Bisa kasih 100 votes untuk bab ini kan?
*
*
*"Stella belum keluar, Mbok?"
Itulah kalimat pertama yang lolos dari bibir Andreas begitu menginjakkan kaki di lantai dasar. Matanya tertuju pada daun pintu kamar Stella. Tertutup rapat, sepertinya masih bersiap-siap. Dengan tangan yang terus sibuk merapikan dasi, Andreas pun melangkah menuju meja makan.
"Belum, Pak," jawab Mbok Darmi seraya menatap sup ayam. "Mungkin sebentar lagi keluar."
Andreas hanya mengangguk singkat, lalu menatap satu demi satu menu sarapan yang sudah disiapkan Mbok Darmi. Dia mengangguk puas, perempuan paruh baya itu benar-benar menyiapkan makanan yang bisa menyembuhkan flu, seperti yang diminta semalam. Namun, ada yang aneh dengan sikapnya. Mbok Darmi terus saja menatap Andreas sambil menyeringai.
"Kenapa? Ada yang salah dengan wajah saya?"
"Eh, enggak. Gak apa-apa, Pak. Udah ganteng, kok."
Alis Andreas terangkat sebelah. "Terus, kenapa lihat saya seperti itu?"
"Saya senang aja lihat hubungan Ibu sama Bapak mengalami banyak perkembangan. Udah mau sarapan bareng, semakin peduli satu sama lain, bahkan ...."
Mbok Darmi tidak melanjutkan perkataannya karena mendengar suara derit pintu kamar Stella. Andreas juga menoleh, sudah memamerkan senyum manisnya demi menyambut Stella. Namun, perempuan itu justru enggan menatap Andreas. Stella berlalu begitu saja, tanpa sepatah kata pun. Dia melewati tubuh Andreas dan Mbok Darmi dengan langkah tergesa.
"Stella!" seru Andreas seraya menyusul perempuan itu. "Kamu mau ke mana?"
"Ke kantor," balas Stella.
"Lho? Enggak sarapan dulu? Makanannya sudah siap, Stella. Mbok Darmi juga membuatkan sup ayam untuk mengobati flu kamu."
"Aku sarapan di kantor aja, Mas."
Dahi Andreas lantas berkerut. "Kenapa gak di rumah saja? Ini masih terlalu pagi untuk pergi ke kantor."
"Aku lagi banyak kerjaan." Stella menoleh sebentar, hanya satu detik.
"Stella? Stella!"
Langkah Andreas akhirnya terhenti di teras, sedangkan Stella sudah berlari menuju gerbang rumah. Di sana, sudah ada taksi yang menunggu. Andreas hanya bisa berkacak seraya menatap kepergian Stella. Lalu, dia bertukar pandang dengan Pak Yono yang sedari tadi bersantai ditemani secangkir kopi hitam panas.
"Ini perasaan saya saja atau Stella memang sedang menghindari saya, ya, Pak?" tanya Andreas seketika.
"Terlihat dengan jelas kalau Ibu memang berusaha kabur dari Bapak," sahut lelaki berkumis tebal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pratigya [Tamat]
RomanceStella dan Andreas adalah dua orang asing yang kebetulan tinggal satu atap. Ikatan pernikahan mereka tidak ada artinya, terkhusus bagi Andreas. Mereka hanyalah suami istri di atas kertas. Keduanya hanya bersikap harmonis dan romantis di depan sanak...