[SEBELUM MEMBACA HARAP FOLLOW AUTHOR DULU]
"Lo nggak tau siapa gue?" Vaga bertanya, matanya menyipit berbahaya.
Perempuan itu tertawa kecil, suaranya merdu namun ada nada mengejek di dalamnya. "Oh, gue tau siapa lo. Vaga Santara Altair, si 'villain'...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bab 4 | Red Scraft
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vaga memarkirkan Ducati Monster hitamnya di depan Chérie Patisserie, toko kue langganannya yang terletak di salah satu sudut kota Jakarta. Aroma manis menguar dari dalam toko, membuat Vaga teringat akan janji yang ia buat pada adik-adiknya.
Vaga melepas helm hitamnya, membiarkan angin sore membelai rambutnya yang sedikit berantakan. Scarf merah yang selalu melingkar di lehernya bergoyang pelan, seolah menari mengikuti hembusan angin. Dengan langkah santai namun penuh percaya diri, ia memasuki toko.
Suara lonceng kecil di atas pintu berbunyi lembut, menyambut kedatangannya. Aroma vanila dan butter yang hangat langsung menyerbu indera penciumannya, membuat sudut bibirnya sedikit terangkat. Ini adalah salah satu dari sedikit hal yang bisa membuatnya merasa── nyaman.
"Selamat sore, Mas," sapa pelayan toko dengan ramah. Senyumnya hangat, sudah terbiasa dengan kehadiran pelanggan setianya ini.
"Mau pesan yang biasa?"
Vaga mengangguk singkat, matanya yang tajam menyapu etalase berisi berbagai macam kue. "Iya. Red velvet. Sepuluh."
Pelayan itu tersenyum lebih lebar. "Wah, untuk adik Mas lagi ya? Mohon tunggu sebentar ya."
Sementara pelayan itu menyiapkan pesanannya, Vaga bersandar pada konter. Matanya yang gelap menyapu sekeliling toko, mengamati interior yang didominasi warna pastel dan ornamen-ornamen manis. Kontras sekali dengan penampilannya yang serba hitam dan berantakan.
Vaga tidak menyadari seorang gadis yang baru saja memasuki toko. Sera, mengenakan pakaian yang terlalu berlebihan hanya untuk sekedar ke toko kue dan terlihat mahal, melangkah anggun ke arah konter. Matanya yang besar berbinar melihat deretan kue yang menggoda di balik etalase kaca.
"Permisi," ucapnya pada pelayan yang baru saja kembali dengan pesanan Vaga. Suaranya lembut namun ada nada commanding di dalamnya.