3. Keluarga

3.1K 374 80
                                    

"Stella!"

Sang empu nama lantas berbalik ketika teriakan itu terdengar. Sepertinya pelaku sangat senang melihat Stella, sampai tidak memperhatikan sekitar. Terhitung ada tujuh orang yang menoleh karena ulahnya. Tentu saja, sebagian besar karena merasa terganggu. Penasaran akan sosok yang memanggil sekencang itu di tengah keramaian mal.

Stella sempat tersenyum, merasa senang ketika melihat sosok yang memanggilnya barusan. Namun, tiga detik setelahnya, senyum itu berubah palsu tatkala netranya menangkap kehadiran dua orang yang lain. Itu keluarga Andreas. Yang sedang melambai pada Stella adalah Pak Pandhu-papa mertua. Sedangkan dua perempuan yang menatap Stella tak suka adalah Bu Meisya dan Tiara-mama mertua dan adik ipar Stella.

"Kamu sedang apa di sini, Nak? Kenapa sendirian? Andreas mana?" Pertanyaan berentet itu langsung disuguhkan Pak Pandhu setelah Stella mencium punggung tangannya.

"Aku lagi cari kado buat ulang tahun Rachel, Pa. Mas Andreas ada rapat, jadi gak bisa ikut," jawab Stella sambil bergeser ke arah kanan. Ia mengangkat tangan dan menatap sang mama mertua penuh harap. "Ma?"

"Gak usah, lah!" dengkus Bu Meisya sambil membuang muka, enggan membiarkan Stella mencium punggung tangannya.

Stella hanya bisa tersenyum kecut seraya menurunkan kembali tangannya yang terasa hampa. Ini salah Stella. Sudah tahu mama Andreas itu sangat anti bersentuhan dengannya, Stella masih saja mencoba. Jujur, selain untuk formalitas kesopanan, ada sedikit harapan suatu hari beliau akan menyambut uluran tangan Stella. Meskipun terpaksa.

"Apa kabar, Dek?"

"Apaan, sih?!"

Nice try!

Rupanya, sang adik ipar juga masih enggan menerima Stella sebagai bagian dari keluarga, sebagai istri dari kakaknya. Daripada semakin tersudutkan oleh sikap tidak menyenangkan, lebih baik Stella kembali berhadapan dengan sang papa mertua.

"Papa ada acara di sini, ya? Datangnya rame-rame." Hanya satu detik setelah basa-basi itu terlontar, Stella langsung menyesal. Aduh .... Kenapa aku nanya begitu, coba? Kesannya kayak kepo banget!

"Kita dari bioskop. Tiara, nih, paksa Papa sama Mama buat ikut nonton. Film romansa begitu. Katanya, biar cintanya Papa sama Mama gak luntur biarpun udah nikah lama," balas Pak Pandhu, masih dengan semangat yang menggebu. Kemudian, padangan beliau tertuju pada paper bag besar yang dibawa oleh Pak Yono. "Kadonya udah dapat, ya?"

"Udah, Pa."

"Tapi kamu pasti belum makan, kan? Ikut sama Papa aja, yuk? Kita makan bareng."

"Pa!" Bu Meisya langsung melayangkan protes hanya dengan satu kata.

"Papa apaan, sih? Ini acara aku, ya, jangan dirusak, dong!" Tiara tak mau kalah.

Katanya, dalam keluarga, kita bisa menemukan kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup. Di sanalah tempat kita berlindung dari segala badai. Dalam keluarga, kita bisa belajar arti kasih sayang, kebersamaan, dan pengorbanan.

Namun, sayangnya itu tidak berlaku untuk Stella. Keluargalah yang menjadi tantangan hidup bagi Stella. Hanya berlaku di hadapan hukum, Stella adalah bagian dari keluarga Hartanto. Tidak di realita, tidak di hati. Keluarga yang ditinggalkan mendiang ayahnya pun adalah badai paling ganas dalam hidup Stella. Ibu dan kakak tirinya, mereka adalah mimpi buruk!

"Maaf banget, Pa, aku gak bisa ikut. Aku udah makan, barusan banget." Demi menghindari suasana yang lebih tidak menyenangkan, Stella memilih berdusta. Dia berbalik, menatap Pak Yono yang sedari tadi berdiri di belakang. "Iya, kan, Pak Yono?"

Lelaki paruh baya itu tersentak, tak siap dengan todongan Stella. Ia sempat bingung, terlebih ketika sang majikan mengedip berulang kali. Setelah paham arti kode itu, barulah Pak Yono berkata, "Iya, Pak. Bu Stella baru selesai makan malam."

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang