Ba, sementara
Kita mesra-mesraannya
Kecil-kecilan dulu, ya
Tunggu sampai semua mereda
.
.Kita 'kan tangkap
Banyak kejadian yang menarik
Koleksi suasana asyik
Perasaan-p'rasaan yang baik
Cintanya besar-besaran
Meski mesranya kecil-kecilan
.
.
Sal Priadi - Mesra-Mesraannya Kecil-Kecilan Dulu
.
.
.
.
.
.Yang paling menakutkan dari sebuah panggilan darurat adalah ketika dia mengambil waktuku dengan anak-anak. Aku tidak akan keberatan jika panggilan itu datang saat anak-anak sedang tertidur. Meskipun mungkin aku jadi kurang tidur, akan lebih mudah untukku membayarnya di lain waktu. Namun ketika panggilan darurat itu datang saat aku dan anak-anak sudah bersiap dengan pakaian olahraga kami untuk pergi ke CFD, disitulah perasaan bersalah begitu menghujamku.
Tentu saja hal pertama yang ada di kepalaku adalah kekecewaan anak-anak. Karena selancar apapun kelahiran yang akan aku tangani, aku tetap tidak mungkin bisa jalan pagi bersama mereka. Apalagi ternyata, kali ini proses kelahirannya disertai penyulit. Aku baru selesai mengobservasi pasien setelah Mbak Laila mengabarkan bahwa dia dan anak-anak sudah sampai di rumah. Seperti biasa, Mbak Laila yang akan menemani anak-anak jika aku tidak bisa.
Keduanya memang tidak menampakkan raut kecewa yang kentara, kecuali Divya yang memang lebih ekspresif, tapi aku tahu diri, hal seperti ini tidak mudah untuk dialami anak-anak. Jadi, untuk membayar satu kekecewaan mereka, aku berjanji pada diriku sendiri untuk segera menggantinya dengan hal menyenangkan setelahnya. Yah, aku hanya bisa berjanji pada diriku, karena aku sendiri tidak bisa menjamin panggilan darurat itu tidak akan datang lagi jika aku terlanjur berjanji pada anak-anak. Jangan sampai, anak-anak akan lebih kecewa nantinya.
Aku sengaja membersihkan diri di rumah sakit agar bisa langsung bermain dengan anak-anak saat sampai rumah nanti. Karena pagi tadi aku diantar Jaka - supirku, naik motor, aku harus menunggunya menjemput saat ingin pulang. Dan aku bergegas keluar ruangan begitu mendapat pesan kalau dia sudah menunggu di tempat biasa.
Keluar dari lobi rumah sakit, aku langsung bisa melihat mobil yang biasa aku gunakan, meski agak heran karena Jaka menggunakan mobil besar yang biasa digunakan jika aku bersama anak-anak. Namun keherananku segera terjawab ketika aku sudah mendekat, karena kaca jendela yang diturunkan memperlihatkan anak-anak yang menyapaku dengan ceria. Senyumku ikut terkembang membalas sapaan mereka yang ternyata ikut menjemputku. Mereka nampak sudah begitu rapi dengan pakaian olahraga yang berganti dengan jeans dan T-shirt. Sama persis dengan pakaianku saat ini.
Karena kejutan itu, aku jadi memikirkan ide untuk mengajak anak-anak ke suatu tempat. Tempat main? Atau tempat makan karena sebentar lagi sudah waktunya makan siang? Aku bisa meminta anak-anak memilih nanti. Namun belum sempat menyelesaikan daftar untuk dipilih anak-anak, aku kembali terkejut ketika mendapati kalau yang duduk di kursi pengemudi bukanlah Jaka. Melainkan lelaki yang aku pikir tidak akan muncul lagi di hadapan kami, aku dan anak-anak.
"Mima!" Anak-anak berseru bersamaan ketika aku duduk di bangku penumpang depan.
"Hai, Sayang. Mima seneng banget lho kalian ikut jemput." balasku seriang yang aku mampu, karena tidak mungkin menunjukkan rasa tidak nyamanku saat ini pada anak-anak.
"Mim, Om Gandhi mau ajak kita jalan-jalan. Boleh nggak?"
"Kata Om Gandhi kalo Mima bolehin, kita mau diajak ke Lembang."
Danta dan Divya seolah berlomba memberi informasi soal kehadiran Gandhi yang justru nampak tidak merasa ada yang salah. Yah, mungkin hanya aku yang merasa kami bermasalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
DD/
ChickLitDD/ alias Diagnosis Banding, merupakan daftar kemungkinan kondisi yang memiliki gejala yang sama. *** Lima tahun menjalani hubungan yang manis, Diandra Alana Radinka selalu yakin bahwa Gandhi Wicaksana adalah lelaki yang diciptakan untuknya. Namun...