[11] : HE IS ANNOYING

2.8K 95 107
                                    

Bab 11 | He Is Annoying

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 11 | He Is Annoying

Suara denting alat-alat bengkel dan dengung mesin memenuhi udara. Aroma khas oli dan bensin menguar, bercampur dengan keringat dan debu. Di sudut bengkel, Vaga berdiri tegak, tangannya yang kotor oleh oli mengelap kunci pas yang baru saja ia gunakan. Matanya yang tajam menyipit, mengamati hasil kerjanya dengan teliti.

Mobil tua di hadapannya, yang tadinya tergeletak tak berdaya, kini tampak lebih hidup. Vaga menghela napas panjang, ada kepuasan tersendiri yang ia rasakan setiap kali berhasil 'menghidupkan' kembali mesin-mesin tua ini. Setidaknya di sini, di antara baut dan mur, ia merasa berguna.

"Woi, Ga!" suara Bang Adnan memecah konsentrasinya. "Udah beres belom tuh mobil?"

Vaga menoleh, mendapati sosok pria yang terpaut tiga tahun lebih tua darinya itu berjalan mendekat. Bang Adnan, dengan kaus lusuh dan celana jeans belel, adalah figur yang sudah Vaga anggap seperti kakaknya sendiri selama tiga tahun terakhir.

"Udah, Bang," jawab Vaga singkat, mengusap peluh di dahinya dengan punggung tangan. "Tinggal tes jalan doang."

Bang Adnan mengangguk puas, matanya menyipit mengamati hasil kerja Vaga. "Mantep! Lo emang bisa diandalin, Ga. Gimana? Ada kendala?"

Vaga menggeleng pelan. "Nggak ada yang terlalu serius. Sistem pendinginnya emang agak ribet, tapi udah gue beresin."

"Nice," Bang Adnan menepuk bahu Vaga dengan bangga. "Gila ya, tiga tahun doang lo udah jago gini. Inget nggak dulu pas pertama kali ke sini? Bedain kunci inggris sama kunci pas aja masih bingung."

Vaga mendengus pelan, tapi ada senyum tipis yang tersungging di bibirnya. Ia ingat betul hari itu, hari di mana ia, dengan segala keputusasaannya, memutuskan untuk 'kabur' ke bengkel ini. Saat itu, ia hanya ingin menjauh dari dunianya yang lama, dari bayang-bayang masa lalunya yang kelam.

"Nih," Bang Adnan menyodorkan amplop coklat ke arah Vaga, membuyarkan lamunannya. "Gaji lo bulan ini. Plus bonus karena lo udah ngeberesin tuh mobil tua. Gue tau itu kerjaan yang ribet."

Vaga menatap amplop itu dengan ragu. Tangannya yang masih kotor oleh oli terulur perlahan. "Makasih, Bang. Tapi bonusnya nggak usah deh, gue udah cukup──"

"Eh, jangan sok-sokan nolak rejeki," potong Bang Adnan, setengah bercanda. "Lo udah kerja keras, pantes dapet itu. Lagian, lo kan perlu duit buat besok."

Vaga mengerutkan keningnya. "Besok?"

"Iya, besok. Bukannya lo ada acara?" Bang Adnan menyeringai jahil. "Tuh, dari tadi HP lo bunyi terus. Pasti ada yang nunggu-nunggu lo."

Vaga memutar bola matanya, tapi tidak membantah. Pikirannya melayang ke gadis berambut panjang dengan senyum menantang yang akan ia temui besok. Sera.

"Udah lah, Bang," Vaga akhirnya berkata, menerima amplop itu. "Thanks ya."

VAGASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang