23. Afirmasi

1.3K 219 69
                                    

Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa, mampu mengubah seseorang. Ia bisa menyentuh sudut-sudut terdalam, meluruhkan kebekuan, dan membawa cahaya ke dalam ruang yang gelap. Di bawah pengaruh cinta, hati yang dulu tertutup bisa belajar membuka diri, menerima, dan merasakan kebahagiaan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Dalam cinta, seseorang menemukan versi terbaik dari dirinya sendiri.

Baiklah, Stella akan percaya betapa dahsyatnya kekuatan cinta untuk mengubah pribadi seseorang. Dia juga mengakui bahwa karakter Andreas jadi lebih baik daripada sebelumnya. Lelaki itu jadi memiliki keberanian untuk mencoba hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Salah satunya adalah bergabung di meja Divisi Marketing saat makan siang.

Dia duduk di samping Stella!

Andreas menjadi pemberani, tetapi Stella yang dilanda cemas.

"Oh, iya, Pak." Cecil memecah kecanggungan yang terjadi di sana. "Saya mau berterima kasih untuk makan siang yang waktu itu Bapak kasih. Tahu aja saya gak bisa ke kafetaria karena lagi banyak kerjaan. Makanannya enak, saya habiskan semua."

"Anda salah paham. Makan siang itu bukan untuk Anda."

"Ya?" senyum lebar Cecil luntur seketika. Wajah berserinya berubah pucat, antara terkejut dan tak kuasa menahan malu.

"Deden salah kirim. Seharusnya kotak makan itu untuk orang lain, bukan Anda," sahut Andreas lagi, memperjelas jawabannya.

"Masa salah kirim, sih, Pak? Untuk Cecil, kan?"

"Bukan." Andreas menggeleng dengan cepat. "Bukan Cecil nama penerima yang seharusnya."

"Kalau begitu, kotak makannya untuk siapa?" Cecil masih saja bertanya.

"Saya tidak merasa harus menjawab pertanyaan itu."

Sunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sunyi. Kecanggungan yang sebelumnya menyelimuti, kini semakin kuat terasa. Stella sempat bertukar pandang dengan Levine, lalu menunduk dalam. Akmal dan Anya sontak melirik Cecil, wajahnya sudah merah sempurna. Sedangkan Riga terus saja menatap Stella yang duduk tepat di seberangnya.

Selanjutnya, semua orang makan siang dalam kebisuan. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan permukaan piring. Stella hanya bisa mengetatkan rahangnya saat merasakan senggolan kaki Andreas di kolong meja sana. Sudah dipelototi berulang kali, Andreas terus saja melanjutkan kejahilan itu. Kelakuannya semakin menjadi ketika mereka memasuki lift. Andreas menggenggam tangan Stella diam-diam.

"Mas!" tegur Stella, tanpa suara. Dia menepis tangan Andreas dengan kasar.

"Saya kangen kamu, Stellaaaaa ...," rajuk Andreas sembari memasang wajah memelas.

"Nanti ada yang lihat, Mas."

"Gak akan ada. Tenang aja."

Stella hanya bisa mengembuskan napas panjang ketika Andreas kembali meraih tangannya. Demi apa pun, lelaki itu seperti anak kecil! Semakin dilarang, semakin merasa tertantang. Namun, tidak bisa dipungkiri, Stella menyukai atmosfer mendebarkan ini. Perasaan bahagia yang beradu dengan takut membuat keduanya kecanduan.

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang