"Trauma benda tumpul dan penurunan fungsi otak"
Satu kalimat itu berhasil meluruhkan sejatuh-jatuhnya seluruh bahu tegap Winata bersaudara.
"Pasien dinyatakan koma dalam waktu yang belum bisa diperkirakan dengan baik, pasien memilih mengunci otak dan memorinya yang menyebabkan kesadarannya menurun drastis hingga menyebabkan koma"
Seokjin mengusak kasar wajah lelahnya saat kalimat panjang dari dokter yang menangani Joonie terlintas begitu saja dalam benaknya.
"Benturan yang dialami pasien memang cukup fatal itulah yang menyebabkan pasien mengalami dua gejala tersebut, namun untuk penurunan kesadaran hingga menyebabkan koma kami mengirakan bahwa ini atas kemauan pasien dalam alam bawah sadarnya, hal ini kami dasarkan pada berbagai tindakan medis yang tidak berpengaruh banyak pada pasien karena pasien terus memberikan penolakan dalam tubuhnya"
"Apa sebelumnya pasien memiliki sakit atau trauma tertentu? Karena setelah perkiraan tentang pasien yang mengunci seluruh kesadarannya, kami memiliki pemikiran mungkin saja ini disebabkan pasien mengalami gangguan tertentu? Mungkin saja pasien pernah memiliki gangguan terhadap kesehatan mentalnya?"
Seokjin menangis kuat, kedua tangannya terus mengusak kasar keseluruh wajahnya. Disinilah Seokjin berada. Disebuah taman tak jauh dari Rumah Sakit tempat Joonie dan yang lain dirawat. Seokjin sudah berada ditempat ini sejak 2 jam yang lalu, dimana dia mendapati kabar bahwa Joonie mengalami koma dengan waktu yang tidak bisa ditentukan.
"Kenapa Joonie menghukum abang seperti ini, sayang? Abang mohon jangan seperti ini, abang sakit liatnya..." lirihnya mulai kehilangan tenaga.
"Gue udah gagal jaga mereka! Gue nggak bisa diandelin! Abang macam apa gue ini!!"
"Pasien juga mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya akibat dari rusaknya jaringan tulang ekor yang bisa diakibatkan oleh himpitan benda keras atau terbentur sesuatu yang sangat keras"
Seokjin kembali menangis dengan raungan kuat seakan menunjukkan rasa sakit yang adiknya alami setelah kejadian naas yang menimpa mereka.
Seokjin tak bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Joonie saat dia terbangun dan mengetahui bahwa dirinya telah kehilangan fungsi kedua kakinya secara permanent.Andai waktu bisa diputar secara paksa, Seokjin sangat ingin kembali kekejadian hari itu dan menggantikan posisi Joonie, dia tak masalah jika dirinya lah yang akan mengalami semua rasa sakit Joonie saat ini, yang terpenting baginya adalah Joonienya yang sehat, Joonienya yang bisa tertawa dengan lepas, dan Joonienya yang bisa berlari kesana-kemari semaunya. Dia tak akan tega jika Joonie akan menjadi seorang pemurung tanpa semangat menjalani setiap hari-harinya dengan keadaan yang sekarang adiknya alami.
"Joonie maafin abang... hiks.. hikss.. abang nggak guna! Abang bodoh! Abang gagal jaga Joonie!"
Ditengah-tengah tangisnya, Seokjin merasakan sebuah usapan lembut pada kedua bahunya. Ditatapnya seseorang yang baru saja mendudukkan diri disebelahnya dengan tangan terulur untuk memberinya sebuah sapu tangan.
"Jelek banget nangisnya"
Seokjin tak menghiraukan. Dirampasnya secara kasar sapu tangan milik lawan bicaranya untuk dirinya menyembunyikan tangis.
"Jin... are u okay?"
"Lo masih bisa tanya keadaan gue sekarang, Jason?" tatapan penuh kemusuhan terpancar jelas dari raut tegas Seokjin disana.
Jason meringis tak enak. Seharusnya dia tau keadaan sahabatnya sekarang, lalu mengapa mulut bodohnya masih mengajukan pertanyaan yang sama? Diam-diam dirinya mulai merutuki sendiri sikap bodohnya dihadapan Seokjin. "Sorryy.." lirihnya merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want (Good) Family✔️
Fanfiction"Apa gue bisa punya keluarga yang baik seperti sebelumnya?" -Stefanno Namjoon Winata. "Apa mereka bisa nerima gue dan menjadi keluarga yang baik seperti yang lain?" -Taehyung Victor Winata. Ini kisah keluarga Winata, keluarga yang dulunya terlihat...