Banyak yang bilang, datang ke Jakarta akan sangat tidak lengkap jika tidak mengunjungi Monas, Dufan dan Kota Tua. Lucunya, meskipun sudah 11 bulan tinggal di sana, ini kali pertama Stella mengunjungi tempat ikonik Jakarta. Berbeda saat mengunjungi Monas tadi, mata Stella tampak berbinar saat mendapati ada begitu banyak wahana permainan di depannya.
"Mas, ayo!" ajak Stella sambil menoleh ke belakang, pada Andreas yang menghampirinya dengan langkah gontai.
"Kita istirahat sebentar, ya, Stella? Isi daya dulu," cetus lelaki itu. Kerutan di pangkal hidungnya tak kunjung memudar sejak sejam yang lalu.
"Ih, jangan. Baru juga nyampe, masa langsung istirahat? Itu namanya buang-buang waktu."
"Lagian, kamu ngapain minta ke Monas dulu tadi. Tengah hari begini sama saja kita jemur diri. Saya ngerasa ubun-ubun saya matang, nih. Bisa jadi gosong juga."
"Lebay!" Pada akhirnya, Stella menarik tangan Andreas. Jalannya lelet, seperti keong! Entah ke mana perginya Andreas yang selalu bergerak gesit. "Aku mau naik semua wahana yang ada di sini, Mas. Pemanasan dulu kali, ya? Naik komidi putar. Atau langsung uji nyali aja? Naik kora-kora aja, yuk!"
Ini adalah kali pertama Stella menginjakkan kaki di taman hiburan. Jadi energinya meluap-luap, semangatnya membara. Dulu, saat masih di Bandung, bermain tidak pernah menjadi daftar aktivitasnya di hari libur. Stella hanya akan disibukkan dengan menyelesaikan berbagai tugas rumah tangga, lalu tidur lama untuk mengisi energi. Lebih dari itu, alasannya utamanya adalah terkendala dalam hal finansial. Tidak pernah ada dana liburan yang disediakan oleh sang ayah.
Di sinilah Stella sekarang, berusaha menyembuhkan luka masa kecilnya. Dia bersenang-senang, menghabiskan semua daya yang dia punya. Bibirnya terus tersenyum saat menaiki komedi putar, teriakannya yang paling kencang saat mencoba wahana kora-kora, matanya menyapu pemandangan dengan penuh binar ketika menaiki bianglala. Dia tidak bersama ayahnya, melainkan seorang lelaki yang berstatus sebagai suaminya.
"Nanti kita naik itu, yuk!" seru Stella seraya menunjuk wahana bomb-bomb car.
"Enggak, ah." Andreas menggeleng tanpa ragu. "Naik wahana yang tidak menguras tenaga aja."
"Nanti biar aku aja yang nyetir, Mas tenang aja. Ya? Mau, ya?"
Andreas mengembuskan napas panjang. Mana tega dia menolak permintaan itu jika melihat bagaimana antusiasnya Stella saat ini. "Iya, iya ...."
"Makasih, Mas Andreas!" ucap Stella seraya menyenderkan kepalanya di bahu Andreas, lanjut menikmati es krim vanilla yang dibelinya beberapa saat lalu. "Ini kali ke berapa Mas ke sini?"
"Dua."
Stella menarik kepalanya kembali. "Hah? Dua? Baru dua kali Mas ke sini?"
"Iya," balas Andreas santai, berbanding terbalik dengan Stella yang sudah memberikan reaksi berlebihan.
"Ih, sayang banget. Lahir dan tinggal di Jakarta, tapi baru dua kali ke Dufan!"
Andreas terkekeh ringan mendengar sindiran Stella. "Yang pertama waktu perayaan ulang tahun Tiara yang ke tujung belas. Waktu itu Papa dan Mama sedang sibuk-sibuknya urus pekerjaan. Jadi kami merayakannya di sini. Tapi itu jadi kali terakhir kami berkunjung. Tanpa sadar, kami membandingkan wahana di sini dengan Universal Studios di Singapura."
Diam-diam, Stella mencebikkan bibir. That's rich people things. Mereka kurang menghargai hal-hal sederhana karena sudah biasa dengan hal-hal yang lebih besar.
"Tapi saya senang bisa ke sini lagi. Apalagi sama kamu," ungkap Andreas seraya menggenggam tangan Stella.
Senyum cerah kembali menghiasi wajah perempuan itu. "Oh, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pratigya [Tamat]
RomanceStella dan Andreas adalah dua orang asing yang kebetulan tinggal satu atap. Ikatan pernikahan mereka tidak ada artinya, terkhusus bagi Andreas. Mereka hanyalah suami istri di atas kertas. Keduanya hanya bersikap harmonis dan romantis di depan sanak...