Tidak mengalami stres berat dalam mempersiapkan hari H, tidak didasari rasa cinta, dan tujuannya untuk berpisah. Itu adalah sebagian kecil dari perbedaan konsep pernikahan yang dimiliki Stella dengan perempuan lain. Hanya ada satu persamaan yang Stella miliki. Yaitu, keengganan untuk berhadapan dengan orang tua suami. Dia perlu mempersiapkan nyali yang besar untuk bertemu dengan mama mertua, seperti perempuan lain.
Mertua adalah orangtua kedua yang memberikan cinta dan dukungan, menantu adalah anak baru yang membawa kebahagiaan dan kebersamaan. Hubungan baik antara keduanya adalah investasi berharga untuk keharmonisan keluarga.
Teorinya begitu, tetapi lain lagi praktek yang terjadi di lapangan. Entah berapa kali Stella berusaha mendekati Bu Meisya, tetapi selalu berakhir dengan ejekan. Lama kelamaan, Stella jadi jengah juga. Jika bisa, sekarang Stella akan lebih memilih untuk menghindari perempuan yang telah melahirkan Andreas itu. Daripada batinnya tersiksa, bukan?
Sayangnya, kali ini Stella tidak bisa absen. Sebagai menantu yang baik, Stella harus ikut merayakan hari jadi pernikahan kedua orangtua Andreas. Dia baru saja turun dari mobil. Sebelum melangkah, Stella merapikan sheat dress merah muda berbahan sutera yang dikenakannya. Ia menyelipkan rambut hitam panjangnya ke balik daun telinga, lalu bergerak merangkul lengan Andreas yang telah menunggunya.
“Semuanya akan baik-baik saja, Stella,” bisik lelaki itu.
Ucapan Andreas barusan membuat Stella terkekeh. Lelaki itu lantas menoleh, menatapnya dengan alis terangkat tinggi.
“Kenapa ketawa? Ada yang lucu?”
“Kamu, Mas. Kamu yang lucu,” jawab Stella, masih dengan senyum lebarnya. “Dulu kamu selalu bilang, saya tidak menerima kesalahan sekecil apa pun, Stella. Tapi sekarang beda lagi.”
Sembari tersenyum tipis, Andreas kembali menghadap depan. “Tapi itu hal yang bagus, kan?”
Stella hanya mengangguk, membenarkan ucapan Andreas. Ya, tentu saja itu adalah hal yang bagus. Sikap Andreas menjadi lebih baik sekarang, membuat Stella juga jadi lebih nyaman berada di dekatnya. Hubungan mereka tidak lagi terkesan dipaksakan. Apalagi setelah pengakuan Andreas kemarin, Stella merasa telah menjadi istri yang sesungguhnya.
Namun, hanya Andreas yang bersikap baik pada Stella. Tidak dengan mama dan adik perempuannya.
“Tuh, ada Kak Andreas,” celetuk Tiara.
Bu Meisya sempat tersenyum, Stella melihatnya. Namun, wajah perempuan itu berubah kecut saat mendapati putranya tidak datang sendiri. Beliau juga sempat melirik rangkulan Stella pada lengan kekar Andreas sebelum akhirnya membuang muka sembari tersenyum miring.
“Nak, ayo duduk,” ucap Pak Pandhu, melambai pada Stella. Seperti biasa, hanya lelaki paruh baya itu yang menyambut hangat kedatangan istri putranya.
Stella menuruti permintaan papa mertuanya. Dia mendaratkan bokong di kursi tengah, di antara Pak Pandhu dan Andreas.
“Mama kira kamu datang sendiri, Dre,” dengkus Bu Meisya tanpa mengalihkan pandangan dari riak air kolam renang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pratigya [Tamat]
RomanceStella dan Andreas adalah dua orang asing yang kebetulan tinggal satu atap. Ikatan pernikahan mereka tidak ada artinya, terkhusus bagi Andreas. Mereka hanyalah suami istri di atas kertas. Keduanya hanya bersikap harmonis dan romantis di depan sanak...