21

61 36 13
                                    

Vote dulu sebelum baca🫶🏻
.
.
.

Lima belas menit berlalu.

El duduk di sofa panjang berwarna putih, menjadikan kedua lututnya sebagai penyangga tubuhnya dengan kedua sikunya. Laki-laki itu menatap sekelilingnya, rumah yang sama sekali tidak pernah El masuki sebelumnya. El hanya melihat rumah ini dari luar saat hari itu mengantar perempuan berkacamata itu.

Jam sudah menunjukan pukul jam satu pagi, El sebenarnya sudah ada di depan sana sejak jam sebelas tadi. Namun, Ghani baru saja pergi saat jam dua belas. Dia tidak ingin mengganggu keberadaan Ghani di dalam rumah Manda. Dia memilih untuk duduk disalah satu kursi besi panjang yang ada di depan sana, tak jauh tapi El bisa melihat rumah Manda dari tempat dia duduk.

El memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah Manda saat beberapa menit kepergian Ghani dari rumah ini. Rasanya bercampur aduk, detak jantungnya berdetak kencang saat menanti Manda membukakan pintu untuknya. Getaran tubuhnya membuat El tidak bisa berdiri diam, sesekali mengusap lehernya sendiri dan menggaruk kepalanya.

Laki-laki itu masuk, pertama kali yang membuat El terdiam adalah jaket Ghani yang tersampir di kepala sofa tunggal. Rupanya memang benar, Ghani selalu kesini sama dengan cerita laki-laki itu seperti ditongkrongan. Manda berjalan lebih dulu, dia duduk dan dengan penuh keberanian mendongakkan wajahnya untuk menatap El setelah pertengkaran sore itu.

Tahu apa maksud Manda, El mengangguk canggung dan mendekat. Dia duduk disofa panjang itu, saat El baru saja mendaratkan tubuhnya, perempuan berkacamata itu menggeser tubuhnya agar sedikit berjarak dengan El.

Manda berdiri, menyuruh laki-laki itu menunggunya sebentar saja di sana. El mengangguk mengiyakan ucapan Manda, perempuan berkacamata itu berlalu meninggalkan El sendirian di sana. Sampai pada akhirnya, Manda datang dengan satu amplop di tangannya.

Perempuan berkacamata itu duduk, memberi amplop itu dan menunduk. El melihat getaran tangan Manda saat ia memberi amplop itu, dengan pelan El menerima amplop itu dan menaikan kedua alisnya. "Ini apa?"

Manda menarik napas pelan, memalingkan wajahnya. "Lihat aja dulu, buka amplop itu."

Terdengar suara Manda yang sangat berat, perempuan itu seperti menahan tangisannya. El membuka amplop itu dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan, nama rumah sakit disalah satu kotanya itu terpampang jelas diamplop itu. Jantung El terasa berhenti berdetak saat membaca isi surat dalam amplop itu.

Manda hamil.

Perempuan berkacamata yang duduk tepat disampingnya itu mengusap air mata yang jatuh tanpa permisi. Sesak sekali dadanya saat tidak sengaja melihat El yang mematung sambil menatap surat itu. Bagai ribuan petir menghujani perasaan Manda dan El sekarang, mereka sama-sama tidak mengeluarkan sedikit pun ucapan dari mulut mereka.

Manda. Manda pacar sahabatnya kini tengah mengandung anaknya, sama sekali tidak pernah terlintas untuk menyaksikan bahkan memerankan takdir ini selama hidup El. Begitu pun dengan Manda. "Lo hamil, Man."

"Lo hamil anak gue...," lirih El.

El menoleh, "Ghani tau lo hamil?"

Manda mengangguk.

"Apa yang bakal gue bilang ke Ghani, Man? Apa yang bakal gue bilang ke dia kalau lo hamil anak gue," lanjutnya dengan nada putus asa.

PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang