Cerita kita takkan seperti
di layar-layar kaca
Gemas, romantis, tak masuk logika
Cerita kita kan berjalan
perlahan dan sederhana
Saling mengerti hanya lewat bicaraLepas dan hangat
Bercinta lewat kata
.
.
Donne Maula - Bercinta Lewat Kata
.
.
.
.
.
.
Yudhis keterlaluan.Itu yang kupikirkan di sisa perjalanan kami karena dia lagi-lagi mengirimkan foto kami. Dan kali ini fatal, sampai membuat Gandhi keluar dari grup. Percakapan di grup yang kubaca beberapa saat lalu seketika melunturkan rasa senang yang aku rasakan sebelumnya bersama Yudhis.
Padahal, kami baru saja menghabiskan akhir pekan dengan menyenangkan. Dari mulai obrolan santai sembari mengomentari jajanan yang kami makan sejak sore, hingga pembicaraan serius tentang rencana kami masing-masing beberapa bulan ke depan. Kencan kami barusan sempat membuatku yakin pada hubungan kami, bahwa aku dan Yudhis memang sudah lebih jauh saling mengenal. Keyakinan itu seolah membuatku melambung sebelum Yudhis menjatuhkannya lewat sebuah foto di grup.
Protes yang aku sampaikan hanya dibalas wajah polos menyebalkan Yudhis, tidak merasa bersalah sama sekali. Aku tidak ingin membuat keributan dalam mobil, karena menyetir membutuhkan konsentrasi penuh dan suasana hati yang baik agar aman. Jadi yang kulakukan hanya diam dan menjawab seperlunya ketika dia mengajak bicara. Itu yang terjadi selama lima belas menit sisa perjalanan kami. Meski di menit-menit terakhir, dia sadar kemarahanku dan mulai membujuk dengan kata-kata manis.
Aku tidak peduli.
"Thank you. Aku pulang." ucapku ketika Yudhis baru saja selesai memarkirkan mobilnya. Aku bahkan tidak menunggu dia mematikan mesin mobil dan langsung membuka pintu untuk keluar begitu saja.
"Di, jangan gitu--"
Aku mengabaikan panggilan Yudhis dan meneruskan langkah menuju gerbang rumah Yudhis yang masih terbuka.
"Malam, Pak Man." sapaku pada satpamnya.
"Malam, Neng Didi. Langsung pulang?"
"Iya, Pak."
Aku bahkan tidak menghentikan langkah seperti biasa. Lain kali, aku akan minta maaf karena ketidak sopananku pada Pak Man.
"Di.. Diandra.. "
Yudhis mensejajari langkahku, mencoba menarik perhatian dengan panggilannya. Tapi aku bergeming. Tatapanku lurus hanya ke arah gerbang rumahku yang dibuka satpam.
"Oke, nanti aku hapus. Di, please.." bujuknya lagi di tengah jalan.
Lagi-lagi aku abaikan. Aku menyapa satpam rumahku sekilas, kemudian bergegas membuka pintu rumah dan memasukinya. Sebelum aku hendak menutup, Yudhis menahannya sehingga aku meninggalkan pintu itu begitu saja. Aku tidak peduli.
Aku melihat Mami dan Papi yang sedang merebah di sofa ruang keluarga. Di depannya TV besar kami menyala, menampilkan salah satu film.
"Mi, Pi, tumben belum tidur." sapaku kemudian menyalami dan mencium keduanya.
"Iya, Papi lagi pengen nonton katanya." jawab Mami.
"Emang cuma kalian aja yang bisa nge-date?" celetuk Papi. "Kemana aja tadi, Dhis?" tanyanya ketika menyalami Yudhis yang masih mengekoriku.
"Cuma--"
"Mi, Pi, aku istirahat duluan nggak apa-apa ya? Capek banget rasanya." Aku menyela.
Aku sedang tidak ingin melihat Yudhis, apalagi terlibat obrolan basa-basi dengannya. Jadi, mengabaikan sopan santun, aku segera berpamitan dari sana sebelum dia sempat bersuara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DD/
Genç Kız EdebiyatıDD/ alias Diagnosis Banding, merupakan daftar kemungkinan kondisi yang memiliki gejala yang sama. *** Lima tahun menjalani hubungan yang manis, Diandra Alana Radinka selalu yakin bahwa Gandhi Wicaksana adalah lelaki yang diciptakan untuknya. Namun...