Chapter 30: Winter

7.2K 491 11
                                    


Fotonya di-shot dari belakang. Tetapi aku langsung mengenali punggung itu, punggung Arial yang dibalut jas berwarna biru donker, sama dengan jas yang dia kenakan sekarang. Tangan perempuan lain memeluk punggung itu dengan mesra. Dari jam tangan dan warna baju yang dikenakan perempuan itu, aku mengenali tangan itu sebagai tangan Laras, karena pagi tadi kami baru bertemu di kantor. 

Foto itu diambil hari ini.....

Aku langsung membalik layar smartphoneku karena tidak mau memperhatikan foto itu lebih jauh. 

Dadaku terasa sesak, aku mencoba mengatur nafasku. Pelan. Aku berhitung untuk mengatur jumlah tarikan nafas yang aku ambil dan berapa lama aku harus menahannya.

"Kamu kenapa khianatin aku?" Tanyaku, dengan suara bergetar.

"Kenapa, Zi?" Arial sepertinya belum mendengar pertanyaanku.

"Kamu kenapa khianatin aku?" Aku bertanya sekali lagi, dengan suara yang lebih keras dan stabil.

"Khianatin gimana, Zi?" Tanya Arial.

"Aku tau kamu selingkuh sama Laras." Aku mencoba mengucapkannya dengan tenang walaupun aku tahu aku mau menangis. Rasanya sakit sekali, cinta pertamaku sudah mengkhianatiku.

Arial langsung meminggirkan mobilnya. "Maksudnya gimana?" Tanya Arial

"Kamu selingkuh sama Laras, kan?" Tanyaku. "Udah berapa lama kamu selingkuh sama dia? Tiga bulan lalu waktu kamu ketemu di summit? Atau dari pas kamu dinas 10 hari di luar kota?"

"Maksud kamu apa, Zi?" Arial terlihat kebingungan dengan pembicaraanku.

"Jangan-jangan kamu selama ini selalu berhubungan sama Laras." Kataku, aku bisa merasa air mataku mulai menetes. "Aku ini cuma sampah, kan? Cuma topeng? Sesuatu yang harus kamu taklukin terus kamu pergi begitu aja."

"Zi, aku gak pernah selingkuh dari kamu!" Kata Arial.

"Gak usah bohong!" Kataku. "Aku punya buktinya!" Aku langsung menunjukkan layar smartphone ku ke Arial.

Arial terlihat kaget dengan foto yang terpampang di sana. "Ini gak seperti yang kamu liat, Zi."

Aku tertawa dengan omongan Arial, "Kalimat kamu udah seperti orang yang ketauan selingkuh."

"Kamu dengerin aku dulu!" Kata Arial, aku bisa melihat kepanikan di matanya, tapi dia masih berusaha terlihat tenang. "Aku bisa jelasin semuanya!"

"Pembohong! Semakin kamu ngomong," Kataku. "Kamu malah makin keliatan bersalah, Al."

"Terus aku harus gimana?" Kata Arial, kali ini suaranya sedikit meninggi. "Foto itu gak seperti yang kamu pikirin!"

"Alesan klise. Aku gak butuh alesan kamu, Al! Aku meninggikan suaraku lebih tinggi dari Arial, "Kamu udah khianatin aku! Kamu udah khianatin pernikahan kita! Padahal kamu janji gak akan menodai pernikahan ini! Aku muak sama kamu!"

Aku buru-buru membuka pintu mobil, tetapi Arial mengunci pintunya dari kursi pengemudi "Kita belum selesai bicara, Zi." Kata Arial, "Kamu belum denger penjelasan aku."

"Aku mau keluar." Kataku. "Buka kuncinya!"

"Pintunya akan tetap dikunci sampai kamu dengerin penjelasan aku."

"Aku gak mau denger penjelasan kamu. Biarin aku keluar!"

"Gak." Ketenangan suara Arial kembali

"Buka pintunya! Aku gak mau ada di deket pengkhianat!" Kataku dengan kencang.

"Okay, Fine!" Jawab Arial. "Kamu mau sendirian, aku tinggalin kamu sendirian. Tapi jangan di sini. Bukan di sini. Aku anterin kamu pulang."

"Aku gak mau pulang ke apartemen kamu." Kataku. "Aku gak sudi satu rumah dengan dengan kamu. Anterin aku pulang ke rumah orang tua aku."

"Zi, jangan kayak gini." Suara Arial terdengar memelas.

"Pulangin aku, Al!" Kataku.

"Nggak, aku gak akan pulangin kamu." 

"Aku juga gak mau serumah sama kamu." Jawabku.

"Aku yang keluar dari rumah." Arial mulai menjalankan kembali mobil. "Kamu stay di sana. Kalau kamu gak mau liat muka aku. Biar aku yang keluar."

Kami melanjutkan perjalanan kami dalam diam, rasanya perjalanan menuju apartemen Arial terasa sangat lama. Setelah sampai di basement apartemen, aku buru-buru keluar dari mobil, tetapi Arial menahan tanganku.

"Lepasin, Al." Kataku.

"Ambil kunci mobilnya." Arial menyerahkan kuncinya kepadaku. Suaranya nyaris terdengar dingin tanpa emosi.

"Buat, apa?" Tanyaku.

"Ambil." Mungkin baru kali ini aku merasakan intimidasi dari Arial. Dia tidak terdengar marah, wajahnya terlihat datar, seperti semua emosi diredam dan dihilangkan dari wajahnya. Hanya saja ada sesuatu di suaranya yang membuatku langsung menurut dan mengambil kunci di tangannya.

Setelah kuncinya ada di tanganku, Arial langsung ke luar dari mobil. Dia menungguku keluar dari mobil dan mengunci mobilnya. Setelah aku memastikan mobil terkunci dengan baik, aku bergegas menuju lift yang posisinya tidak jauh dari tempat mobil kami diparkir. Kebetulan pintunya baru saja terbuka karena ada penghuni lain yang keluar menuju basement.

Aku buru-buru memecet tombol untuk menutup pintu lift karena tidak mau naik bersama Arial, tetapi dia hanya memperhatikanku dari dekat mobil. Seperti hanya memastikan aku naik lift  dan sampai di rumah dengan selamat.

Dia hanya berdiri di sana, menatapku dalam diam. Sekali lagi aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan. Pintu lift tertutup, memutus kontak mataku dengannya. Setelah terbebas dari tatapan matanya, air mataku meleleh dengan deras. 

Setelah sampai di apartemen Arial, tangisanku langsung meledak. Beberapa bulan terakhir, Arial menjadikanku wanita paling bahagia di muka bumi, hari ini dia menghancurkan semuanya.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Author's note:

Interbellum: masa diantara perang dunia ke-1 dan ke-2. Kadang digunakan sebagai padanan untuk idiom "Calm before a storm" atau ketenangan sebelum badai

Trinity: Nama bom atom yang diuji coba Oppenheimer sebelum bom atom asli dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki

Winter: Merujuk pada "Nuclear Winter", adalah musim dingin berkepanjangan yang mungkin terjadi jika perang nuklir  benar-benar terjadi

Tiga bab ini dipersembahkan untuk 'perang dunia' yang terjadi antara Arial dan Zia :D


Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang