Chapter 16: Misterius

8.3K 524 6
                                    

"Kemarin, aku baru berantem sama cowokku." Delina tiba-tiba saja curhat kepadaku saat kami sedang makan siang di kantin. "Kita udah pacaran dari jaman kuliah, udah mau 6 tahun kita pacaran. Tapi ketika aku bahas masalah pernikahan dia bilang belum siap. Padahal umur kita berdua udah cukup, kan."

Aku hanya mengangguk-angguk mendengar curhatan Delina. Delina dan aku cukup sering menghabiskan waktu bersama. Selain karena ditempatkan di divisi yang sama, umurku juga sepantaran dengan Delina. Hanya saja Delina masuk ke perusahaan ini satu tahun lebih dulu daripadaku. Sebelumnya, dia anggota divisi pemasaran, tapi saat aku diterima di perusahaan ini, Delina juga baru dipindah ke divisi pengembangan dan kerja sama. Di divisi kami, semua anggotanya sudah menikah dan punya anak. Karena usia kami sama jadi kami cepat akrab dan jadi dekat. Delina yang masuk lebih dulu banyak membantuku beradaptasi dan berkenalan dengan pegawai lain di perusahaan ini.

"Maksud aku, kita berdua harus mulai mikirin juga kan soal biaya nikah." Lanjut Delina "Belum lagi masalah cicilan dan tabungan masa depan. Cowok aku kayak gak peduli gitu, Zi. Aku kan bukan dari keluarga berada, ya. Cowok aku juga bukan CEO di novel-novel roman. Kita berdua butuh plan keuangan buat bisa survive."

"Mungkin cowok kamu masih pengen settle dulu sebelum ngajak kamu nikah, Del." Komentarku, "Cowok kan biasanya banyak pertimbangan juga sebelum ngajak nikah. Kayak dia bakal sanggup gak jadi kepala keluarga. Kehidupan dia udah cukup stabil, kah? Dia udah sanggup nanggung masa depan kamu, nggak? Mungkin pikiran-pikiran ini yang masih nahan dia buat ngelamar kamu."

"Tapi ini bisa kita bahas bareng-bareng gak, sih?" Kata Delina, "Dia tuh kayak gak mau bahas masalah ini. Dia gak pernah bahas nanti kita mau tinggal di mana. Tabungan kita udah berapa. Cowok aku kayak masih pengen maen gitu, Zi. Padahal tahun depan umur aku juga udah 25. Yah emang belum 30, tapi temen-temenku yang lain udah banyak yang nikah. Dan aku emang pengennya nikah sebelum usia 26 tahun."

"Kenapa targetnya sebelum 26 tahun, Del" Tanyaku.

"Karena 26 tahun tuh kayak usia yang ideal gak sih?" Jawab Delina. "Aku udah punya kesempatan nyari pengalaman kerja dan nabung kurang lebih empat tahun. Jadi kemungkinan besar hidup aku udah stabil. Terus, anggaplah aku baru punya anak satu atau dua tahun kemudian, berarti di umur 30an anak-anak aku udah mulai masuk sekolah. Jadi di usia akhir 40an anak-anak aku udah pada kuliah semua. Bisa nikah di usia 26 tahun tuh kayak harus dibahas dari sekarang gak, sih? Tapi cowok aku ngehindar terus."

"Kamu jadi ngerasa cowok kamu kayak gak serius sama kamu, yah?" Tanyaku

Delina menangguk pelan.

Aku jadi teringat cerita teman kuliahku yang akhirnya memilih putus dengan pacarnya saat kuliah, karena dikenalkan dengan calon yang lebih siap secara mental untuk menikah. Padahal mereka sudah pacaran dari jaman SMA.

"Kamu sendiri target nikah kapan, Zi?" Tanya Delina "Sebulan ini kalau aku perhatiin kamu selalu dianter jemput terus. Cowok, ya? Masih penjajakan atau udah resmi jadi pacar, nih?"

Mendengar pertanyaan itu, nasi dengan lauk chicken popcorn yang baru saja masuk ke mulutku jadi terasa super kering dan membuatku tersedak. Aku belum cerita kepada siapa-siapa kalau bulan lalu aku sudah menikah dengan Arial. Buru-buru aku membuka tumbler untuk minum.

"Aura kamu tuh misterius aja soalnya, Zi." Lanjut Delina, "Kita taunya kamu nggak punya pacar. Pulang pergi selalu mandiri. Ngerjain tugas apapun capable banget sampai jarang repotin anggota tim lain. Terus kamu tuh kayak susah banget dideketin. Anak-anak HR sama divisi pemasaran banyak nanyain loh kamu udah punya pasangan atau belum."

Aku yang sedang minum untuk membantu mendorong nasi chicken popcorn tadi, malah jadi tersedak lagi karena mendengar pernyataan Delina. Aku baru tahu kalau banyak orang yang penasaran dengan statusku.

Marriage ProbationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang