Pendek tapi Panjang

817 77 5
                                    

Flora adalah seorang gadis yang selalu menikmati kesendirian. Baginya, kebisingan dunia luar adalah hal yang melelahkan. Satu-satunya orang yang dapat menembus batasan yang ia buat adalah Adel, sahabatnya sejak kecil. Mereka sudah lama bersama, dan Flora merasa tak butuh teman baru lagi.

Namun, semua berubah ketika ia bertemu Freya, gadis yang menjadi pusat perhatian di mana pun ia berada. Freya selalu tersenyum manis, berbicara dengan siapa saja, dan mampu mencairkan suasana hanya dengan kehadirannya. Flora merasa jantungnya berdetak lebih cepat setiap kali melihat Freya. Ada rasa hangat yang mengisi dadanya. Namun, perasaan itu membuatnya takut. Bagaimana mungkin seseorang sepertinya bisa mendekati Freya?

“Lo tuh kalo cemburu, bilang aja, Flora. Nggak usah dipendam terus,” kata Adel suatu hari, mengacak rambut Flora dengan seenaknya.

Flora mendengus, menepis tangan Adel dari kepalanya. “Aku nggak cemburu.”

Adel tertawa kecil. “Oh iya? Setiap kali Freya ngobrol sama orang lain, lo langsung diem. Gimana nggak keliatan banget?”

Flora tidak menjawab. Ia tahu Adel benar. Setiap kali Freya tertawa atau berbicara dengan gadis lain, ada rasa perih di hatinya yang tak bisa dijelaskan. Tapi Flora bukan tipe yang berani bertindak. Dia terlalu takut ditolak, terlalu takut merusak segalanya.

“Ya udah, kalo lo emang nggak mau confess, minimal deketin lah. Jangan mandangin dari jauh doang,” lanjut Adel dengan nada yang sedikit mengejek.

Flora menghela napas panjang. “Gimana caranya? Aku bahkan nggak bisa ngomong sama dia tanpa gugup.”

“Yah, itu urusan lo sih. Tapi kalo lo terus kayak gini, dia bakal terus ngomong sama orang lain, sementara lo cuma jadi penonton,” kata Adel sambil melipat tangannya di dada.

Flora merasa hati kecilnya merintih. Apa mungkin Freya benar-benar bisa menyukai seseorang sepertinya? Dia begitu berbeda. Freya adalah pusat dunia sosial, sementara Flora hanyalah seorang gadis yang lebih nyaman dengan buku daripada orang.

***

Hari itu, Flora kembali mengamati Freya dari jauh. Di sudut sekolah, Freya sedang berbicara dengan sekelompok teman perempuan. Tawanya yang renyah terdengar hingga ke tempat Flora berdiri. Ia melihat bagaimana Freya tersenyum dengan manisnya, membuat jantung Flora berdebar kencang. Setiap kali melihat Freya tersenyum pada orang lain, Flora merasa semakin kecil.

"Flora!" Adel tiba-tiba memanggilnya, membuat Flora hampir terlonjak kaget. "Lo mau sampai kapan kayak gini? Gue serius, lo harus ngelakuin sesuatu."

Flora hanya menggeleng pelan. "Aku nggak bisa, Del. Freya terlalu... terlalu jauh dari aku. Dia itu beda banget."

“Beda apaan? Dia kan manusia juga. Sama kayak lo,” kata Adel sambil mendekatkan wajahnya ke Flora. “Lo suka dia, kan? Ya udah, bilang aja. Gampang.”

“Gampang buat kamu, mungkin. Tapi aku nggak tahu harus bilang apa... atau gimana cara mulai,” jawab Flora pelan.

Adel menghela napas, jelas-jelas frustrasi dengan sikap Flora yang selalu ragu-ragu. “Lo nunggu sampe kapan, Flora? Sampe Freya punya pacar? Apa lo bakal terus jadi pengagum rahasia selamanya?”

Flora terdiam. Pertanyaan Adel menusuk tepat ke jantungnya. Ia tahu Adel benar. Tapi perasaan takut itu terus menghantuinya, membuatnya lumpuh setiap kali ia berpikir untuk mendekati Freya.

***

Beberapa hari kemudian, Flora tidak bisa menghindari kenyataan lagi. Saat istirahat, ia melihat Freya berjalan bersama seorang gadis lain. Gadis itu, Yori, terlihat begitu dekat dengan Freya. Mereka berbicara dan tertawa bersama, membuat Flora semakin tenggelam dalam perasaan cemburu yang tak tertahankan.

FreFloShoot (+Random)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang