26

37 28 25
                                    

Vote dulu sebelum baca🫶🏻
.
.
.

Manda melepaskan jepitan rambutnya, ia melihat dirinya sendiri dalam pantulan cermin dihadapannya. Perempuan yang biasa memakai kacamata itu melihat sekeliling dalam kamar mandi kamarnya El, cukup bersih dan tidak terlalu sempit. Manda memegang tengkuk lehernya yang terasa pegal karena seharian duduk dipelaminan serta membalas salam dari orang-orang yang sama sekali tidak dia kenal.

Jangan tanyakan bagaimana keadaan dada Manda. Jelas saja terasa sesak, melihat banyak orang dan mendengar semua penjelasan Ghani yang selama ini ternyata laki-laki itu sembunyikan darinya. Mau bagaimana lagi? Manda hanya bisa meneteskan air mata ketika mengingat kembali pertemuannya dengan Ghani siang tadi.

Perempuan berambut panjang itu menggeleng, mencoba untuk tetap tenang dan membasuh wajah cantiknya dengan air yang mengalir diwastafel hadapannya. Manda pun beranjak dari sana setelah selesai membersihkan tubuhnya dengan mandi, mengganti baju dan membasahi rambutnya.

Manda terdiam ketika tidak sengaja melihat frame foto yang ada dimeja dekat pintu kamar mandi. Manda menghentikan langkahnya dengan handuk kecil ditangannya, ia terdiam beberapa saat ketika melihat foto itu. Perempuan siapa ini yang memeluk erat leher El? Perempuan itu memakai seragam yang berbeda dari seragam Manda dulu.

"Non?"

"Eh." Manda terkejut, dia langsung meletakan frame itu dan menoleh cepat kearah wanita bertubuh gemuk yang masuk kedalam kamar dengan nampan berisikan makanan.  Manda tersenyum canggung, sesekali melihat kembali frame itu untuk memastikan agar tidak jatuh. "Maaf, Buk."

Wanita itu tersenyum lembut, ia berjalan kearah meja yang mungkin saja sudah biasa ia letakan makanan. "Ibuk. Panggil aja Ibuk, karena El juga manggil saya Ibuk dari kecil. Dimakan, yah, nak. Mumpung masih panas supnya. Biar makin lega dadanya. Ibuk dengar kamu punya asma, kan?"

Manda mengernyit, namun dengan cepat tersenyum pelan dan mengangguk. "El udah cerita semuanya. Kamu persis banget sama anak Ibuk di Jogja sana, dia juga punya asma. Enggak bisa kecapekan, pasti kambuh. Habis ini jangan lupa minum obatnya kalau masih terasa sesak. Kalau ada apa-apa panggil Ibuk, yah? Jangan sungkan-sungkan."

"Iya, Buk. Makasih, yah...," balas Manda dengan pelan.

"Yaudah, Ibuk kedepan dulu entar–"

"Maaf, Buk. El..., mana, yah?" tanya Manda dengan canggung. Bu Yati tersenyum saat Manda dengan wajah canggungnya bertanya.

"Suamimu ada didepan, dia lagi merokok. Biasanya dia merokok dikamar. Tapi semenjak tau dia mau nikah, dia selalu merokok diluar dan ganti semua bahan-bahan kain yang ada dikamarnya ini," jelas Bu Yati. "Mau Ibuk panggilin?"

Manda menggeleng cepat, "enggak usah. Enggak papa, Buk, biarin aja."

"Yaudah, makan, yah."

Perempuan berambut basah itu mengangguk pelan.

Suamimu.

Terasa sedikit aneh untuk mendengar kata itu masuk kedalam telinga Manda. El yang dulu hanyalah teman sekolahnya, bahkan dekat saja tidak, kini menjadi suaminya. Aneh, tapi itulah kenyataannya.

Manda pun beranjak, memakai pakaian yang sudah Thea bawakan dari rumahnya. Betapa terkejutnya Manda melihat baju-baju yang sangat mustahil untuk dia miliki, perempuan berambut coklat itu pasti yang memasukan baju-baju ini kedalam koper Manda. Beberapa lingerie tipis dan tidak senonoh ada semua didalam koper ini, bahkan mau memakai dalaman setebal apapun pasti tetap akan tembus pandang.

PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang