Chapter 18: Code Blue

8.3K 617 43
                                    

"Emergency!" Katanya sambil berbisik

"Ada apa?" Tanyaku. Aku ikut berbisik dan jadi ikut deg-degan melihat wajah Arial yang tegang, apa ada maling masuk ke rumah? Tapi apa kerja security kalau sampai ada orang asing bisa masuk ke dalam unit apartemen?

"Di dalem ada ibu aku" Jawab Arial

"Ibu kamu tahu kode apartemen ini?" Tanyaku.

"Iya, aku sengaja kasih passcode biar ibu leluasa keluar masuk apartemen ini tanpa harus nunggu aku pulang." Jawab Arial, "Ibu bisa kepikiran nih kalau liat kita masih pisah kamar. Beliau hapal betul kamar kamu yang sekarang biasanya berfungsi sebagai gudang."

"Terus kita harus gimana?" Tanyaku jadi ikutan panik

Pintu apartemen terbuka dan ibu Arial langsung menyapa kami "Kalian kok malah ngobrol di luar?" Katanya.

"Eh iya, bu." Jawab Arial sambil salim ke ibunya, "Ini baru mau masuk." Serunya, memeluk ibunya kemudian merangkulnya masuk ke dalam.

Setelah kami semua masuk ke dalam apartemen, dan Arial melepaskan rangkulan di bahu ibunya, aku juga ikut mencium tangan ibu mertuaku. "Kabar ibu gimana? Sehat?" Tanyaku. Sementara Arial membuka dan merapikan sepatunya.

"Ibu sehat, cantik." Jawabnya. "Maaf ibu ke sini gak ngabarin dulu. Kebiasaan, rasanya Arial masih bujang, padahal sekarang udah nikah sana anak cantik ini." Katanya sambil mengelus pipiku.

"Ibu ini emang kebiasaannya gitu, Zi." Jelas Arial. "Udah sepuh, tapi masih hobi jalan-jalan. Kadang dia suka lupa ngabarin kalau mau ke sini atau mau pergi sama temen-temennya. Pernah pas aku telepon, ibu tiba-tiba udah ada di Malang lagi tur bareng sama teman-temen paguyuban angklung lansia."

Mendengarkan cerita Arial, aku malah jadi khawatir. Karena walaupun masih terlihat muda dan sehat, usia ibunya Arial sudah lebih dari 60 tahun, usia yang rentan untuk bepergian sendiri. "Loh, ibu ke sini naik apa?" Tanyaku. "Kalau ngabarin kan bisa Zia jemput. Khawatir ada apa-apa juga di jalan."

"Tuh, bu!" Kata Arial, "Dengerin kata mantunya apa! Kalau omongan anak sendiri gak pernah didengerin soalnya."

"Apa sih, Nak." Balas ibu Arial. "Ibu kan udah biasa juga ke mana-mana sendiri. Udah hapal juga mau kemana, jadi jangan terlalu khawatir."

"Iya, tapi ibu udah sepuh sekarang." Jawab Arial. "Faktor risikonya semakin tinggi. Al cuman gak mau ibu kenapa-napa." Arial mengajak ibunya duduk di sofa, dan aku bisa melihat bagaimana Arial memperlakukan ibunya dengan sangat lembut. Lalu pandangan ibunya, beliau juga terlihat sangat bangga dengan anak laki-laki yang memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Aku mengikuti mereka dan duduk di sebelah ibu Arial.

"Ibu tadi naik travel." Katanya menjawabku pertanyaanku. "Sabtu Minggu besok rencananya ada reuni akbar SMA. Ibu ikut. Terus, ibu izin ikut nginep di sini beberapa hari, yah."

Aku melirik Arial. Dia terlihat sedang berpikir tentang kemungkinan yang bisa dipilih. Kamar di rumah ini hanya dua, jadi kalau ibunya menginap di sini, antara aku yang tidur bersama dengan mertuaku atau aku yang tidur sekamar dengan Arial. Arial menyinggung dengan jelas kalau ada kemungkinan kami yang masih pisah kamar akan membebani pikiran ibunya. 

"Ibu boleh kan menginap di sini?" Tanya mertuaku sekali lagi. Arial tidak menjawab, sepertinya dia tidak enak kalau memintaku untuk meminjamkan kamar ku kepada ibunya. Arial masih menghormati kenyamananku. Di sisi lain, dia juga tidak mungkin menolak ibunya untuk tinggal di sini. Dia juga pasti tidak mau ibunya tahu kalau hubungan kami berdua belum sejauh itu.

"Boleh, bu." Jawabku, berinisiatif. "Kebetulan ruangan yang biasanya jadi gudang juga baru kita rapiin, udah ada kasurnya juga jadi Ibu bisa istirahat di sana. Cuman banyak barang dan pakaian Zia di sana, karena lemari di kamarnya Arial gak muat buat nampung bajunya Zia jadi sebagian besar disimpan di kamar itu." Lanjutku, sepertinya tidak masalah kalau aku harus berpura-pura tidur sekamar dengan Arial hanya untuk berapa hari ke depan.

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang