[23] : LOSING EVERYTHING

2.3K 90 7
                                    

Bab 23 | Losing Everything

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 23 | Losing Everything

Bab 23 | Losing Everything

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, Tahun 2015

Sore itu, langit Jakarta mulai memerah ketika Vaga melangkah pulang dari sekolah. Tas ransel bergambar superhero kesukaannya terasa berat di punggung kecilnya. Usianya baru 9 tahun, tapi beban yang ia pikul terasa jauh lebih berat dari sekadar buku-buku pelajaran.

Anak kecil itu menghela napas panjang saat menatap gerbang rumahnya yang menjulang tinggi. Ia membuka gerbang dengan enggan, matanya menatap nanar ke arah jendela lantai dua yang selalu tertutup rapat── kamar Mama.

"Apa Mama masih mengurung diri hari ini?" pikir Vaga kecil.

Sudah berbulan-bulan Mamanya jarang keluar kamar, tenggelam dalam dunianya sendiri yang gelap dan dingin. Vaga rindu saat-saat di mana Mamanya akan menyambutnya dengan senyum hangat dan pelukan erat sepulang sekolah.

Sekarang, yang menyambutnya hanyalah kesunyian yang mencekam.

Sementara Papanya... Vaga bahkan tidak ingat kapan terakhir kali mereka berbicara lebih dari sekadar basa-basi formal. Papa selalu sibuk dengan pekerjaannya, pulang larut malam dan berangkat pagi-pagi sekali. Kalaupun ada di rumah, Papanya lebih sering mengurung diri di ruang kerjanya, menghindari interaksi dengan Vaga dan Mamanya.

Saat Vaga membuka pintu, ia mendengar suara tawa dari ruang keluarga. Dahinya berkerut heran. Suara tawa itu asing, bukan milik Mama atau Papanya. Dengan langkah ragu, Vaga mengintip ke ruang keluarga.

Pemandangan yang menyambutnya membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. Papa duduk di sofa, tersenyum lebar - sesuatu yang sudah lama tidak Vaga lihat. Di sampingnya, duduk seorang wanita cantik berambut panjang dan seorang anak laki-laki seumuran Vaga.

Vaga merasa dunianya berputar. Siapa mereka? Mengapa Papanya terlihat begitu bahagia bersama mereka? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benaknya, namun ia tak mampu mengutarakannya.

"Vaga!" suara Papanya terdengar riang, kontras dengan nada dingin yang biasa ia gunakan saat berbicara dengan Vaga. "Kemarilah, ada yang ingin Papa kenalkan."

VAGASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang