[21] : DINNER

4.1K 142 7
                                    

Bab 21 | Dinner

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 21 | Dinner

Vaga memacu motornya dengan kencang, membelah jalanan Jakarta yang masih padat. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya, tapi ia tak peduli.  

Dari kejauhan, matanya yang tajam menangkap pemandangan ganjil. Tiga orang berperawakan besar sedang mengerumuni seseorang di gang sempit. Awalnya Vaga berniat untuk tidak peduli, tapi sesuatu menarik perhatiannya. Sosok yang dikeroyok itu terlihat familiar.

"Alfa?" gumamnya pelan, alisnya terangkat heran.

Tanpa pikir panjang, Vaga langsung membanting setir motornya ke arah gang tersebut. Ia mengerem mendadak, membuat ban motornya berdecit keras.

"WOY!" teriaknya lantang, membuat ketiga preman itu menoleh.

Vaga turun dari motornya dengan cepat, matanya berkilat berbahaya. Aura mengintimidasi yang selalu ia pancarkan kini terasa semakin kuat.

Alfa yang tersungkur di tanah menatap Vaga dengan campuran rasa lega dan takut. Wajahnya sudah lebam di beberapa bagian, bibirnya robek dan mengeluarkan darah.

"Va-Vaga?" ucap Alfa terbata.

Salah satu preman, yang sepertinya adalah pemimpin mereka, melangkah maju. "Lo siapa? Mau ikut campur urusan orang?"

Vaga mendengus, matanya menatap tajam ke arah preman itu. "Gue temen dia," jawabnya dingin. "Dan lo udah bikin masalah sama temen gue."

Tanpa aba-aba, Vaga langsung melayangkan pukulan ke wajah preman itu. Pukulannya yang keras membuat preman itu terhuyung ke belakang.

"Brengsek!" umpat preman itu, memegangi hidungnya yang kini mengeluarkan darah. "Hajar dia!"

Dua preman lainnya langsung menyerang Vaga. Tapi Vaga yang sudah terbiasa berkelahi tidak kesulitan menghadapi mereka. Dengan gerakan lincah, ia menghindari pukulan-pukulan yang diarahkan padanya.

Vaga balas menyerang. Pukulan demi pukulan ia layangkan dengan presisi. Dalam hitungan menit, ketiga preman itu sudah terkapar di tanah. Vaga berdiri di tengah, napasnya sedikit terengah tapi matanya masih menyala penuh amarah.

"Ga... lo nggak apa-apa?" tanya Alfa pelan, suaranya terdengar lemah.

Vaga menoleh, baru menyadari kondisi Alfa yang cukup parah. Wajahnya lebam, sudut bibirnya robek dan mengeluarkan darah.

"Harusnya gue yang nanya gitu ke lo," balas Vaga, nada suaranya masih dingin tapi ada secercah kekhawatiran di sana. "Lo bisa berdiri?"

Alfa mengangguk pelan, berusaha bangkit dengan susah payah. Vaga menghampirinya, membantu Alfa berdiri.

"Makasih, Ga," ucap Alfa lirih. "Gue... gue nggak tau bakal gimana kalo lo nggak dateng."

Vaga hanya mengangguk singkat. Matanya kembali menatap tajam ke arah tiga preman yang mulai bangkit.

VAGASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang