20

67 37 9
                                    

Vote dulu sebelum baca🫶🏻
.
.
.

Ghani pun keluar dari mobil dengan tangan yang sudah membawa beberapa kantong berisikan makanan dan satu bucket bunga mawar merah. Dia menatap pintu rumah Manda yang tertutup rapat, ia melirik kearah cendela. Lampu dalam rumah Manda menyala semua, Ghani yakin perempuan itu pasti ada didalam sana.

Laki-laki itu mendekat, mengetuk pelan pintu itu. Tidak ada jawaban, Ghani pun memberanikan diri untuk membuka pintu itu. Ghani terdiam ketika pintu itu tidak dikunci, ia menoleh melihat Manda yang tertidur pulas disofa itu sambil meringkuk, memeluk foto Husein dan dirinya itu.

Padahal, Manda selalu mengusirnya ketika dirinya kesini. Manda selalu berkata tidak ingin bertemu siapa-siapa dulu, sekali pun dengan Ghani. Tapi Ghani bukanlah Ghani jika mengikuti ucapan Manda yang tidak ingin bertemu, Ghani selalu datang tanpa persetujuan Manda. Dari dulu, sampai sekarang.

Ghani mendekat, berlutut tepat didepan wajah manis Manda yang tertidur itu. Sadar dengan bayangan seseorang, Manda terbangun. Perempuan itu diam ketika tangan Ghani menyentuh wajahnya dengan sangat pelan.

"Ghani."

Laki-laki itu tersenyum. "Maaf udah buat kamu bangun, kamu udah makan? Aku dateng bawain kamu makanan."

Manda pun duduk, dia tersenyum ketika Ghani duduk tepat disampingnya dan memberikan bunga itu. Refleks dia mencium aroma wangi dari bunga itu dan menoleh menatap Ghani. Laki-laki yang Manda selalu semogakan agar bisa menjadi takdir hidupnya.

"Kamu enggak usah repot-repot selalu kesini bawa makanan, Ghani. Aku bisa masak, enggak perlu–"

"Enggak ada kata repot untuk kamu, sayang." Ghani tersenyum. "Aku pengen ketemu kamu, itu aja. Walaupun kamu selalu ngusir aku, aku tetep kesini."

Manda terkekeh dan membuat Ghani ikut terkekeh pelan. "Kamu nyebelin banget, enggak berubah dari dulu."

"Kamu juga. Kamu tetap Manda yang aku kenal, enggak berubah sama sekali."

Ucapan Ghani membuat Manda perlahan diam. Kekehan lucu tadi berubah menjadi senyuman getir, rasa sesak didadanya kembali dengan perlahan. Pertemuannya dengan El beberapa waktu lalu membuat Manda kembali terus menangis sejak pertemuan itu, sampai Manda tidak sadar dia tertidur diruang tamu tadi.

Manda tidak bisa membayangkan bagaimana nanti jika takdir dan semesta memisahkan Ghani dengannya karena sesuatu hal yang Manda tidak bisa bayangkan. Bagaimana sakitnya, pertemuannya dengan Ghani menjadi salah satu keinginan terbesar Manda kemarin.

Ghani betul-betul kembali. Tapi tidak dengan takdir.

"Aku bawain kamu nasi goreng kesukaan kamu."

Manda menaikan kedua alisnya, "nasi goreng?"

"Iya," jawab Ghani. "Nasi goreng yang selalu kamu minta pas kita masih sekolah dulu, bahkan kamu selalu minta nasi goreng ini kalau aku ajak jalan-jalan. Enggak pernah bosen, selalu minta ini."

"Serius?"

"Ya, ampun. Aku aja lupa, kamu masih inget ternyata," lanjut Manda dengan senyuman manis. "Makasih, Ghani."

Ghani mengangguk, "aku suapin, yah?"

"Aku bisa sendi–"

PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang