17. Kesempatan

2.6K 349 52
                                    

Pernikahan tanpa cinta adalah dua orang yang berjalan berdampingan, tetapi hati mereka berada di tempat yang berbeda. Rumah keduanya selalu tanpa cahaya, hanya ada bayangan dan kesepian yang menghantui.

Selama hampir 10 bulan, itulah yang Stella rasakan. Menjalani hari sebagai istri Andreas bagaikan mengarungi gurun pasir tanpa ujung. Rasanya akan semakin menyiksa ketika harus banyak berpura-pura di hadapan Keluarga Hartanto. Namun, dia tak memiliki kuasa untuk menyudahi semua perasaan tak suka. Stella hanya terus mengikuti alur cerita. Tanpa banyak bicara, tanpa banyak bertanya.

Kemudian, secara tiba-tiba, Andreas menyatakan cinta. Memang, hubungan mereka mengalami banyak sekali perubahan selama dua minggu ini. Bahkan, Andreas sudi melawan mama dan adiknya demi membela Stella. Namun, itu bukan berarti Stella siap dengan perubahan atmosfer yang terlalu tiba-tiba. Rasanya amat canggung, sungguh! Apalagi ketika mengingat Stella bangun tidur dengan tangan Andreas yang melingkar di perut rampingnya. Stella selalu merasa kesulitan bernapas kala berhadapan dengan Andreas.

"La? Stella!"

Guncangan di bahu membuat Stella tersadar dari lamunannya. Dia menoleh, menatap Riga yang duduk di sampingnya. "Iya, Kak? Kenapa?"

Lelaki itu mengembuskan napas panjang. "Kamu kenapa, sih, La? Banyak bengong hari ini. Lagi ada masalah, ya?"

"Enggak, kok," jawab Stella seraya menggeleng kecil.

"Cerita aja, gak usah sungkan begitu. Siapa tahu aku bisa bantu, kan?"

"Aku beneran baik-baik aja, Kak."

Stella hanya tersenyum tipis saat Riga menatapnya malas. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya, bukan? Meskipun Stella memang membutuhkan tempat untuk bertukar pikiran, tidak mungkin ia mengaku bahwa sosok Andreas yang telah membuatnya kehilangan fokus hari ini.

"Akhir minggu ini kamu sibuk, gak?" Riga mengulangi pertanyaannya tadi.

"Enggak, Kak."

"Aku mau ngajak kamu nonton. Mau?"

"Hmm ... nonton, ya?" Dahi Stella berkerut seketika. "Aku lebih suka ngabisin waktu luang di kosan daripada keluar begitu, Kak. Males macet-macetan."

"Kalau begitu, apa boleh aku main ke kosan kamu? Nanti kita nonton di Netflix. Aku bawa makanan ringan, kamu siapin laptop. Gimana?"

"Itu ide yang bagus, sih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Itu ide yang bagus, sih. Tapi ...." Stella menatap jalanan, berusaha mencari ide untuk menjawab pertanyaan Riga. "Kosan aku emang campur, Kak. Tapi gak bebas bawa tamu gitu aja. Ibu kosnya juga galak banget. Tetangga aku yang mahasiswa kemarin diusir karena bawa temen cewek, padahal mau kerja kelompok. Bapak kosnya juga ngeri! Gak sungkan buat pukul tamu yang sekiranya gak dia suka."

Tidak ada jawaban akan ucapan panjang lebar Stella. Riga membanting stir mobilnya untuk memasuki area kantor. Dia parkir di basement tanpa ada kendala sedikit pun. Keduanya berjalan beriringan menuju lift. Stella melirik Riga beberapa kali, menyadari perubahan sikapnya yang tiba-tiba bungkam.

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang