Chapter 24: Insepsi

7.4K 536 2
                                    

Cerita Gea tentang Arial yang pernah terlibat kasus kekerasan seksual ternyata masih membuatku penasaran. Sayangnya rasa penasaranku tidak bisa langsung dikonfirmasi karena sampai hari ini, smartphone dia tetap belum bisa dihubungi. Semua pesan yang aku kirim masih bertanda centang satu dari hari Kamis malam dan sekarang sudah hari Minggu. Aku tidak percaya dengan rumor skandal yang ditujukan kepada Arial, tetapi aku juga penasaran kenapa temannya Gea bisa seyakin itu kalau pelakunya Arial. Padahal tidak ada bukti jelas lain selain inisial nama, dan identitas almamater yang sama dengan Arial.

Jumat malam sampai Sabtu siang, Gea menemaniku di apartemen. Kami mengobrolkan banyak hal, Gea juga masih penasaran apakah Arial benar-benar pria yang baik atau tidak. Beberapa kali Gea masih mencoba mengorek apakah Arial pernah menyakiti aku atau tidak, dan jawabannya jelas tidak pernah. Selama aku bersama Arial, dia selalu memperlakukan dengan baik. 

Aku jadi membayangkan kalau Gea tidak mendengar rumor skandal itu dari temannya mungkin dia tidak akan nekat kabur dan tetap menikahi Arial. Aku juga mungkin tidak akan merasakan jatuh cinta seperti sekarang. 

Minggu pagi, aku memutuskan untuk melakukan hobi yang biasanya dilakukan oleh Arial: Lari. Aku memang sudah berniat untuk lebih rajin lari untuk memperbaiki staminaku. Setidaknya aku bisa mengatur nafasku dengan lebih baik kalau nanti Arial mengajakku berlari lagi.

Kali ini aku berlari di track lari yang posisi lapangannya tidak terlalu jauh dari apartemen. Biasanya, saat Arial mengajakku lari, dia lebih memilih track jalanan umum, bukan track lari di lapangan. Menurutnya, lari di lapangan lebih mudah membuatnya capek karena suasananya cenderung monoton, sementara kalau dia lari di jalanan umum, pemandangan dan elevasi jalannya pasti berubah-ubah, jadi rasanya lebih variatif.

Aku sendiri tidak terlalu masalah lari di lapangan atau di jalan, saat masih aktif sebagai pemain basket, aku terbiasa latihan lari di mana punAku tidak menghitung sudah berapa keliling aku berlari, ketika ada seseorang yang memanggilku.

"Zia!" Aku menghentikan langkahku dan menoleh mencari sumber suara yang memanggilku. Dari jauh, aku melihat seorang perempuan berlari kecil ke arahku. Aku mengenalinya sebagai Fatia, anaknya tante Vera. Kami berkenalan di acara reuni ibu.

"Mbak Fatia?" Tanyaku. "Mbak biasa lari di sini juga?"

"Ini baru nyoba lari di sini." Katanya, dia mulai jogging kecil di sebelahku, dan aku mencoba mengikuti pace jogging dia. "Rumah aku lebih dekat ke kawasan utara, kalau minggu biasanya aku olah raga di sana. Cuma katanya ada bakso goreng viral di sekitar sini. Terus aku jadi pengen nyobain." Lanjutnya sambil tertawa.

Aku hanya tersenyum mendengar alasan Fatia, area olah raga ini memang terkenal menjadi tempat kumpul jajanan enak di hari Minggu pagi.

"Kak Iyal mana?" Tanyanya sambil celingukan. "Dia masih suka lari, kan?"

"Arial lagi dinas di luar kota." Jawabku.

"Yah, gak ketemu lagi." Katanya, terlihat kecewa. Kalau diingat-ingat, Fatia sepertinya memang merasa cukup kenal dekat dengan Arial, walaupun seingatku respon Arial tidak terlalu antusias ketika aku bilang kepadanya kalau aku baru bertemu dengan Fatia.

Tunggu, Fatia bilang dia banyak dibantu Arial waktu dia masih SMA. Mungkin Fatia sempat mendengar kasus yang Gea ceritakan kemarin.

"Mbak dulu pernah ditutorin Arial kan, ya?" Tanyaku. "Kalau boleh tahu dari kapan sampai kapan, yah?"

"ihh... kemarin kan aku udah bilang panggil Fatia aja." Katanya dengan ramah. "Aku emang lebih tua, tapi gak enak aja dipanggil Mbak sama istri dari orang yang udah aku anggep kakak sendiri. Harusnya aku yang panggil kamu Mbak atau Teteh."

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang