Chapter 31: Alibi

7.3K 448 16
                                    

Aku menangis di ruang tengah, semalaman. Arial juga tidak pernah menyusulku ke apartemen. Seperti janjinya, dia yang keluar dari rumah, meninggalkan aku yang sedang ingin sendirian, meratapi semuanya. Setelah lelah menangis, aku tertidur di ruang tengah, dalam posisi duduk di lantai dengan kepala yang bertumpu pada sofa.

Baru sekitar pukul 8 pagi aku terbangun, dengan kepala yang terasa berat dan badan yang terasa hancur karena posisi tidur yang tidak sesusai. Saat melihat wajahku terpantul di layar tv, kondisinya benar-benar telihat berantakan. Mata bengkak dan wajah yang sembab. Wajah dari orang yang patah hati. Aku beranjak menuju lemari es untuk mengambil es batu dari dalam freezer dan mengompres mataku agar tidak terlalu bengkak. 

Mungkin karena sudah menangis semalaman, melihat bukti perselingkuhan, dan sudah menumpahkan kecurigaan aku kepada Arial, hari ini aku jauh merasa lebih tenang. Sedih, aku tetap merasa sedih dan kesal, aku tetap merasa kecewa pada Arial, tetapi pagi ini aku jauh merasa lebih tenang. 

Aku menikmati es yang dingin di mata dan wajahku, membiarkan suhunya menusuk wajahku dan menyakiti tanganku. Setelah wajah dan tanganku kebas dan mati rasa, aku beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diriku.

Temperatur air sengaja aku set pada suhu yang relatif tinggi, membiarkan panasnya terasa di kulitku, tanpa meninggalkan luka bakar. Aku menikmati air hangat menghilangkan rasa penat di tubuhku, siraman shower panas di kepalaku membuat rasa sakit di kepalaku berkurang. Aku mandi sampai kulitku kemerahan.

Selesai mandi dan berganti pakaian, aku membuka kulkas untuk mencari makanan yang bisa dimakan. Isi kulkas ternyata sudah mulai menipis. Kalau tidak salah, detergen dan pelembut pakaian juga sudah habis. Nanti siang sebaiknya aku mengajak Arial untuk belanja bulanan.

Arial.

Untuk sesaat aku lupa kalau semalam kami bertengkar hebat. Aku melirik kunci mobil yang tergantung di tempatnya. Semalam mungkin Arial memberikan kunci itu padaku agar aku tetap bisa menggunakan mobilnya. Bahkan saat kami bertengkar pun, Arial tetap memastikan aku bisa pergi dengan nyaman. Dulu mungkin aku akan berpikir seperti itu, sekarang aku merasa dia menyuruhku belanja secara tidak langsung.

Aku jadi malas memasak, jadi aku hanya mengambil chocolate bar di kulkas dan memakannya. Aku malah jadi merasa sedih lagi ketika menyadari kalau chocolate bar  ini adalah coklat yang Arial berikan padaku saat aku nyeri haid. Terlalu banyak kebaikan yang dilakukan Arial kepadaku di apartemen ini. Semuanya membuatku sulit menerima kenyataan semalam.

Aku jadi berharap Arial tidak mengkhianatiku, tetapi buktinya terlalu kuat. 

Bukti. 

Aku belum membuka lagi bukti itu setelah fotonya aku buka semalam. Rasanya terlalu menyakitkan melihat priaku bermesraan dengan perempuan lain. Tetapi, mungkin kalau aku melihat foto itu lagi, aku bisa menemukan bantahan masuk akal. Mungkin memang foto itu tidak seperti yang aku bayangkan. 

Aku mengambil smartphone ku dan membuka foto itu lagi. Rasa sakit langsung terasa lagi di ulu hatiku ketika melihat foto itu. Walaupun sakit, aku memberanikan diri untuk tetap melihatnya.

Punggung. Tangan. 

Pandanganku berusaha menghindari area kepala karena tidak mau melihat lagi ciuman itu. Akan tetapi, saat keberanianku akhirnya terkumpul untuk melihat area kepala mereka, aku menyadari satu kemungkinan: Arial mungkin tidak berciuman dengan Laras. 

Sudut kameranya sama sekali tidak menunjukkan bibir mereka berpangutan. Tubuh tinggi Arial hampir menutup wajah Laras di foto pelukan ini terlihat seperti mesra. Namun, kalau aku menggunakan logikaku, satu foto ini tidak bisa membuktikan mereka berpelukan dengan lama dan bermesraan. Foto ini bahkan tidak menunjukkan mereka berciuman dengan jelas.

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang