[SEBELUM MEMBACA HARAP FOLLOW AUTHOR DULU]
"Lo nggak tau siapa gue?" Vaga bertanya, matanya menyipit berbahaya.
Perempuan itu tertawa kecil, suaranya merdu namun ada nada mengejek di dalamnya. "Oh, gue tau siapa lo. Vaga Santara Altair, si 'villain'...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hallo reads!! aku mau ngingetin yaa, cerita ini bakalan mix konsep lokal dengan budaya barat jadi taulah bakal gimana, tapi gak akan se lost itu yaa tetap ada batasannya
⚠️Part ini mengandung sesuatu yang mendebarkan, huftt.
Absen dulu, kalian tahu cerita ini di mana?
Ramein tiap paragraf ya<3
Happy reading, Reds. Semoga suka yaa, tandain bagian yang typo💖
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bab 26 | Hug & Kiss
Sera menarik Vaga memasuki ruang UKS yang sepi. Aroma antiseptik yang khas menyeruak, menyambut mereka begitu pintu terbuka. Gadis itu menuntun Vaga untuk duduk di salah satu brankar, sementara ia bergegas mencari kotak P3K.
Vaga memperhatikan Sera yang bergerak cepat mengeluarkan obat-obatan dan kapas dari kotak putih itu. Jemari lentiknya dengan terampil memilah berbagai botol dan perban.
Gadis itu belum mengeluarkan sepatah kata pun sejak mereka meninggalkan ruang BK. Vaga bisa melihat raut wajah Sera yang tegang, bibirnya terkatup rapat membentuk garis tipis.
"Lo denger semuanya tadi?" Vaga akhirnya memecah keheningan, suaranya sedikit serak.
Sera tersentak, tangannya yang sedang memegang botol antiseptik terhenti di udara. Ia mengalihkan perhatiannya dari obat-obatan ke mata elang Vaga yang menatapnya tajam. Tentu saja ia mendengar semuanya. Siapa yang tidak akan mendengar teriakan sekeras itu?
Ia tidak pernah menyangka kalau Ravin dan Vaga ternyata bersaudara. Tapi yang lebih mengejutkan lagi adalah perlakuan papa Vaga terhadap anaknya sendiri. Tamparan itu, makian itu, Sera mendengar semuanya dengan jelas.
Sera tidak pernah membayangkan bahwa cowok yang terkenal berandalan dengan segala rumor buruknya ini ternyata mendapat kebencian begitu besar dari papanya sendiri.
"Ra?" suara Vaga kembali menarik Sera dari lamunannya.
"Iya, gue denger," jawab Sera pelan.
Vaga tampak ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Sera mendahuluinya. "Obatin dulu lukanya, nanti infeksi."