6. Rencana

2.9K 370 62
                                    

Tidak boleh terjadi kesalahan, sekecil apa pun itu.

Bisa dibilang, begitulah moto hidup Andreas selama ini. Ia selalu menginginkan kesempurnaan untuk semua hal yang dilakoninya.

Umur 5 tahun, Andreas sudah biasa menyusun kembali mainannya ke tempat semula, sama persis! Sejak memasuki bangku Sekolah Dasar sampai tamat SMA, Andreas selalu menjadi juara pertama. Baik tugas harian atau ujian, Andreas harus mendapatkan nilai seratus. Kendatipun harus terpelanting ke sana kemari, berkelahi dengan perbedaan budaya, Andreas berhasil mendapatkan Grade Point Average sempurna saat kuliah di University of Chicago.

Moto yang sama Andreas terapkan ketika memimpin PT. Griya Hartanto sejak setahun terakhir. Tidak boleh ada kekeliruan sedikit pun, baik dalam pembuatan data ataupun praktek lapangan. Tidak boleh ada kekurangan sedikit pun, yang membuat klien urung melakukan kerjasama. Selama berpuluh tahun, Andreas bekerja keras untuk memastikan bahwa yang ia terima dalam hidup ini hanyalah yang terbaik.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, dalam rentetan kesempurnaan yang dibangun dengan kokoh, Andreas mengalami kegagalan.

“Kamu tidak tahu kalau Stella mempunyai alergi terhadap stroberi? Keterlaluan! Kamu benar-benar tidak becus sebagai suami!”

Menjadi suami Stella adalah kegagalan pertama yang Andreas buat dalam hidupnya.

Derit pintu tidak bisa mengalihkan pandangan Andreas dari sosok Stella. Perempuan itu masih terbaring di atas brankar. Matanya tertutup rapat, seperti enggan menemui Andreas yang sudah sejam lebih duduk di sampingnya. Masker oksigen pun masih menghiasi wajah damai Stella. Ruam kemerahan di sekitar lehernya tinggal sedikit.

 Ruam kemerahan di sekitar lehernya tinggal sedikit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Pak?”

Perhatian Andreas baru teralihkan ketika Mbok Darmi memanggilnya. Perempuan paruh baya itu baru datang, membawa aneka perlengkapan yang sekiranya dibutuhkan selama Stella di rumah sakit.

“Bapak mau ganti baju dulu? Saya bawa baju Bapak yang lebih santai,” lanjut Mbok Darmi.

“Nanti saja, Mbok,” tolak Andreas.

“Kata Pak Yono, Bapak juga belum makan siang. Saya bawa masakan tadi pagi, siapa tahu Bapak lapar.”

Andreas menggeleng. “Nanti saja, tunggu Stella sadar.”

Keduanya sempat saling pandang selama beberapa saat. Andreas tahu arti tatapan Mbok Darmi. Dia tidak percaya akan ucapan Andreas. Kesannya seperti ... Andreas begitu memedulikan Stella. Bahkan, dia sudi untuk mengenyampingkan urusan perutnya untuk perempuan yang selalu ia tatap dengan sinis.

“Pak! Ibu sadar, Pak!”

Secepat kilat, Andreas kembali memalingkan pandangannya ke arah brankar. Benar saja, netra Stella mengerjap beberapa saat. Layaknya terkena sihir, Andreas gegas berdiri dan mendekati tubuh Stella. Bahkan, telapak tangan besarnya mengusap puncak kepala perempuan itu.

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang