Bekerja selama tujuh tahun sebagai seorang sekretaris dengan model bos seperti Zhafran Afandi, benar-benar membuat Rachel harus memupuk kesabaran seluas samudera. Bagaimana tidak? Zhafran adalah definisi bos menyebalkan, banyak mau, dan juga super d...
Rachel menatap kasian pada seorang gadis yang baru saja keluar dari ruangan bosnya, Zhafran Afandi. Kondisi gadis itu benar-benar sama dengan keadaan beberapa gadis lain yang selama ini selalu menangis ketika selesai bertemu dengan bosnya tersebut.
"Apa sih yang di lakuin sama tuh orang? Kok pada nangis semua cewek-cewek itu?" gumam Rachel dengan tatapan yang penasaran ke arah pintu besar berwarna coklat yang ada di hadapannya.
Tiba-tiba saja, intercommiliknya yang ada di atas meja berbunyi. Dia pun dengan cepat menekan tombolyang ada di alat tersebut.
"Ke ruangan saya sekarang!"
Rachel menutup kedua matanya seraya menguatkan dirinya untuk tidak memaki bos kampret nya itu. "Sabar, Rachel. Sabar. Lo harus tersenyum manis di hadapan bos kampret lo itu, meski pun hati lo pengen banget maki-maki dia."
Dengan senyum yang sudah terpasang di wajah cantiknya, Rachel berjalan dengan anggun masuk ke dalam pintu berwarna coklat yang sebelumnya dia lihat.
Saat masuk di dalam ruangan, Rachel bisa melihat tatapan tajam dengan penuh kematian dari mata bos nya tengah menatap ke arahnya.
"Saya sudah sering mengatakan kepada kamu bukan, jika ada perempuan-perempuan yang ibu saya suruh datang untuk menemui saya, katakan saya tidak berada di kantor. Ini sudah ke dua puluh kalinya saya mengatakan ini kepada kamu, kamu sebenarnya paham kata-kata saya atau tidak?" ucap Zhafran dengan aura gelapnya.
Rachel berusaha tenang dan membalas tatapan tajam dari bosnya tersebut dengan senyum karir andalannya. Meskipun di dalam hatinya dia juga ketar ketir sendiri. "Pak, bukannya saya tidak ingin melaksanakan perintah yang bapak sampaikan, saya takut, pak. Soalnya ibu bapak menghubungi saya supaya saya mempersilahkan para perempuan itu menemui bapak. Lagi pula, pak, saya takut kualat sama ibu bapak kalau saya bohong."
"Kalau begitu kamu bekerja bersama ibu saya saja, tidak perlu bekerja lagi bersama saya."
Rachel yang mendengar itu sontak menatap berbinar pada lelaki di hadapannya. "Beneran, pak? Berarti saya boleh resign?"
Zhafran mendengus. "Dalam mimpi kamu. Sudah sana, keluar. Oh iya, jangan lupa proposal yang saya suruh kamu buat, dalam satu jam ke depan sudah ada di meja saya."
Rachel melotot tak terima. "Pak? Yang benar aja? Bapak baru sepuluh menit yang lalu loh ngasih tau saya buat bikin proposal!"
"Satu jam atau gaji kamu saya potong di tambah lembur selama dua minggu?" ancam Zhafran.
Rachel mengutuk dalam hati lelaki yang tengah duduk santai di kursi kebesarannya itu. Rasanya dia ingin sekali berteriak di wajah bosnya tersebut. Huft, sabar, itu adalah kata kunci yang Rachel terapkan dalam dirinya. Dengan senyum karir miliknya, Rachel mengangguk. "Baik, pak. Dalam satu jam ke depan, proposal yang bapak suruh sudah ada di meja bapak. Kalau begitu saya permisi."
Dengan perasaan yang dongkol setengah mati, Rachel keluar dari ruangan tersebut. Dan saat berhasil keluar dari ruangan terkutuk itu, Rachel langsung meninju-ninju kan tangannya di udara layaknya meninju seseorang yang tadi memberinya perintah. Jika saja dia bisa resign, sudah sejak lama dia resign dari perusahaan ini. Namun, biaya hidupnya di ibukota benar-benar mahal. Biaya hidup yang dia maksud adalah biaya hidup pribadi dan juga pergaulannya. Selain itu, hal yang membuatnya sulit resign adalah karena bos kampret nya itu. Bos kampret nya itu tidak akan menyetujui masalah resign nya. Alasannya, karena dia sudah nyaman memiliki sekretaris seperti dirinya dan hanya dia saja yang tahan menjadi sekretaris lelaki itu. Yaiyalah, orang gila mana yang bakal tahan kalau memiliki bos seperti Zhafran Afandi itu? Sama saja menyerahkan hidup dan mati mu ke dalam santapan harimau yang tengah kelaparan. Dan ya, orang gila itu adalah dirinya sendiri.
*****
Hampir satu jam Rachel berkutat dengan proposal miliknya. Akhirnya, proposal dadakan itu telah selesai dan sekarang waktunya dia mengantarkan proposal tersebut ke ruangan bos kampret Zhafran itu.
Sahutan dari dalam yang mempersilahkan dia masuk setelah mengetuk pintu membuatnya melangkahkan kakinya dengan senyum karir andalannya. "Ini proposal yang bapak minta sebelumnya. Sebelum satu jam saya sudah menyelesaikan proposal dadakan dari bapak" Rachel pun meletakkan proposal yang di buatnya ke atas meja milik Zhafran.
Zhafran yang sebelumnya memeriksa berkas di hadapannya dengan serius langsung mengalihkan tatapannya pada proposal yang baru saja di letakkan oleh sekretarisnya. Dengan teliti Zhafran memeriksa proposal itu dengan cermat. Dia mengangguk seakan-akan memuji keahlian sekretarisnya ini. "Proposal kamu bagus. Silahkan keluar."
Sialan, maki Rachel dalam hatinya. Dia pun dengan cepat membalikkan badannya.
"Rachel, tunggu" cegat Zhafran.
Rachel yang hendak melangkahkan kakinya sontak kembali membalikkan badannya menghadap ke arah bosnya. "Ada apa, pak? Apa ada sesuatu yang bapak butuhkan?"
"Ini--- silahkan pakai kartu saya untuk membeli makan siang kamu. Kamu pasti belum istirahat, bukan?" unjuk Zhafran memberi kartu miliknya.
Rachel menganga tak percaya dengan apa yang dia dengar sekarang. "Bapak sehat kan, pak?"
Rachel seketika tersenyum menggoda pada bosnya tersebut. "Ciye... Bapak diam-diam perhatian ya sama saya? Bapak takut saya sakit ya?"
Zhafran melotot. "Jangan terlalu percaya diri kamu. Ini bentuk rasa kemanusiaan saya sebagai atasan kamu. Lagi pula, jika kamu sakit saya juga yang akhirnya ikut kelimpungan karena kamu tidak masuk bekerja."
"Jujur banget jawabannya, pak. Lagi pula saya juga bercanda kali, pak. Serius banget bawaannya" ucap Rachel dan kemudian mengambil tanpa ragu kartu milik atasannya tersebut. "Yaudah, saya pakai ya, pak? Bapak jangan nyesal loh?"
Zhafran berdehem. "Sudah sana."
Rachel mendelik kesal ke arah lelaki yang sudah kembali fokus dengan berkas yang dia baca sebelumnya. "Lihat aja, gue bakal beli makanan yang paling mahal buat gue makan siang dan buat gue bawa pulang ke rumah nanti. Lagian, kayanya gak bakal kerasa juga kalau tuh duit berkurang. Tuh orang kan sultan."
Dengan perasaan yang senang, Rachel keluar dari ruangan terkutuk bosnya. Dia pun memilih restoran jepang sebagi menu untuk makan siangnya yang sudah tertunda hampir satu jam lamanya itu.
Zhafran yang tadi fokus menatap berkasnya sontak mengalihkan tatapannya ke arah pintu ruangannya yang sudah tertutup rapat. Dia membenarkan kaca mata yang bertengger di wajahnya dan kemudian melanjutkan kembali memeriksa berkas miliknya.
-bersambung-
😉😉😉😉
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.