Gilang memasuki kelas dengan wajah murung dan terlihat lesu. Mannaf yang melihatnya pun merasa kebingungan.
"Kenapa muka dia murung begitu?" batinnya dengan alisnya yang menyatu.
Gilang duduk disamping Mannaf yang sedang menatapnya dengan wajah bingung.
"Kenapa lo? Kok murung gini," tanya Mannaf.
Gilang menundukkan wajahnya, "Gue ditolak Naf," jawabnya dengan parau.
"Jangan sedih dong! Masa karena ditolak lo sedih sih. Bukannya lo sendiri pernah bilang ya kalau perasaan itu gak bisa dipaksakan. So, sekarang lo harus buktiin pada dia kalau lo itu bisa bahagia meskipun tidak bersamanya." ucap Mannaf memberikan kata-kata penyemangat pada Gilang. Sehingga membuat wajah Gilang seketika menjadi ceria kembali.
"Thanks, ya Naf! Lo udah mau jadi sahabat terbaik gue," kata Gilang seraya tersenyum lebar.
"Apaan sih, alay lo!" Mannaf memukul lengan Gilang sambil tertawa kecil.
Saat memasuki awal semester dikelas 12 persahabatan mereka berdua masih baik-baik saja. Hingga sekitar satu bulan setelahnya persahabatan mereka mulai renggang, karena Gilang tidak sengaja melihat Mannaf sedang menembak Syila ditaman belakang sekolah. Tempat dia nembak Syila dahulu.
"Syil, lo mau gak jadi pacar gue?" ungkap Mannaf sambil berlutut didepan Syila dengan setangkai bunga mawar ditangannya yang dia ulurkan pada Syila.
Syila menatap haru dan bahagia pada Mannaf yang sedang berlutut dibawahnya. Dia pun mengiyakan ajakan Mannaf dengan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"YES!"
Mannaf langsung berteriak bahagia, lalu dia bangkit dan langsung memeluk erat Syila dengan wajah yang sangat gembira. Syila pun membalas pelukan erat Mannaf dengan wajah tak kalah gembira.
Berbeda dengan dua sejoli yang sedang bahagia karena sedang kasmaran, dari kejauhan Gilang yang menyaksikan itu semua langsung mengepalkan kedua tangannya dengan ekspresi wajahnya yang penuh amarah.
"Gue gak nyangka, ternyata selama ini orang yang gue anggap sahabat itu adalah musuh terbesar gue." ucapnya menatap tajam Mannaf dan Syila yang sedang berpelukan.
Mengingat kembali kejadian yang dahulu membuat amarah Gilang muncul kembali. Dia pun mencengkram putung rokok yang masih terdapat bara api di ujungnya itu dengan kuat, karena amarahnya sudah berada dipucuk. Dia juga tidak peduli jika nanti tangannya akan terluka karena bara api tersebut.
"Orang perebut itu memang pantas untuk mati!" ucapnya penuh dendam.
"Dan orang terdekat perebut itu, juga pantas untuk mati!" lanjutnya tersenyum miring.
***
Karel berjalan menghampiri cewek dibalik pohon itu, lalu dia menepuk pelan pundak si cewek sehingga membuat sang empu kaget.
Cewek tersebut pun membalikkan badannya, lalu dia sangat terkejut ketika melihat seseorang yang menepuk pundaknya barusan.
"Ka-rel."
"Thalia."
Mereka berdua sama-sama terkejutnya.
"Lo ngapain ngintip mereka?" tanya Karel to the point sambil menunjuk kearah Rafka dan Aghata.
Thalia meremas bajunya, "Duh, gimana ini? Gue harus jawab apa?" batinnya bingung.
"Eee, gue gak sengaja lewat tadi. Terus ngeliat Rafka terkapar dijalan, ya gue kepo dong! Yaudah, gue ngintip aja dibalik pohon buat cari tau penyebab Rafka bisa terkapar dijalan," jawabnya berbohong, "Terus habis itu Aghata datang menghampiri Rafka, gue ngupinglah pembicaraan mereka tapi malah gak kedengaran," lanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Evil Beside Angel
Teen FictionTidak semua orang sifatnya akan sesuai dengan wajahnya yang terlihat baik, bisa jadi sebaliknya. Begitulah kisah dari salah satu remaja yang bernama Agatha, dia menyukai seorang pria di sekolah barunya yang membuatnya nekad untuk mengejarnya lebih d...