24. Pariwara

2.2K 328 62
                                    

"Gue gak tahu kalau lo punya sisi norak begini, Dre."

Andreas mendelik, menatap tajam Levine yang duduk di seberang meja. "Ini bukan norak, melainkan totalitas!"

"Tapi gak perlu sampai segininya juga, lah!"

"Saya yakin, kamu juga akan seperti kalau sudah jatuh cinta. Kamu akan melakukan apa saja untuk membahagiakan pasangan kamu."

"Widih ... udah bawa-bawa cinta segala, nih? Lo sesuka itu sama Stella, ya?"

"Kamu nilai sendiri saja."

Sebenarnya, Levine cukup sering melihat Andreas memasang wajah cerah. Ketika mereka memenangkan proyek, saat Andreas merasa puas akan hasil akhir pembangunan gedung atau insfratruktur, atau ketika Andreas berada di tengah-tengah kehangatan keluarga. Namun, ekspresi yang Andreas tunjukkan saat ini lain dari biasanya. Wajahnya jauh lebih cerah di bandingkan saat menikmati momen-momen itu. Levine selalu bisa melihat adanya rona kemerahan di wajah Andreas tiap kali membahas Stella.

Sorot mata Andreas juga menjadi lebih hangat dari sebelumnya. Beberapa kali Levine mendapati Andreas senyum-senyum sendiri, sepertinya sudah memasuki fase menggila. Semangat dan energi Andreas terkesan menggebu-gebu akhir-akhir ini. Jelas sekali terlihat dia sangat bahagia. Nada bicaranya pun akan spontan berubah lembut saat bicara tentang Stella.

Sebesar itu Andreas menyukai Stella. Mengaguminya dan mencintainya sepenuh jiwa dan raga.

"Terus, kenapa tiba-tiba lo mau go public mulai sekarang?" Levine kembali mengoceh.

"Supaya semua orang tahu kalau Stella milik saya. Supaya gak ada lagi yang berani mendekati Stella."

"Lagi? Berarti sebelumnya ada, dong?" Levine tersenyum miring. Dia menyingkirkan kotak cokelat yang sedang Andreas hias dengan stiker bentuk hati aneka warna. "Siapa yang deketin Stella? Cowok mana yang berhasil bikin lo ketar-ketir kayak gini, sampai berani ambil keputusan besar buat go public?"

Andreas mendengkus kasar. "Siapa yang ketar-ketir? Biasa aja! Keputusan saya ini sepenuhnya didorong keinginan sendiri, bukan karena merasa tersudutkan oleh orang lain!"

"Kalau lo udah sewot begini, artinya tebakan gue bener." Levine tersenyum lebar, merasa menang. "Pak Riga, ya?"

"Apaan, sih, Vine? Enggak!"

Andreas hanya bisa mengembuskan napas kasar melihat sahabatnya itu tertawa puas. Ini semua salahnya. Seharusnya Andreas ingat bahwa Levine akan selalu bisa membaca setiap rahasia yang berusaha ia sembunyikan, dengan sangat mudah! Walaupun diselimuti perasaan jengkel, Andreas menarik kembali kotak cokelat tadi dan melanjutkan kegiatannya.

Alasan yang mendasari dirahasiakannya pernikahan ini bukan karena Andreas tidak ingin ada perempuan yang enggan mendekati. Justru Andreas selalu menjadikan cincin nikah sebagai senjata untuk mengusir mereka semua. Alasannya sederhana, karena Andreas tidak ingin status menghalangi kariernya sebagai pemimpin PT. Griya Hartanto. Andreas ingin pembicaraan yang terjalin dengan klien murni seputar pekerjaan, tidak menyinggung masalah rumah tangga sekali pun untuk sekadar basa-basi. Andreas ingin orang-orang fokus pada hasil kinerjanya, bukan kehidupan pribadinya.

Selain itu ... karena Andreas tidak pernah menganggap pernikahannya dengan Stella sebagai sesuatu yang serius. Dia tidak menganggap Stella sebagai istrinya, dulu.

Baiklah, Andreas akui, semua ini gara-gara Riga. Entah sejak kapan, kehadiran lelaki itu berhasil membuat Andreas cemas. Entah sejak kapan, interaksinya dengan Stella membuat Andreas tidak senang. Entah sejak kapan, sentuhan yang diberikannya pada Stella membuat Andreas panas hati. Ditambah lagi dengan pernyataan cintanya kemarin, membuat Andreas semakin merasa terancam.

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang