciptakan penuh dengan kelembutan. Sehingga tidak sulit untuk melunakkan hati mereka, termasuk aku. Tidak heran jika perasaanku semudah itu bergerak pada Yudhis. Lima bahasa cinta yang di awal hanya menjadi komitmen kami, ternyata benar-benar mampu membangun rasa yang mungkin sudah ada di awal.
Aku memang menyayangi Yudhis sejak lama, meski bukan dalam bentuk romantis. Tapi ternyata perasaan itu ditambah dengan semua bentuk cinta Yudhis, mampu membuatnya berkembang sesuai dengan yang kami harapkan. Jadi ketika perasaan kami disatukan dalam ikatan yang sah, rasa bahagianya benar-benar di luar ekspektasi. Dan semakin membuncah ketika melihat raut sumringah yang sama di wajah orang tua kami.
Pesta pernikahan kami berjalan lancar. Meski singkat dan sederhana, dalam artian tidak banyak prosesi yang kami jalani, semuanya tetap nampak indah. Tamu yang semuanya merupakan teman dan keluarga dekat membuat kami sangat menikmati momen penyatuan dua keluarga secara resmi. Hingga ketika pesta sesaat itu usai, kami tidak merasa kelelahan sama sekali.
Aku sudah duduk di kursi makan kamar hotel kami dan sedang memandangi jendela yang terbuka ketika Yudhis menghampiri. Pemandangan malam dengan lampu-lampu cantik Kota Bandung tidak mampu mengalihkan tatapanku pada Yudhis yang nampak segar setelah make up tipis yang membuanya protes tadi dihapus.
"Udah laper belum, Mas?" Aku sudah menata makan malam yang baru saja diantar oleh petugas hotel ketika Yudhis membersihkan diri.
Tidak menjawab, Yudhis justru menarik pelan lenganku untuk berdiri sebelum memelukku erat. Ini adalah pelukan pertama kami sebagai suami-istri dan sepertinya mulai sekarang pelukan Yudhis akan menjadi tempat yang paling nyaman untukku. Karena tanpa protes, akupun membalas dengan sama eratnya. Yudhis membenamkan kecupan panjang di kepalaku. Tidak biasa, karena lebih lama dan terasa lebih menghayati dari yang sudah-sudah. Aku rasa bersamaan dengan itu dia banyak menaruh doa baik di sana, yang tentu saja aku aminkan.
"Hai, Istri." ucapnya setelah kami bertatapan.
"Hai, Suami." Meski terkekeh, aku membalasnya juga.
Yudhis membawaku kembali duduk di kursi makan dengan dia berada di sebelahku. Kami sudah sering berada dalam satu meja makan. Entah itu di rumahku, rumah Yudhis, kantin, atau resto yang kami singgahi. Tapi satu meja makan bersama Yudhis dengan status baru ternyata mampu membuat senyumku lagi-lagi terkembang. Begitu yang aku rasakan sejak siang tadi, tepat setelah akad nikah kami berlangsung.

KAMU SEDANG MEMBACA
DD/
ChickLitDD/ alias Diagnosis Banding, merupakan daftar kemungkinan kondisi yang memiliki gejala yang sama. *** Lima tahun menjalani hubungan yang manis, Diandra Alana Radinka selalu yakin bahwa Gandhi Wicaksana adalah lelaki yang diciptakan untuknya. Namun...