Chapter 17: Emergency

7.7K 539 4
                                    

"Temen kamu yang mau ketemu mana?" Tanya Arial saat menjemputku di sore hari

"Dia ada kerjaan di luar kantor hari ini." Jawabku. "Dan sampai tadi bubar kantor belum pulang."

"Namanya siapa?" Lanjut Arial.

"Delina." Jawabku. "Dia temen pertama aku di kantor ini. Kaget gitu pas denger kita nikah."

"Kita sendiri masih kaget karena udah nikah, kan?" Kata Arial sambil mengemudikan mobilnya keluar dari basement dwi karya. Tadi aku memang terlambat ke luar kantor, sementara Arial sudah menjemputku. Jadi, karena waktu tunggunya cukup lama, Arial menungguku di parkiran basement.

Saat mobil kami baru mau melewati lobby untuk keluar dari gerbang kantor. Aku melihat Delina yang baru menyebrang keluar dari lobby. Sepertinya dia baru selesai absen dan buru-buru mau pulang. "Al, itu Delina." Kataku. "Kita anterin pulang sekalian, yuk! Kosannya searah kita pulang."

Arial mengangguk dan membuka kaca mobilnya, aku berteriak memanggil Delina, tapi dia tidak mendengar panggilanku. Gantian Arial yang mencoba memanggil nama Delina. Merasa dipanggil, Delina langsung menoleh, dan terlihat kebingungan ketika melihat orang yang tidak dia kenal memanggilnya. Aku mencondongkan badanku melawati Arial dan mengulurkan kepalaku ke dekat jendela sampai Delina bisa melihatku. "Del, ayo masuk!" Kataku.

Kali ini Delina terlihat kaget ketika melihatku, tapi dia langsung masuk ke kursi belakang.

"Delina kenalin ini Arial." Kataku memperkenalkan Arial. "Arial kenalin ini temen aku namanya Delina."

Arial mengucapkan halo dan mengangguk ke arah Delina dari kaca spion depan.

"Kamu langsung balik kan, Del?" Tanyaku. "Kita sekalian anter, yah. Kosan kamu searah sama jalan kita pulang soalnya."

"Iya, langsung pulang, Zi." Jawab Delina

"Kosannya di mana?" Tanya Arial ke Delina.

"Jalan Merbabu, Mas, eh ... Al, eh.. Arial" Jawab Delina terlihat segan, mungkin karena aku pernah bilang Arial 10 tahun lebih tua dariku

"Dari Se'i Sapi Laruka deket?"  Lanjut Arial.

"Iya, kosannya gak jauh dari situ." Delina masih terlihat segan dengan Arial, seperti masih menimbang antara menggunakan Pak atau Mas, atau memanggil langsung dengan nama. Mungkin dia bimbang karena aku sendiri masih memanggil Arial tanpa embel-embel kata 'Mas'. Padahal dia sudah menjadi suamiku dan umurnya jelas-jelas sepuluh tahun lebih tua dariku. Arial sendiri tidak pernah mempermasalahkan aku memanggilnya dengan embel-embel 'Mas' atau tidak.

"Kamu udah pernah nyobain Se'i sapinya gak, Zi?" Arial bertanya padaku.

Aku menggeleng.

"Padahal enak banget itu." Kata Arial, "Iya kan, Del?"

"Ih, iya lagi enak banget itu, Zi." Kata Delina "Kamu sih diajak jajan gak pernah mau ikut. Padahal udah berapa kali aku ajak makan di situ."

"Kita sekalian makan malam di situ gimana?" Tanya Arial

"Boleh." Jawabku. "Kamu makan bareng kita, ya." Ajakku sambil menengok ke kursi belakang untuk melihat Delina secara langsung.

"Ih jangan." Delina langsung buru-buru menggelengkan kepala. "Aku langsung ke kosan aja. Gak enak sama Mas Arial" Delina sepertinya sudah mengambil keputusan untuk menggunakan sebutan Mas bagi Arial. Dan tepat setelah mengatakan hal itu, suara perut keroncongan terdengar keras dari arah perut Delina.  Mukanya langsung terlihat merah karena malu. Aku langsung ingin tertawa tapi mata Delina yang melotot membuatku menahan tawa itu. Arial seperti malah terlihat datar tanpa ekspresi, dia pasti mendengar bunyi perut keroncongan tapi memutuskan untuk tidak merespon berlebihan karena tidak mau Delina lebih merasa malu lagi.

Sepuluh menit kemudian kami sampai di tempat makan. Setelah keluar dari mobil, Arial berjalan lebih dulu di depan kami, Delina menarik tanganku dan berbisik di telingaku.

"Zi, kamu kok gak bilang kalau suami kamu ganteng banget." Katanya.

"Ganteng?" Tanyaku.

"Laahhhhh, menurut kamu laki kamu itu gak ganteng?!! Aku paham kalau kamu nggak nyadar kamu itu cantik. Tapi masa kamu nggak ada kriteria cowok cakep itu gimana, suami kamu kagak masuk kriteria itu?" Tanya Delina

Aku merasa Arial adalah orang yang menarik, tapi apakah dia masuk kategori 'ganteng banget'? Aku sendiri bingung yang ada di kategori itu siapa. Biasanya, aku jarang menyebut lawan jenis ku tampan atau ganteng. Contoh, untuk standar kegantengan yang paling mudah dilihat adalah aktor-aktor korea misal, aku jarang langsung mengatakan aktor korea A ganteng. Biasanya aku butuh tiga sampai empat film untuk membuatku mengklaim aktor A ini menarik. Dan ketertarikanku biasanya bukan secara fisik, tapi lebih kepada skill berakting yang membuatku menikmati karyanya. Banyak aktor yang menurut orang kebanyakan ganteng, tapi ketika aku tonton aku tidak merasakan 'kegantengan' itu karena akting dia tidak bisa menarik perhatianku. Sebaliknya, aktor yang penampilannya sangat aku nikmati, malah dicap biasa aja atau berwajah pas-pasan oleh suara dominan.

Jadi aku bingung definisi ganteng banget yang dimaksud Delina apa? Apakah Arial ganteng banget? Yang pasti menurutku dia menarik. Dan semakin aku mengenal Arial, aku merasa ketertarikan aku kepadanya bukan secara fisik, aku tertarik mendengar pendapat dia, aku tertarik mendengar suaranya. Aku tertarik melihat bagaimana dia bereaksi atau merespon sesuatu. Apakah itu termasuk kategori ganteng yang dimaksud Delina? Jadi, mendengar pertanyaan Delina, aku hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan itu.

"Ya ampun, suami kamu mudah-mudahan sabar yah ngadepin cewek late bloomer plus kurang peka kayak kamu." Delina tampak terlihat frustrasi dan gemas dengan responku

***

Makan malam itu berlangsung cukup akrab, Delina beberapa kali mengajak Arial mengobrol Arial menjawabnya dengan ramah. Setelah berapa kali keserimpet dengan sebutan Mas dan tidak, Arial akhirnya meminta Delina untuk memanggilnya dengan sebutan nama saja biar lebih akrab.

Ketika makan malam kami sudah selesai, Arial memastikan lagi di mana posisi kosan Delina, biar dia bisa mengantar langsung ke kosannya, tapi Delina menolak karena kosannya hanya berjarak tiga rumah dari tempat kami makan. 

Saat mengantarku menuju mobil, Delina sempat berbisik ke arahku. "Suami kamu kayaknya tulus, aku sempet khawatir, tapi selamat yah buat pernikahan kalian." Delina memelukku, berterima kasih kepada Arial karena sudah ditraktir makan malama dan kemudian pamit menuju kosannya. Aku dan Arial melanjutkan perjalanan kami menuju apartemen, dan sekitar lima belas menit kemudian kami sampai di depan apartemen kami.

"Hari ini perbannya mau diganti lagi, gak?" Tanyaku saat Arial sedang memasukkan kode apartemen.

"Kayaknya besok lagi aja." Jawab Arial. "Tadi lukanya udah mulai sembuh juga, kan?" Tanyanya sambil membuka pintu apartemen.

Belum sempat aku menjawab, Arial malah menutup lagi pintu apartemennya dengan buru-buru.

"Emergency." Katanya dengan berbisik

"Ada apa?" Tanyaku. Aku jadi ikut berbisik dan deg-degan melihat wajah Arial yang tegang, apa ada maling masuk ke rumah? Tapi apa kerja security kalau sampai ada orang asing bisa masuk ke dalam unit apartemen?

"Di dalem ada ibu aku" Jawab Arial

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang