10. Maaf

3K 366 73
                                    

Untuk bisa mencapai kesempurnaan, Andreas akan mengerahkan seluruh kemampuan. Otak dan tubuhnya akan bekerja keras supaya mencegah terjadinya kesalahan. Tak jarang, dia melewati batas kesanggupan sampai akhirnya melukai diri sendiri.

Ketika SD, Andreas pernah dilarikan ke rumah sakit karena terlalu keras belajar untuk menghadapi ulangan matematika. Dia melewatkan makan, bahkan lupa bahwa tenggorokannya sesekali perlu disegarkan. Ketika SMP, Andreas juga pernah mengalami dislokasi pergelangan kaki saat bertanding basket. Dia masih memaksakan diri untuk berlari ke ring lawan untuk memastikan kemenangan telak. Di bangku SMA, Andreas pernah memaksa ikut olimpiade IPA meski harus bawa tabung oksigen. Ya! Dia masih semangat berhadapan dengan soal-soal level nasional meskipun tubuhnya sudah tak berdaya.

Semua kasus itu membuktikan bahwa ... Andreas akan benar-benar mengusahakan segala upaya untuk mencegah terjadinya kegagalan. Tidak peduli otaknya akan meledak atau tubuhnya akan rusak, Andreas akan menjaga sesuatu yang dia rasa patut untuk dilindungi. Untuk sebuah prestasi, pencapaian, dan kebanggaan.

Termasuk seseorang.

Termasuk Stella Kailani.

Perlahan tetapi pasti, setitik cahaya menyelinap ke dalam kegelapan yang memenuhi penglihatan Andreas. Titik itu membesar menjadi pendar yang sedari tadi Andreas rindukan. Lalu, semuanya terang. Tidak ada lagi gulita, kini semuanya berwarna di netra Andreas. Bersamaan dengan itu, indera pendengaran Andreas kembali mendapatkan perannya. Suara isakan lembut yang pertama menyambut Andreas kembali ke alam sadar.

"Maaf juga karena aku udah datang ke kehidupan Mas dengan cara yang tidak menyenangkan. Maaf karena kehadiran aku selama ini cuma jadi beban buat Mas. Maaf karena aku tidak bisa memberikan Mas kebahagiaan."

Andreas berada di ruangannya, terbaring di atas sofa panjang yang biasa digunakan menyambut tamu atau klien. Dari sudut mata Andreas bisa melihat Stella yang duduk di lantai. Perempuan itu terus menunduk, jadi tidak menyadari bahwa Andreas sudah bangun. Yang dilakukannya hanya menangis dan mengoceh.

"Aku janji akan menjadi istri yang lebih baik lagi. Aku gak akan menimbulkan masalah lagi. Aku akan bilang ke Kakek Sadewa kalau Mas adalah suami yang baik. Aku akan mengikuti semua kemauan Mas. Jadi tolong ...."

Untungnya Andreas memiliki gerak refleks secepat kilat. Dia langsung memejamkan mata kembali ketika Stella mengangkat kepala.

"Tolong bangun, Mas. Supaya aku bisa membalas semua kebaikan Mas."

Tangan Andreas terasa hangat kala Stella menggenggamnya erat. Genggaman yang penuh putus asa. Genggaman yang penuh kasih sayang.

"Aku gak mau kita pisah dengan cara seperti ini."

Andreas menelan saliva susah payah. Isak lembut Stella tadi kini berubah menjadi tangisan. Dia jadi bimbang harus seperti apa saat ini. Rasanya bukan waktu yang pas untuk membuka mata, tetapi tidak mungkin Andreas terus berpura-pura belum sadar. Sekujur tubuhnya mulai terasa pegal.

Bruk!

"Bangun! Jangan merem terus! Gak lihat mata istri lo udah bengkak?"

Ah, rupanya Stella tidak sendirian.

"Mas Levine! Mas apa-apaan, sih? Ngapain pake lempar bantal Mas Andreas begitu? Gimana kalau lukanya Mas Andreas makin parah, terus sadarnya jadi makin lama? Mas itu sahabatnya Mas Andreas atau bukan, sih? Bukannya berdoa buat kesadaran Mas Andreas, malah bertindak yang enggak-enggak!" cerocos Stella, setengah berteriak.

"Suami lo udah sadar, La. Cuma merem lagi, masih pengen dielus-elus."

Rahang Andreas mengetat seketika. Levine Afralio memang manusia hina yang tidak bisa diajak kerja sama! Sembari mengembuskan napas kasar, Andreas pun membuka matanya kembali. Hal pertama yang ia dapati adalah wajah Stella yang berada tepat di atasnya, menatap dengan penuh khawatir.

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang