11. Hujan

2.8K 360 64
                                    

Tidur nyenyak Stella terganggu karena sinar sang Surya yang menyelinap melalui jendela di samping ranjang. Dengan berat hati, Stella harus keluar dari mimpi indahnya. Dia mengucek mata dan merenggangkan tubuh penuh nikmat. Seraya menggaruk kepala, ia berusaha untuk duduk. Netranya terbuka perlahan, mengedarkan pandangan ke seisi kamar.

Tunggu! Ini bukan kamarnya!

Kesadaran Stella terkumpul sekaligus. Ia langsung melompat dari atas ranjang, berhasil berdiri tegap dengan kuda-kuda kokoh. Perempuan itu mematung di tempat, berusaha mengingat kembali kejadian semalam.

Stella baru selesai makan ketika Mbok Darmi turun sambil membawa piring bekas Andreas. Meskipun ragu, Stella memberanikan diri untuk naik ke lantai dua karena Andreas memanggilnya-kata Mbok Darmi. Ternyata, lelaki itu minta dimandikan. Sempat terjadi adegan yang membuat Stella panas dingin di kamar mandi. Untungnya, ia berhasil meloloskan diri karena Andreas berkata sanggup mengurus diri sendiri. Seraya menunggu Andreas selesai, Stella membaringkan diri di sofa. Lalu, ia tidak ingat. Tertidur pulas begitu saja.

Ya, Stella tidur di atas sofa semalam. Kenapa sekarang bangun di atas ranjang?

"Hei ... gak mungkin!" Stella mengibaskan tangan, berusaha mengusir pemikiran lancang yang muncul di kepalanya. "Mustahil Mas Andreas yang pindahin aku ke kasur. Buat apa dia repot-repot ngelakuin itu, kan? Justru harusnya dia usir aku dari kamarnya."

Seharusnya begitu, bukan? Seharusnya Andreas marah saat Stella tertidur di sofa mahalnya, mengusir Stella dari ruangan kesayangannya ini. Namun, perempuan itu justru tidur nyenyak sampai pagi. Bahkan, dia juga bermimpi indah. Anehnya lagi, Stella tidak menemukan batang hidung Andreas saat ini. Entah di mana lelaki itu.

Bukannya keluar, Stella justru mendekati nakas. Dia sedikit membungkuk, mengintip dua pigura yang terpajang di samping ranjang. Satunya adalah foto keluarga. Andreas terlihat begitu muda di sana, sepertinya diambil ketika ia masih SMA. Satunya lagi adalah foto saat Andreas berhasil menyelesaikan pendidikan di Amerika. Bahunya tampak tegap, dagunya terangkat tinggi. Jelas sekali Andreas berbangga diri atas pencapaiannya itu.

Hanya dua foto itu yang terpajang di sana, tidak ada lagi. Foto pernikahan dengan Stella? Jangan harap bisa melihatnya!

Dekorasi yang lain sama sederhananya. Tidak ada lukisan atau action figure kesukaan kaum adam. Kemewahan justru terpancar kuat di ruang baju. Setelan kerja, baju hangat, sepatu yang didominasi pantofel, sampai jam aneka merk berada di walk in closet. Stella sempat kesulitan mencari baju rumahan semalam, yang ternyata disimpan khusus di lemari tertutup berbahan jati asli.

Kesempatan melihat-lihat kamar Andreas Stella manfaatkan dengan baik. Dia segera keluar setelah membereskan tempat tidur. Saat menuruni tangga, Stella mendapati Andreas sedang duduk di salah satu kursi meja makan.

"Teknisinya beneran bisa dipercaya, kan? Kerjanya beneran bagus?"

Syukurlah lelaki itu sedang sibuk dengan telepon. Jadi, Stella bisa memasuki kamar tanpa ketahuan. Dia malu!

"Kalau begitu, minta mereka untuk perbaiki lift siang nanti. Saya gak mau ditunda-tunda, harus hari ini juga. Kalau perlu, bayar mereka dua kali dari biasanya."

Baiklah, Stella berhasil menuruni seluruh anak tangga tanpa suara. Ia tinggal menyelinap ke belakang tubuh Andreas.

"Ya, saya tahu ini hari libur. Tapi saya gak mau perbaikannya ditunda-tunda, harus hari ini juga. Bagaimana jika Stella mengalami hal mengerikan seperti kemarin saat saya tidak ada? Kamu mau tanggung jawab, Vine!"

Saat itu juga, langkah Stella langsung terhenti. Dia berdiri dengan tegak, lalu berbalik menatap punggung Andreas. Stella tidak salah dengar, bukan? Andreas memang memedulikan keselamatan Stella, bukan?

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang