Chapter 23: Skandal

7.6K 505 5
                                    

Aku sedang mengecek smartphone ku ketika pesan dari Gea muncul di notifikasi

Gea: Kak, meet up yuk! Kangen...
Aku: Ayo! Mau Kapan?
Gea: Kakak kosong kapan?  Weekend besok? Siang ini atau sore nanti abis kakak beres kerja jg gpp.

Tanpa pikir panjang, aku langsung mengajak Gea bertemu di apartemen Arial.

Aku: Nanti malam ke apartemen Arial aja.

Gea agak lama membalas pesan dariku.

Gea: Aku g enak sama Mas Arial kalau di apartemen, kak.
Aku: Arial lagi ke luar kota. Kakak lagi sendirian di rumah.
Gea: Oh... owkay! Kakak jam berapa nyampe apartemen?
Aku: Jam 6an kakak biasanya udah di rumah.

Gea mengirimkan emoticon kiss dan OK untuk membalas pesanku. Aku kembali ke niatku untuk mengecek pesan dari Arial. Smartphone Arial sepertinya belum aktif, pesan yang aku kirimkan tadi malam pun masih centang satu. Setelah insiden 'Aku kangen' tiga malam lalu, Arial biasanya meneleponku di atas jam 8 malam. Mendengar suaranya cukup mengobati rasa kangenku padanya, hanya saja dari semalam dia lebih susah untuk dihubungi.

Hari ini sudah hari Jumat, berarti 5 hari aku tidak bertemu Arial. Aku merasa bukan tipe orang yang gampang merasa kesepian. Saat pandemik lalu, ketika semua orang dilarang keluar dari rumah, aku adalah salah satu dari sebagian kecil orang yang justru menikmati masa-masa di mana interaksi dengan manusia lain dapat dilakukan seminimal mungkin. Ketika yang lain mengeluh stress karena tidak bisa berkumpul dengan teman-teman, aku  malah tidak merasakan hal itu.

Jadi, aku tidak pernah mendeskripsikan diriku sebagai orang yang mudah kesepian. Sekarang aku menyadari kalau mungkin dulu aku belum menemukan orang yang tepat untuk membuatku merasakan hal itu. Sekarang aku sudah menemukannya.

Aku meminta Gea ke apartemen Arial, karena sekarang aku merasa kesepian. 

Sekitar pukul setengah 7, Gea baru sampai di apartemen Arial. Dia datang dengan membawa bingkisan dessert box. 

"Kak, hubungan kakak sama Mas Arial lancar?" Tanya Gea, setelah kami mengobrol panjang lebar tentang topik lain. Dia terlihat sedikit berhati-hati dengan pertanyaan itu. Mungkin dia masih merasa tidak enak karena kabur atau mungkin dia memang merasa pertanyaan itu terlalu masuk ke ranah pribadi.

"Lancar, kok." Jawabku, "Aku sama Arial baik-baik aja."

"Mas Arial gak pernah bersikap aneh atau pernah nyakitin kakak, kan?" Tanyanya lagi.

"Aneh gimana maksudnya?" Tanyaku, masih kurang paham dengan maksud Gea.

"Iya aneh, misal ada tendensi gampang marah gitu." Kata Gea, masih terlihat berhati-hati dengan pemilihan diksi yang dia gunakan. "Atau main tangan dan pernah ngelukain kakak secara verbal atau fisik."

Di antara aku dan Arial, yang pernah melukai secara fisik adalah aku. Pertanyaan tersebut mungkin seharusnya Gea utarakan kepada Arial, bukan kepadaku. "Nggak, Arial sopan banget." Jawabku. "Sejauh ini dia juga penyabar, dan gak pernah maen tangan sama aku. Agak tengil sih emang, jokes dia juga kadang terlalu bapak-bapak. Tapi di luar itu dia baik kok."

"Syukurlah kalau gitu." Gea terlihat lega ketika mendengar pengakuanku.

"Kenapa emang, Ge?" Tanyaku

"Jadi gini, kak." Gea sekarang terlihat lebih serius. "Sebetulnya ada yang belum aku ceritain ke kakak. Aku punya alasan lain kenapa aku milih kabur pas waktu dijodohin sama Mas Arial."

Aku mencoba mendengarkan ke mana arah pembicaraan Gea.

"Jadi, aku sempet denger rumor gak enak soal Mas Arial. Rumor yang bikin aku makin Overthink dan akhirnya milih kabur.  Aku denger kabar kalau Mas Arial pernah jadi pelaku kekerasan seksual pas waktu dia masih kuliah dulu."

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang