Chapter 26: Asmaraloka

9K 595 12
                                    

"Telepon aku rusak karena salah charging waktu di tempat kerja. Sirkuit, memori card, semua rusak karena kena tegangan listrik tinggi. Aku gak bisa ngehubungin kamu dari Kamis karena problem itu. Gak bisa segera ganti telepon juga karena akses ke toko barang elektronik terbatas."

Kurang lebih itu alasan yang dipaparkan Arial ketika aku menanyakan alasan kenapa dia tidak bisa dihubungi dari Kamis. Saat ini, aku sedang duduk di kasur Arial, dan aku baru selesai mengoleskan salep penghilang bekas luka di punggung Arial.

"Kangen, yah?" Tanyanya.

"Kamu kali yang kangen!" Kataku

"Emang iya." Jawab Arial.

Mendengar jawaban Arial yang singkat, aku malah jadi merasa dia sedang menggodaku terkait pesan pendek yang tidak sengaja aku kirim beberapa hari lalu.

"Gombal doank nih pasti." Kataku sambil buru-buru turun dari kasur dan menuju ke luar.

"Mau kemana?" Tanya Arial sambil menahan tanganku.

"Ke kamar." Jawabku, "Mau tidur, udah malem"

"Katanya kangen?"

"Ihh nggak, aku gak kangen!" Jawabku. Harga diriku sepertinya masih terlalu sombong untuk mengakui kalau aku benar-benar kangen dengan Arial. Semalam aku bahkan tidur di kamar ini untuk mengurangi rasa itu. Tetapi, ketika Arial akhirnya ada di sini, rasa-rasanya aku masih malu mengakui perasaanku sendiri.

Aku buru-buru mencoba melepaskan tangan Arial, tapi tangannya tetap menggenggam erat pergelangan tanganku. "Lepasin, Al. Aku mau tidur di kamarku." Kataku.

"Kamar ini kamar kamu juga." Jawab Arial.

"Tapi, aku juga punya kamar sendiri." Jawabku, masih mencoba melepaskan tangannya.

"Aku pernah janji, gak akan minta lebih." Kata Arial. "Sampai hari ini, aku belum melanggar janji itu. Hanya satu pelukan. Kamu masih nggak percaya sama aku?"

Kali ini, aku berhenti melawan.

"Hanya satu pelukan?" Tanyaku.

"Satu pelukan." Jawab Arial.

Aku berhenti melawan, dan Arial menarikku dengan lembut untuk duduk di sampingnya

"Aku kangen." Lanjut Arial, "Sabtu Minggu kemarin aku sengaja ngelembur biar hari ini bisa pulang."

Aku menunduk mendengar pengakuan dari Arial. Rasa senang dan salah tingkah menari-nari di dadaku. Wajahku pasti merona merah dan aku tidak mau Arial melihatku seperti ini.

"Kamu beneran gak kangen sama aku, Zi?" Tanyanya.

Aku mengangguk pelan.

"Kalau gitu, temenin aku di sini." Pinta Arial. "Satu pelukan, aku gak akan meminta lebih dari yang udah kamu kasih ke aku."

Arial bergerak mundur di atas kasur, kemudian berbaring di sisi kasur yang dekat dengan tembok. Dia memberikan ruang untukku tidur di sebelahnya sekaligus memberikan kesempatan untukku ke luar dari kamar ini.

Aku beranjak dari kasur, sepintas aku bisa melihat Arial terlihat kecewa karena dia mengira aku akan pergi dari kamar ini. Tetapi aku bukan mau pergi dari kamar ini, aku hanya mematikan lampu utama kamar. Samar-samar aku masih bisa melihat wajah Arial yang sepertinya kaget dan tidak percaya aku memutuskan untuk tinggal.

Aku menghampiri Arial dan meletakkan tubuhku dalam buaiannya. Tangannya langsung bergerak merangkulku, melingkupiku dengan hangat tubuhnya.

"Makasih udah mau percaya sama aku." Kata Arial.

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang