20. Perlindungan

1.5K 216 38
                                    

Akhirnyaaaa, bisa update agak pagi •́⁠ ⁠ ⁠‿⁠ ⁠,⁠•̀

*
*
*

"Dre, ada Kakek Sadewa!" seru Levine seraya menerobos masuk ke ruang kerja Andreas.

Lelaki itu mengernyitkan dahi. Andreas menurunkan proposal yang diserahkan oleh Riga beberapa saat yang lalu. "Ngapain Kakek ke sini?"

"Gue gak tahu. Barusan dapet chat dari front officer. Katanya, Kakek Sadewa kelihatan marah banget. Dia udah masuk lift, pasti menuju ke sini."

Garis kebingungan tercetak dengan jelas di wajah tampan Andreas. Levine memang sengaja bertukar nomor ponsel dengan front officer untuk mengetahui kedatangan anggota Keluarga Hartanto. Supaya Andreas bisa bersiap-siap sebelum mereka sampai ke lantai atas.

Hanya saja ... kesalahan apa yang sudah Andreas perbuat sampai membuat kakeknya datang ke kantor tanpa pemberitahuan seperti ini? Perusahaan aman-aman saja sejauh ini. Hubungannya dengan Stella pun tidak ada masalah. Sambil mengembuskan napas panjang, Andreas pun melempar proposal itu ke atas meja. Dia merapikan dasi dan jas, bersiap menghadapi amarah sang kakek yang tidak akan pernah bisa dijinakkan meskipun sudah memasuki usia senja.

"Andreas!" Teriakan Kakek Sadewa langsung terdengar begitu beliau keluar dari lift.

"Gue harus gimana, nih?" tanya Levine dengan penuh khawatir. Dia tidak memiliki nyali yang besar untuk ikut merasakan buasnya kemarahan Kakek Sadewa.

"Tunggu di luar aja, tidak apa-apa. Saya akan coba handle Kakek sendirian. Tapi, kamu harus langsung masuk begitu saya minta tolong."

Tanpa membuang kesempatan untuk menyelamatkan diri, Levine pun segera pergi dari sana. Jantungnya terasa akan copot ketika berpapasan dengan Kakek Sadewa di depan pintu. Ia berusaha tersenyum, meski mentalnya terguncang bukan main.

"Andreas mana?!" tanya Kakek Sadewa, setengah berteriak.

"Ada di dalam, Kek," cicit Levine.

"Minggir kamu!"

"I-iya, Kek."

Andreas menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan. Tangannya mulai terasa dingin, terkepal kuat. Dia gegas berdiri begitu sang kakek memasuki ruang kerja. Dengan langkah penuh percaya diri, dia berjalan ke hadapan Kakek Sadewa. "Apa ka-"

Bruk! Bruk!

Bahkan, lelaki berambut putih itu tidak memberi kesempatan pada cucunya untuk sekadar menyapa. Begitu berdiri berhadapan, Kakek Sadewa langsung melayangkan tongkat kayu jati kesayangannya ke tubuh Andreas. Lelaki itu meringis menahan sakit tiada dua di lengan dan paha bagian kiri.

"Benar Stella tenggelam di acara perayaan hari pernikahan orangtua kamu, Andreas?!"

Ah, rupanya berita itu sudah sampai juga ke telinga Kakek Sadewa.

"Ya, benar." Tidak ada gunanya Andreas berdusta, hanya akan memperumit masalah. Dia berusaha berdiri tegap saat pukulan ke tiga mendarat di bahu kanan.

"Sudah Kakek bilang, jangan membuat Stella celaka!" berang lelaki baya itu, sambil mendorong dada Andreas dengan ujung tongkat. "Kamu ini, masih saja tidak becus menjadi seorang suami! Jika memang kamu mencintai Stella, seharusnya kamu bisa jaga dia! Jika perlu, pertaruhkan nyawa kamu demi keselamatannya!"

"Saya sudah berusaha semampu saya, Kek. Saya juga yang menyelamatkan Stella, menariknya dari kolam renang."

"Bukan penyelamatan yang harus kamu lakukan, Andreas, melainkan pencegahan!" hardik Kakek Sadewa lagi. Beliau terus saja bicara dengan nada yang membuat pengang telinga. "Apa saja yang kamu lakukan sampai Stella tenggelam, hah? Kamu tidak tahu dia tidak bisa berenang? Banyak sekali informasi tentang Stella yang kamu lewatkan begitu saja!"

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang