Chapter 13: Obrolan menjelang malam

8.8K 585 23
                                    


Total 27 jahitan. 

Ada 16 jahitan melintang dari belikat kanan sampai ke area pinggang, tujuh jahitan di area lengan atas dan empat jahitan di area telapak tangan kiri. 

Saat Arial jatuh menimpa meja kaca dan mulai terjadi pendarahan, aku langsung panik karena darah yang dia keluarkan terlihat banyak. Walaupun sudah menghantam meja kaca dan melihat darah mengalir dari lengannya, Arial dengan tenang meminta tolong padaku untuk  mengambil handuk dari lemari, sementara dia sedang memperhatikan apakah ada pecahan kaca yang ikut masuk ke dalam kulitnya atau tidak.

Mendengar permintaan itu, aku langsung buru-buru mengambil handuk sebanyak mungkin dari lemari,  kemudian membantu Arial untuk membalut lukanya dengan handuk itu. Saat aku melihat punggungnya, aku semakin panik ketika melihat sobekan besar pada kemejanya di area punggung. Darah merah segar mengalir deras sepanjang luka yang cukup panjang dan membasahi kemeja hitamnya. Bahkan ketika aku menutup luka di punggung itu dengan handuk, darah seperti tetap merembes melewati handuk.

Aku benar-benar panik melihat darah sebanyak itu. Aku langsung memutuskan untuk membawa Arial ke IGD. Dua lapis handuk membelit area torso, dengan posisi hampir seperti baju ihram yang dipakai pria untuk berhaji. Handuk lain menutup luka di area lengan dan tangan kiri. Mungkin karena sudah di atas jam 10, kami bisa sampai ke basement dan masuk ke mobil tanpa berpapasan dengan warga lain. Lalu aku langsung memacu mobil Arial menuju rumah sakit terdekat dengan kecepatan tinggi.

"Zi, pelan-pelan!" Ucap Arial, aku menoleh untuk mengecek kondisinya. Dia malah terlihat lebih khawatir dengan caraku mengemudi, dibanding luka yang menganga di badannya. "Nih, alamat domisili kita berdua pindah ke kuburan kalau kamu nyetirnya kayak gini." 

Di bawah cahaya lampu jalanan, aku merasa bibir Arial terlihat pucat. Pemandangan ini tentu membuatku menginjak pedal gas lebih dalam. Tanganku memegang stir dengan kencang karena aku bisa merasakan tanganku gemetaran melihat kondisi Arial yang seperti itu.

Sepertinya dia kehilangan terlalu banyak darah.

Lalu setelah semua drama kepanikanku dan Arial yang terlalu santai menanggapi lukanya, akhirnya lukanya berhasil ditangani dengan baik. Sekarang, kami berdua sedang duduk di depan dokter untuk mendengarkan diagnosa lebih lanjut.

"Dok, suami saya gak perlu ditransfusi darah?" Tanyaku. Sebelumnya, dokter bilang luka Arial tidak terlalu parah karena sobekan kacanya tidak menembus terlalu dalam. Tapi karena sobekannya cukup lebar dan panjang, darah yang keluar seperti sangat banyak, padahal lukanya tidak separah itu. Tetap saja aku masih khawatir saat melihat wajah Arial yang masih terlihat pucat.

"Gak." Jawab dokter yang baru saja menangani Arial. "Kondisinya belum sampe harus ditransfusi, kok. Mbaknya aja yang terlalu panik lihat darah."

Aku mengangguk sambil terus memperhatikan Arial yang secara tidak terduga malah terlihat santai walaupun rambutnya super berantakan. Ada bekas darah kering di pipi kanannya. Darah di kemeja hitamnya hampir tidak terlihat karena sudah mulai mengering. Handuk dengan noda darah yang tadi membalut luka Arial sekarang menumpuk di pangkuannya. Dengan kemeja hitam dan ekpresi wajahnya yang kelewat tenang, dia malah jadi terlihat seperti anggota gangster baru selesai melakukan pembantaian.

"Tapi tadi darahnya banyak banget, dok." Kataku, memastikan lagi kalau Arial baik-baik saja. Saat itu, aku baru sadar tanganku yang penuh dengan noda darah masih gemetaran. Sebagian besar juga sudah mengering sekarang. Dokter juga sudah bilang Arial baik-baik saja, lukanya tidak mengenai saraf atau ligamen penting, tapi sepertinya kepanikanku belum hilang.

"Gini ya, mbak." Aku mendengar dokter itu berbicara, tapi aku masih memperhatikan tanganku yang gemetaran. "Mbak mau saya bantu lapor polisi? Ada indikasi kekerasan rumah tangga?"

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang