Cahaya matahari yang menerobos lembut melalui celah tirai berhasil membangunkan Stella. Dia menarik napas panjang, menikmati aroma candu yang memanjakan hidungnya. Rambut Stella yang sedikit kusut terurai di atas bantal, dan dia merasakan kehangatan selimut yang masih menutupi tubuhnya. Lalu, dia menengadah, memperhatikan Andreas yang masih tertidur di sampingnya.
Wajah Andreas begitu tenang, seolah beban dunia menghilang dalam mimpi-mimpinya. Matanya tertutup rapat, dengan kelopak yang bergerak halus. Bibirnya sedikit mengerucut, membentuk senyum tipis yang nyaris tak terlihat. Kulitnya tampak lembut di bawah cahaya remang, dan napasnya yang teratur menciptakan ritme yang menenangkan.
Senyum tipis tersungging di bibir Stella. Hatinya dipenuhi rasa hangat dan bahagia melihat pria yang dicintainya begitu damai. Tatapannya lembut, penuh cinta. Tangannya dengan hati-hati menyentuh rambut Andreas, takut membangunkannya. Stella merasakan syukur mendalam karena memiliki seseorang yang selalu ada di sisinya. Seseorang yang bersedia untuk memperjuangkannya dengan begitu keras. Seseorang yang tak ragu untuk mempertaruhkan segalanya demi menyelamatkan pernikahan mereka.
Setelah merasa puas mengamati suaminya, Stella pun bergerak perlahan untuk bangkit dari posisi tidur. Dengan penuh hati-hati, dia menggeser tubuhnya ke tepi ranjang. Kedua kaki jenjang Stella sudah turun, siap mengenakan sandal rumah, tetapi ia urung berdiri karena sebuah tangan sudah melingkar di perutnya.
"Jangan pergi," ucap Andreas dengan suara serak.
Stella mengusap tangan suaminya itu, tepat pada urat yang menonjol di mana-mana. "Udah pagi, Mas. Aku harus ke kamar mandi, cuci muka sama sikat gigi, terus ke lantai bawah."
"Itu nanti aja. Saya masih mau tidur, Stella."
"Ya udah, Mas tidur aja. Aku gak bakal ganggu, kok."
"Maunya sama kamu." Andreas menggeser tubuhnya ke samping Stella. Dia berbalik menjadi terlentang, menatap istrinya dengan mata setengah terbuka. "Kita udah sepakat untuk bolos kerja hari ini, kan?"
"Iya, cuma bolos kerja, bukan malas-malasan di kasur."
"Ah, Stellaaaaaa ...," rengek Andreas, persis balita yang protes karena tidak diizinkan makan permen oleh ibunya.
Stella tertawa melihat tingkah suaminya itu. Jika bukan karena dering ponselnya yang di atas nakas, sudah pasti Stella mencubit bibir mengerucut Andreas. Dengan alasan panggilan dari Kakek Sadewa, akhirnya Stella berhasil meloloskan diri dari kekangan Andreas.
"Halo, Kek?" sapa Stella sambil bangkit dari duduknya.
"Kakek cuma mau kasih tahu kamu. Kakek sudah keluar dari rumah sakit. Ini baru sampai rumah."
"Syukurlah kalau begitu," balas Stella sembari mengangguk kecil. "Kakek jangan nakal lagi, ya. Jangan jajan sembarangan. Turuti semua perkataan Kak Stephanie."
Kakek Sadewa membuang napas jengah. "Kakek bisa jaga diri, kok, Stella. Cuma emang kalian saja yang pada lebay!"
"Itu karena kami sayang Kakek. Kami gak mau ada hal buruk yang terjadi pada Kakek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pratigya [Tamat]
RomanceStella dan Andreas adalah dua orang asing yang kebetulan tinggal satu atap. Ikatan pernikahan mereka tidak ada artinya, terkhusus bagi Andreas. Mereka hanyalah suami istri di atas kertas. Keduanya hanya bersikap harmonis dan romantis di depan sanak...