1

338 54 15
                                    


Vote dulu sebelum baca🫶🏻
.
.
.

Dengan pelan Manda membuka matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk perlahan kedalam matanya. Pandangan pertama yang Manda lihat adalah lampu tidur miliknya yang masih menyala itu. Manda pun menelentangkan tubuhnya, menatap langit-langit kamarnya.

Manda menarik napas pelan dan memejamkan matanya sebentar. Sebenarnya dia malas sekali untuk bangun di sepagi ini jika tidak karena pekerjaan nya yang tidak bisa dia tinggal. Toh, ini juga bukan miliknya, melainkan milik peninggalan almarhumah Ibu nya.

Padahal Husein–Ayah Manda–, menyuruh untuk menutup toko bunga itu agar Manda bisa fokus dengan kuliahnya saja. Tapi Manda selalu melarang Husein untuk menutup toko bunga itu. Toh, jika tidak ada kesibukan Manda lebih senang menjaga toko bunga itu dan melihat beberapa pasangan bahagia yang datang untuk membeli bunga di toko itu.

Manda berdiri, berjalan kearah meja riasnya dan hendak mengambil Handphone. Pergerakan tangannya terhenti saat melihat foto dirinya dan laki-laki jangkung saat masih menggunakan seragam SMA yang terpajang di bingkai foto kecil di atas meja itu.

Perempuan berambut panjang itu terdiam lama sebelum mengambil foto itu, menatapnya dengan lama dan ... tersenyum tipis.

Dimana laki-laki itu berada? Apa dia merasakan rindu ini juga?

Manda juga tidak tahu, hubungan itu sudah hilang setahun yang lalu. Seharusnya Manda sudah tidak memikirkan laki-laki itu lagi. Tapi kenapa dia masih saja merindukan laki-laki itu setiap saat, padahal laki-laki itu sendiri yang memutuskan hubungan ini dan pergi meninggalkan Manda.

Laki-laki itu juga sudah tidak pernah menghubungi Manda lagi. Sekedar menanyakan kabar atau sekedar menyimpan nomornya saja pun sudah tidak, Manda tidak pernah lagi melihat story atau status yang laki-laki itu posting.

Sampai saat ini juga Manda tidak tahu apa alasan laki-laki itu meninggalkan nya. Pergi tanpa berpamitan pada Manda hingga perempuan itu harus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sendirian dalam benaknya.

"Manda, kamu sudah bangun, Nak?!"

Manda terkejut, dia meletakan cepat foto yang dia pegang tadi dan membalik tata letak foto itu. Manda menoleh secepat mungkin untuk melihat foto itu benar-benar tertutup sebelum menoleh kembali kearah pintu yang Husein ketuk. "Iya, Pah!"

"Permisi, sayang." Husein dengan pelan membuka pintu kamar anak perempuan nya itu. Husein tersenyum saat melihat Manda terduduk di kursi depan meja riasnya. Dia menghampiri Manda dan mengecup pelan kepala Manda.

"Kamu mau buka toko hari ini atau istirahat saja, yah? Papa takut kamu kecapekan, Manda."

Manda menggeleng pelan. "Manda enggak papa, Pa."

"Kamu dari kemarin kerja terus, kamu baik-baik aja, kan? Enggak sesek nafas kamu?"

Manda kembali menggelengkan kepalanya. Mengingat dirinya mempunyai asma sejak kecil, Husein selalu memperhatikan gerak-gerik Manda sejak kecil. Dia hafal betul jika Manda sedang sakit atau merasakan sesak di dadanya. Husein selalu melarang Manda untuk bekerja terlalu capek, jika capek Manda selalu merasakan sesak nafas dan susah untuk berbicara atau bahkan bergerak karena pernafasan yang terganggu.

"Kalau ada apa-apa jangan lupa minum obat, ya, sayang. Jangan pulang larut malam karena angin malam itu enggak baik. Kalau capek kamu bisa langsung pulang aja enggak perlu nunggu apa-apa lagi, Nak. Jangan buat susah dirimu sendiri."

Anak perempuan nya itu terkekeh melihat Husein yang terus berbicara. Tidak ada bedanya, semenjak Ibu Manda meninggal Husein tetap perhatian kepada Manda. Menguatkan Manda padahal Husein sendiri merasakan keterpurukan itu sendirian.

"Iya, Papa ku sayang."

•••••

"Makasih, yah."

Manda tersenyum saat salah satu pembeli bunga itu keluar dari toko, dia berjalan mendekat kearah perempuan yang menunggunya beberapa menit lalu di dekat motornya itu. Dengan senang perempuan itu menerima pemberian bunga dari laki-laki yang baru saja keluar dari toko bunga, mengucapkan terima kasih dan memeluk erat beberapa detik tubuh laki-laki itu.

Manda merasakan juga bahagianya perempuan yang sudah pergi dengan laki-laki itu. Wajahnya sangat ceria, menciumi bunga pemberian laki-laki itu terus menerus sambil memeluk erat tubuh laki-laki itu.

Pemandangan barusan membuatnya teringat masa-masa nya dulu saat masih bersama laki-laki itu. Laki-laki yang selalu mengantar jemputnya sekolah, laki-laki yang selalu melihat dan mengatur kegiatan sekolah Manda karena tahu bahwa Manda punya bawaan sakit asma sejak kecil. Perhatian-perhatian kecil yang selalu membuat Manda tersenyum, sentuhan-sentuhan laki-laki itu membuat Manda nyaman.

Manda merindukan semuanya yang ada di laki-laki itu.

"Hai, Sayang."

Manda tersentak kaget saat laki-laki bertubuh tinggi lebih darinya berdiri didepannya, hanya terhalang dengan meja kasir di toko. Laki-laki itu memegang erat tangan Manda dan tersenyum.

Perempuan itu mencoba untuk tersenyum untuk pacar nya. "Aldo...."

Aldo terkekeh. "Kenapa, sih? Lagian enggak ada yang lihat juga, kita kan udah pacaran lama juga."

"Ada cctv. Aku enggak enak kalau Papa lihat," ujar Manda sambil melirik kearah cctv yang ada tepat di atas sudut ruangan. Dengan pelan Manda menarik tangannya dan tersenyum gugup.

"Iya, sayang. Maaf, yah." Aldo mencoba untuk mengerti, mengacak gemas rambut Manda.

Sebenarnya tidak ada yang kurang di dalam kamusnya Aldo. Aldo perhatian, lembut, tidak pernah bersuara keras, selalu menyempatkan waktu bertemu Manda dan selalu ada disaat Manda butuh. Tapi sayang, ada satu hal yang Aldo tidak tahu.

Aldo tidak tahu jika Manda mempunyai penyakit Asma bawaan.

Tidak seperti laki-laki itu.

••••••

Makasih yang sudah baca🫶🏻
Vote, coment dan share yaa.

PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang